jpnn.com - JAKARTA – Wakil Ketua Komisi VI DPR Heri Gunawan menilai, sikap sejumlah kalangan yang mempertanyakan pengambilalihan PT Indonesia Asahan Aluminium (Inalum) dari Jepang hingga seratus persen milik Indonesia, sangat aneh.
Pasalnya, dengan Inalum menjadi Badan Usaha Milik Negara (BUMN), keuntungan bagi Indonesia sangat besar dibanding tetap menjadi perusahaan dengan status Penanaman Modal Asing (PMA).
BACA JUGA: Rini Bakal Hadang Upaya Rizal Batalkan Rencana Garuda Beli Pesawat Baru
“Kenapa Inalum diambil alih dari Jepang ada yang enggak sepakat? Kan itu bagus, di mana aset Inalum menjadi milik bangsa ini. Kalau ada orang yang tidak sepakat maka perlu dipertanyakan nasionalismenya," ujar Heri, Kamis (13/8).
Menurut Heri, para pihak yang menentang pengambilalihan Inalum sepertinya perlu kembali mengetahui sejarah seperti apa perjuangan bangsa ini agar perusahaan tersebut berhasil diambilalih. Tujuannya hanya satu, bagaimana Inalum memberi pemanfaatan sebesar-besarnya bagi masyarakat Indonesia.
BACA JUGA: HUT RI, Naik KA Gratis Selama 10 Jam
“Harusnya diberi apresiasi dong. Karena status Inalum yang menjadi BUMN terbukti berdampak positif bagi masyarakat. Saya kira bagus Inalum jadi BUMN dan kontribusinya akan lebih baik lagi dan DPR pun mendukung Inalum,” ujarnya.
Heri mengungkapkan pandangannya menyusul rumor yang beredar, ada pihak-pihak tertentu mencoba mempertanyakan motif pengalihan Inalum dari tangan Jepang menjadi milik BUMN. Oknum-oknum ini diduga telah mencoba melakukan penyelidikan terkait peralihan Inalum.
BACA JUGA: Serikat Pekerja JICT Harapkan Rizal Akhiri Dominasi Asing di Pelabuhan Tanjung Priok
Sebagaimana diketahui, perubahan status Inalum dari PMA menjadi BUMN secara de facto terjadi 1 November 2013 lalu, lewat kesepakatan yang tertuang dalam Perjanjian Induk antara Pemerintah Indonesia dengan Konsorsium Perusahaan asal Jepang.
Perjanjian yang berlangsung pada 7 Juli 1975 menyebutkan, Inalum awalnya dimiliki pemerintah Indonesia sebesar 41,13 persen, sedangkan Jepang menguasai 58,87 persen saham yang dikelola Konsorsium Nippon Asahan Aluminium (NAA). Selaitu dalam perjanjian juga disebutkan kontrak kerja sama selesai pada akhir Oktober 2013.
Dengan begitu, perubahan status Inalum dari PMA menjadi BUMN terjadi pada 1 November 2013. Sedangkan pemutusan kontrak antara Pemerintah Indonesia dengan Konsorsium Perusahaan asal Jepang berlangsung pada 9 Desember 2013, dan secara de jure Inalum resmi menjadi BUMN pada 19 Desember 2013, setelah Pemerintah Indonesia mengambil alih saham yang dimiliki pihak konsorsium. PT Inalum (Persero) resmi menjadi BUMN ke-141 pada tanggal 21 April 2014 sesuai dengan Peraturan Pemerintah No. 26 Tahun 2014.
Tim Perunding pengambilalihan Inalum dari PMA ke BUMN melibatkan Kementerian Perindustrian, Kementerian Keuangan, Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN), Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) dan Dirjen Kerjasama Industri Internasional Kemenperin.
Sejak seratus persen milik Indonesia, Inalum telah menunjukkan kemajuan luarbiasa. Terutama dari hasil produksi aluminium. Selama periode April-Desember 2014, perusahaan plat merah ini mampu memproduksi 199.692 ton aluminium batangan. Naik 4,1 persen dibanding produksi di tahun 2013 yang hanya 190.363 ton, pada periode yang sama.
Selain itu, Inalum selama ini juga menunjukkan sumbangsihnya terhadap Indonesia, dengan berkontribusi memasok listrik dalam jumlah besar bagi PLN di wilayah Sumatera Utara.(gir/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Rizal Ramli Bujuk Jokowi Batalkan Rencana Garuda Beli 30 Airbus
Redaktur : Tim Redaksi