jpnn.com - JAKARTA - Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi (MK) dibuat pusing oleh pemohon dalam sidang uji materi Undang-Undang Nomor 2 tahun 2002 tentang Kepolisian dan UU Nomor 22 tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (UU LLAJ). Pasalnya, ada tanda tangan yang diduga palsu dari berkas pemohon.
Anggota Majelis Hakim Konstitusi Maria Farida Indrati adalah salah satu yang membeberkan masalah temuan tanda tangan yang berbeda (diduga palsu, red) antara permohonan awal atau pendahuluan yang diajukan oleh pemohon dengan permohonan perubahan.
BACA JUGA: Kemendagri Kembalikan 139 Perda Penghambat Investasi
“Ada perbedaan yang sangat besar yakni kuasa hukumnya. Tanda tangan kuasa hukumnya saya melihatnya seperti ditandatangani oleh satu orang dalam perbaikan permohonan. Karena ini berbeda sekali dengan permohonan awal,” ujar Maria Farida di sela tanya jawab uji materi sidang terkait kewenangan Kepolisian menerbitkan Surat Izin Mengemudi (SIM) di ruang sidang Gedung MK, Jakarta Pusat, Kamis (1/10).
Menanggapi hal ini, Hakim Ketua Arief Hidayat meminta kuasa hukum pemohon untuk segera mengklarifikasi pertanyaan Maria. Jika tanda tangan tersebut terbukti palsu, maka pemohon dianggap mempermainkan sidang di MK.
BACA JUGA: Ini Lho Imbasnya Jika Jokowi Minta Maaf ke PKI
“Ini sangat bahaya. Saya mohon pihak terkait (kepolisian) bisa lihat di situ. Nanti coba dilihat,” ujar Arief.
Arief mengingatkan jangan sampai di MK terjadi penyimpangan. Tidak seharusnya, menurut Arief, institusi peradilan yang dianggapnya mulia, pemohon malah memalsukan tanda tangan.
BACA JUGA: Dianggap Berhasil, Indonesia Tuan Rumah Konferensi Parlemen Antikorupsi Dunia
Menjawab hal ini, pemohon Erwin Natosmal Oemar mengatakan, dalam proses permohonan ini ia mengakui memang diajukan secara terburu-buru. Tapi ia menegaskan bukan berarti para pemohon mengabaikan proses detail soal tanda tangan tersebut.
“Ini terbukti dari adanya pemberitahuan mengenai perubahan pasal hukum maupun yang tidak kami tandatangani. Jadi yang tanda tangan orangnya langsung. Itu bisa dikonfirmasi ke masing-masing,” ujar Erwin.
Atas temuan itu, hakim Arief meminta Kartu Tanda Penduduk (KTP) dari kuasa hukum pemohon khususnya yang membubuhkan tanda tangan untuk diserahkan ke paniteraan MK dan diperiksa kembali.
“Polri sebagai pihak terkait dalam kasus kami minta klarifikasi dan identifikasi tanda tangan, Polri betul-betul bisa independen. Artinya keterangan itu kalau memang tanda tangannya otentik, katakan otentik. Kalau tidak, katakan tidak otentik. Karena bisa berakibat kalau ini palsu maka permohonan ini gugur,” tegas Arief.
Arief menambahkan, pemalsuan tanda tangan ini bisa dikatakan pidana. Tapi karena bukan delik aduan maka, MK mempersilakan Polri yang menangani persoalan tersebut. Ia pun meminta Polri independen dalam mengusut dugaan tersebut.
Arief memberi batas waktu pada sidang selanjutnya, pekan depan, identifikasi tanda tangan tersebut bisa diputuskan keasliannya. Sebab hal ini berhubungan dengan kelanjutan uji materi tersebut.
“Ini untuk menjaga kewibawaan mahkamah. Kalau ada permohonan dengan tanda tangan palsu, itu melecehkan mahkamah. Para hakim sepakat harus kami jaga bersama kewibawaan mahkamah. Karena itu, saya minta pada Polri meskipun sebagai pihak terkait yang berkenaan dengan permohonan ini, saya mohon Polri tetap independen,” tegas Arief.(flo/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Haji Lulung Klaim Dirinya Super Aktif Penuhi Panggilan Bareskrim
Redaktur : Tim Redaksi