Anggap Maruarar Sirait Main SARA di Jakarta, Chandra: Belum Move On dari Rezim Jokowi

Senin, 25 November 2024 – 10:39 WIB
Politikus Partai Gerindra Maruarar Sirait dan Calon Gubernur DKI Jakarta Ridwan Kamil, di Pantai Indah Kapuk, Jakarta Utara, Jumat (22/11). Foto: Ryana Aryadita/JPNN.com

jpnn.com - Ketua LBH Pelita Umat Chandra Purna Irawan menyoroti langkah politikus Partai Gerindra Maruarar Sirait alias Ara menggunakan isu suku, agama, ras, dan antargolongan (SARA) dalam Pilkada Jakarta 2024.

Ara Sirait sebelumnya menyatakan Cagub-Cawagub Jakarta Pramono Anung-Rano Karno yang diusung PDIP pada Pilkada Jakarta 2024 bakal ditinggalkan pemilih nonmuslim karena didukung Anies Baswedan.

BACA JUGA: Hasto Tuding Ara Main SARA soal Pramono-Rano Didukung Anies, Prabowo Pasti Tak Suka

Ketua LBH Pelita Umat sekaligus Ketua Eksekutif BPH KSHUMI Chandra Purna Irawan. Foto: Source for JPNN

"Saya menduga Maruarar Sirait lupa dan belum move on dari rezim Jokowi. Karena isu SARA, radikalisme, intoleran dan Pancasila adalah isu yang sering banyak 'dimainkan' pada masa pemerintahan Jokowi," kata Chandra melalui keterangan tertulis, Senin (25/11/2024).

BACA JUGA: Selain Rohidin Mersyah, 2 Anak Buahnya Juga Tersangka Pemerasan Pegawai untuk Pilkada

Sementara, pada masa pemerintahan Presiden Prabowo Subianto, Chandra berprasangka baik tidak akan memainkan isu SARA, radikalisme, intoleran, dan Pancasila untuk memukul pihak-pihak yang dianggap berseberangan.

"Karena Presiden Prabowo adalah negarawan dan patriot," ujar Chandra Purna Irawan.

BACA JUGA: Kasus Polisi Tembak Polisi, Ini Permintaan Walhi kepada Kapolri

Sebelumnya, Ara Sirait kurang lebih mengatakan;

"Pramono Anung-Rano Karno bakal ditinggalkan pendukung nonmuslim karena didukung mantan Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan".

"RK akan jadi bapak untuk semuanya. Tidak akan takut hadapi radikalisme karena dia sudah buktikan di Jawa Barat. Dia berani hadapi radikalisme dan mempermudah perizinan rumah ibadah".

"Buat saudaraku yang umat kristiani, jangan ragu dukung RK. RK akan beri hatinya, dan dia tak membedakan agama, suku dan lainnya. Semua sama dunia punya hak yang sama di Jakarta".

Chandra berpendapat bahwa pernyataan Maruarar Sirait itu justru kental dengan unsur SARA, khawatir menimbulkan dinamika politik yang tidak baik dan tidak kondusif di dalam menciptakan iklim politik.

"Isu SARA, radikalisme, intoleran dan Pancasila adalah narasi polarisasi yang bersifat indelingsbelust (pengkotak-kotakan) yang mengarah pecah belah," ujarnya.

Menurut Chandra, pada masa rezim Presiden ketujuh RI Joko Widodo (Jokowi), isu SARA, radikalisme, intoleran dan Pancasila yang terus digiring telah membuat situasi tidak nyaman di tengah-tengah masyarakat dan tidak produktif untuk kemajuan bangsa.

"Narasi pecah belah ini sangat berbahaya, dikhawatirkan mendorong terjadinya konflik sosial di akar rumput, dan khawatir menjadi legitimasi bagi kelompok tertentu untuk melakukan tindakan persekusi terhadap individu dan kelompok lain," tutur Chandra.

Selain itu, dia menilai posisi Maruarar Sirait sebagai pejabat negara, sepatutnya tidak ikut serta dalam kampanye untuk menghindari conflict of interest (konflik kepentingan).

Apabila pejabat akan terlibat dalam kampanye, katanya, sepatutnya mengundurkan diri atau cuti untuk menjaga etika. Sebab, etika adalah syarat utama tercapainya good governance pada masa Pemerintahan Presiden Prabowo (merujuk berbagai literatur Ilmu Pemerintahan, Ilmu Administrasi Publik, dan disiplin ilmu lain).

Bahwa ada yang menyatakan hal itu tidak melanggar hukum? Chandra menjelaskan bahwa koridor hukum hanya bicara boleh atau tidak, namun semestinya pejabat negara tidak hanya mempertimbangkan koridor hukum melainkan etika.

"Etika akan bicara soal pantas/patut atau tidak sebagai pejabat negara. Sepatutnya pertimbangan etika lebih menonjol, bila koridor hukum hanya bicara boleh atau tidak, maka etika akan bicara soal pantas/patut atau tidak," ucapnya.

Dia menambahkan bahwa pelanggaran etika oleh pejabat lembaga tinggi dapat menyebabkan krisis kepercayaan di masyarakat dan memicu instabilitas politik.

"Masyarakat dapat kehilangan kepercayaan terhadap nilai-nilai moral dan hukum, yang dapat mengarah pada anomi atau kekacauan sosial," kata Chandra.(fat/jpnn)

Kamu Sudah Menonton Video Terbaru Berikut ini?


Redaktur & Reporter : M. Fathra Nazrul Islam

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler