Anggap Pansel KPI Bermasalah, Sejumlah Warga Menggugat ke MK

Senin, 18 Juli 2016 – 22:02 WIB
Foto/ilustrasi: dokumen JPNN.Com

jpnn.com - JAKARTA - Proses seleksi calon anggota Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) periode 2016-2019 dianggap bermasalah. Sebab, panitia seleksi (pansel) komisioner KPI dituding membuat penafsiran sendiri atas Undang undang Nomor 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran.

Karenanya, sejumlah warga  menggugat proses seleksi komisioner KPI periode 2016-2019 ke Mahkamah Konstitusi (MK). Penggugatnya adalah Fajar A. Isnugroho (warga Sidoarjo Jawa Timur), Alem Febri Sonni (warga Makassar, Sulsel), Achmad Zamzami (aktivis muda Nahdlatul Ulama), serta Arie Andyka (praktisi hukum).

BACA JUGA: Sanusi Akui Nyari Duit untuk Maju Jadi Gubernur

Selain itu ada pula lembaga yang juga mengajukan gugatan. Yakni Majelis Sinergi Kalam (MASIKA) Ikatan Cendikiawan Muslim se-Indonesia (ICMI) wilayah Sulawesi Selatan. Gugatan MASIKA diwakili oleh Muh. Ashry Sallatu selaku ketuanya.

Fajar mengatakan, hal yang dipersoalkan adalah pembentukan Pansel KPI oleh pemerintah, dalam hal ini Kementerian Komunikasi dan Informatika. Menurutnya, menyerahkan pembentukan pansel kepada pemerintah selain melanggar Undang Undang Penyiaran juga mengancam posisi KPI sebagai lembaga negara independen dan mewakili masyarakat.

BACA JUGA: Fahri Hamzah: Pemerintah Harus Hargai Proses Hukum Vaksin Palsu

“Ini mengancam sistem demokrasi dan kemerdekaan pers. Dominasi pemerintah berpotensi menghasilkan pengawas penyiaran yang terkooptasi oleh kepentingan kekuasaan terhadap pers, apalagi terdapat lembaga penyiaran yang dimiliki oleh pemimpin partai yang berkoalisi dengan pemerintah,” katanya usai mendaftarkan guugatan ke MK, Senin (18/7).

Ia menegaskan, dominasi pemerintah dalam proses seleksi komisioner KPI akan membahayakan fungsi pers sebagai pengawas kekuasaan sekaligus pilar ke-empat demokrasi. Fajar bahkan menyebut Pansel KPI telah melanggar UU Penyiaran.

BACA JUGA: Kapolda Sulteng Sebut Satu Mayat Memang Persis Santoso

Ia lantas mengutip Pasal 61 ayat (2) UU Penyiaran yang mengatur keterlibatan pemerintah dalam menentukan calon anggota KPI. Pasal itu menyebutkan, untuk pertama kalinya pengusulan anggota KPI diajukan oleh Pemerintah atas usulan  masyarakat kepada Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia.

Fajar juga menuding pansel telah membuat tafsiran sendiri tentang persyaratan umur calon anggota KPI. Merujuk pada 10 ayat (1) UU Penyiaran, Fajar menegaskan bahwa tidak ada persyaratan tentang umur.

“Akan tetapi Pansel KPI melakukan tafsir yang berbeda dengan mensyaratkan usia minimal 30 tahun dan tidak menjadikan persyaratan usulan masyarakat dalam proses seleksi. Hal ini sangat diskriminatif terhadap warga negara karena tidak memiliki dasar hukum yang jelas,” tegasnya.

Fajar mengatakan, diskriminasi itu bertentangan dengan Pasal 28J ayat (2) UUD 1945. “Melalui gugatan ini, pemohon mengajukan permohonan kepada majelis hakim konstitusi untuk memberikan tafsir yang tidak bertentangan dengan UUD 1945 dan melarang adanya tafsir yang berbeda terhadap Pasal 10 ayat (1) dan Pasal 61 ayat (2) UU Penyiaran,” pungkasnya.(ara/jpnn)

 

BACA ARTIKEL LAINNYA... Raih Hotel Terbaik di Dunia, Bupati Sumba Barat Akui Banyak PR


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler