Anggaran Bansos yang Dikucurkan Jokowi Berkurang, Hidayat Ingatkan Tri Rismaharini

Selasa, 05 Januari 2021 – 16:42 WIB
Wakil Ketua MPR RI Hidayat Nur Wahid. Foto : Ricardo

jpnn.com, JAKARTA - Wakil Ketua MPR Dr. HM Hidayat Nur Wahid MA, mengapresiasi program bantuan sosial (bansos) tunai yang diluncurkan oleh Presiden Jokowi, yang sudah diusulkan oleh banyak pihak.

Namun, ia menyayangkan  pengurangan total anggaran perlindungan sosial dari Rp 128,9 triliun pada 2020, menjadi Rp 110 triliun di 2021.

BACA JUGA: Presiden Jokowi Meminta Jajarannya Jangan Sunat Bansos

Secara khusus, bansos tunai dari Rp 39 triliun pada 2020, dan menjadi Rp 12 triliun di 2021, atau berkurang Rp 27 triliun.

Hidayat menegaskan seharusnya pemerintah menambahkan anggaran bansos bukan malah memotongnya.

BACA JUGA: Bang Azis Dukung Pernyataan Jokowi Terkait Kawal Ketat Penyaluran Bansos

Menurutnya, hal itu selain mengembalikan kepercayaan rakyat akibat korupsi dana program bansos yang melibatkan Menteri Sosial Juliari Batubara, juga untuk meringankan beban  akibat Covid-19.

Pasalnya, pandemi Covid-19, mengakibatkan lonjakan jumlah pengangguran dan meningkatnya angka kemiskinan yang masih akan terbawa hingga 2021.

BACA JUGA: HNW: Iming-iming Rp 28 Triliun Pelecehan AS terhadap Indonesia

Karena itu, HNW meminta Mensos Tri Rismaharini dan Kemensos sebagai pelaksana anggaran untuk memprioritaskan perjuangan peningkatan anggaran perlindungan sosial dan bansos tunai khususnya, minimal sama dengan 2020.

Selain itu Mensos Risma juga harus  memastikan validitas data penerima bansos, dan menjaga agar benar-benar tidak terjadi pemotongan bantuan di lapangan.

“Pada dasarnya saya apresiasi peluncuran bansos tunai yang menggantikan bansos sembako, tapi setelah saya cek, kenapa anggarannya berkurang besar sekali hingga Rp 27 triliun?" kata Hidayat dalam siaran persnya, Selasa (5/1).

Artinya, lanjut Hidayat, akan banyak penerima bansos 2020 yang belum bangkit ekonominya akibat Covid-19, malah makin banyak lagi yang tidak mendapatkan bantuan tunai dari pemerintah.

Anggota Komisi VIII DPR Fraksi PKS itu menjelaskan bansos tunai tahun  2021 yang diluncurkan Presiden Jokowi merupakan kelanjutan dari bansos tunai non-Jabodetabek dan bansos sembako Jabodetabek, sebagai bagian dari program perlindungan sosial.

Pada 2020, kata dia, bansos tunai non-Jabodetabek mendapatkan alokasi anggaran Rp 32,5 triliun dan bansos sembako Jabodetabek dialokasikan Rp 6,5 triliun, sehingga total Rp 39 triliun.

Namun, pada 2021 sebagai keberlanjutan kedua bansos tersebut, anggarannya dikurangi hingga tinggal Rp 12 triliun, artinya terdapat pemotongan Rp 27 triliun.

Padahal, berdasar data Badan Pusat Statistik (BPS), sepanjang 2020 setidaknya 5,1 juta orang kehilangan pekerjaan, 24 juta orang mengalami pengurangan jam kerja, dan jumlah penduduk miskin meningkat hingga 27 juta jiwa.

"Ini belum memasukkan jumlah penduduk sangat rentan miskin yang telah diselamatkan oleh bansos sebanyak 3,4 juta jiwa menurut klaim menkeu, atau 8,5 juta menurut perhitungan Bank Dunia," jelasnya.

Karena itu, sosok yang karib disapa HNW itu meminta Mensos Tri Rismaharini fokus memprioritaskan pengembalian anggaran bansos minimal sama dengan 2020.

Tugas penting dan mendesak lain bagi Mensos Tri Rismaharini adalah memastikan validitas dan verifikasi data, serta mekanisme kontrol dan pelaporan pelaksanaan program bantuan sosial tunai secara nasional.

Dia menegaskan hal ini penting agar korupsi yang telah menjatuhkan Mensos Juliari Batubara tidak terulang. 

Hidayat mencontohkan 2020 misalnya, ada 92 kabupaten/kota yang belum melakukan updating data sama sekali, 319 kabupaten/kota baru melakukan updating di bawah 50 persen  dan hanya 103 yang melakukan updating di atas 50 persen sejak 2015.

Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) bahkan menemukan hanya 29 kabupaten/kota  yang tertib melakukan updating. Terbaru, kata dia, di Jember, Minggu (3/1) ditemukan ratusan PNS dan 3.783 warga yang telah meninggal justru ikut terima bansos.

Ia mengingatkan selain masalah data yang simpang siur, pemotongan bansos juga jangan sampai terulang lagi. Sebab, katanya, banyak laporan di lapangan ada yang mendatangi rakyat mengatasnamakan pihak tertentu dan memberlakukan pemotongan sesudah diserahterimakan oleh pemerintah.

"Modus sejenis itu yang mengakibatkan Mensos Juliari ditangkap KPK. Oleh karena itu Presiden Jokowi penting untuk tidak cukup hanya menyampaikan “jangan Ada pemotongan”, tetapi harus diawasi betul. Sebab sudah terjadi Mensos tidak memotong, tetapi rekanan yang memotong dan memberikan fee kepada Menteri," kata Hidayat.


Karena itu, ia menegaskan Mensos Trismaharini harus fokus melakukan pengawasan dan pengawalan agar korupsi tidak terjadi lagi.

Supaya rakyat korban Covid-19 benar-benar merasakan hadirnya negara. Supaya terjadi pengawasan yang komprehensif,  agar rakyat berani menolak dan melaporkan bila ada yang lakukan pemotongan dengan dalih apa pun.

Dia menambahkan Kemensos juga harus mempersiapkan mekanisme pelaporan yang mudah diakses oleh Publik.

Supaya anggaran bansos tunai itu benar-benar membantu rakyat terdampak Covid-19. "Dan, agar korupsi dana bansos tidak terulang lagi," pungkasnya. (*/jpnn)

Simak! Video Pilihan Redaksi:


Redaktur & Reporter : Boy

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler