jpnn.com, JAKARTA - Anggota Komisi IV DPR dari Fraksi PKS drh. Slamet meminta agar PP Nomor 85 Tahun 2021 tentang Tarif PNBP ditinjau ulang karena memberatkan nelayan.
Slamet menyampaikan hal itu saat rapat kerja dengan Menteri Kelautan dan Perikanan.
BACA JUGA: Sekjen PDIP Gowes dan Blusukan di Banda Aceh, Menikmati Udara Pagi, Menyapa Para Nelayan
Menurut Slamet, jawaban resmi KKP mengatakan bahwa tarif tersebut hanya berlaku untuk kapal yang izinnya dikeluarkan pusat. Artinya nelayan kecil tidak terdampak aturan ini.
Dalam jawaban itu ditambahkan bahwa perolehan dari PNBP justru akan dikembalikan untuk program pemberdayaan nelayan salah satunya kegiatan penyaluran bantuan pemerintah, bimtek nelayan, dan penataan kampung nelayan maju.
BACA JUGA: Barisan Petani dan Nelayan Situbondo Dukung Gus Muhaimin Maju Capres 2024
Dalam keterangan menteri Kelautan dan Perikanan bahwa PNBP sektor perikanan tahun 2021 mendekati angka 1 triliun.
Angka PNBP sektor Perikanan tersebut menanjak terus sejak tahun 2015. Dari angka 79 Miliar di tahun 2015 meningkat menjadi 358 miliar, 491 miliar, 519 miliar, 559 miliar, 643 miliar hingga 920 miljar di tahun 2021 per tanggal 21 Desember.
BACA JUGA: Peringati HPSN 2022, Slamet PKS Ingatkan Soal Ancaman Limbah Medis Pandemi Covid-19
Menteri Kelautan dan Perikanan optimistis di tahun 2022 yakin bisa mencapai PNBP 3 triliun, bila mencapai 4 triliun itu sudah setara KLHK. Bahkan Menteri Trenggona pernah mengatakan dapat mencapai PNBP Rp 12 triliun tiap tahun, bahkan bisa mencapai Rp 224 triliun.
Optimisme Menteri KP ini patut di hargai bagaimana tanggungjawabnya meningkatkan pamasukan negara dari sektor kekayaan alam Indonesia yang dianugerahkan Tuhan kepada bangsa Indonesia.
Namun, drh. Slamet mempertanyakan tanggung jawab Menteri KP terhadap manfaat peningkatan PNBP terhadap APBN KKP dan Nelayan itu sendiri.
"Justru saya mencatat APBN KKP terus mengalami penurunan dari sejak tahun 2016 dari pagu 10,61 triliun, 9,14 triliun, 7,63 triliun, 5,51 triliun, hingga 4,77 triliun ditahun 2021. Ini sangat mengherankan kenapa Menteri KP membiarkan PNBP hasil jerih payahnya pergi ke sektor lain. Bagaimana merealisasikan janji bahwa PNBP akan dikembalikan kepada Nelayan kecil?" tukasnya.
Dia melihat Nilai Tukar Nelayan berjalan datar dari tahun 2014 NTN 104,63 lalu naik 1 persen, 2 persen lalu dijatuhkan turun 10 persen di tahun 2020, lalu naik menjadi 107 di tahun 2021. Seolah angka NTN dapat dibuat dengan mudah sesuai situasi politis.
Kenyataan riil di lapangan nelayan kita hidup susah, banyak diantaranya yang berhenti menjadi nelayan. Sementara PNBP naik terus setiap tahun rata-rata sebesar 76,97 persen sejak tahun 2015.
Di lain sisi nelayan dihadapkan pada masalah kenaikan harga BBM yang terus menerus, dampak Covid-19 menyebabkan harga ikan anjlok hingga 50 persen. Kemudian angka stunting masih sangat tinggi.
Bank Pembangunan Asia (ADB) melaporkan angka stunting Balita Indonesia 31,8 persen tertinggi kedua di Asia Tenggara setelah timor Leste 48,8 persen. Menurut WHO Indonesia penderita stunting tertinggi urutan ke 4 didunia. Apakah tidak malu Pak Jokowi memperlakukan rakyatnya seperti ini?
Hal ini menjadi wajar karena Angka Konsumsi Ikan bangsa Indonesia berada di angka 55,37 persen di tahun 2021, meningkat secara lambat dari angka 41,11 persen ditahun 2015. Seolah KKP mendesain peningkatan yang sangat minim untuk peningkatan Angka Konsumsi Ikan.
Berarti Menteri KP memang kurang memperhatikan kondisi nelayan dan rakyat itu sendiri. Kekayaan alam anugrah Tuhan tidak dikembalikan untuk kemaslahatan rakyat dengan porsi yang wajar tapi lebih banyak disumbangkan ke sektor lain, entah sektor apa itu.(fri/jpnn)
Redaktur & Reporter : Friederich