HNW: Iming-iming Rp 28 Triliun Pelecehan AS terhadap Indonesia

Selasa, 29 Desember 2020 – 20:38 WIB
Wakil Ketua MPR RI Hidayat Nur Wahid di diskusi Empat Pilar MPR beberapa waktu lalu. Foto : Ricardo

jpnn.com, JAKARTA - Wakil Ketua MPR RI Dr HM Hidayat Nur Wahid, MA mengapresiasi sikap MUI, NU, Muhammadiyah, ketua DPR, Fraksi PKS DPR RI, dan elemen masyarakat lain, yang menolak wacana normalisasi hubungan Indonesia dengan Israel.

Menurut Hidayat, wacana normalisasi itu digencarkan sejumlah pihak termasuk media Israel, yang mengopinikan seolah-olah Indonesia bakal mengikuti langkah beberapa negara di Timur Tengah, tetapi Indonesia tidak akan melakukan normalisasi hubungan dengan Israel. 

BACA JUGA: Presiden Palestina Apresiasi Indonesia Tolak Normalisasi dengan Israel, Begini Respons HNW

Sosok yang akrab disapa HNW ini menilai keputusan ormas, partai politik dan ketua DPR, itu sejalan dengan sikap menyejarah Indonesia.

Termasuk sikap resmi Presiden Joko Widodo (Jokowi) yang disampaikan langsung melalui telepon kepada Presiden Palestina Mahmoud Abbas  bahwa Indonesia tidak mengikuti arus normalisasi dengan Israel. 

BACA JUGA: HNW: Jokowi Harus Konsisten Penuhi Janji Memerdekakan Palestina

Indonesia konsisten dengan sikap dasarnya untuk membela Palestina menjadi negara merdeka dengan Ibu Kota Yerusalem Timur. 

Dalam posisi ini, HNW menilai manuver politik Amerika Serikat (AS) patut dicurigai.

Terlebih, kata dia, ketika Donald Trump yang berada di bulan terakhir kekuasaannya, mencoba memperdagangkan pengaruhnya dan mengiming-imingi dana investasi USD 2 miliar atau setara kurang lebih Rp 28,35 triliun bila Indonesia mau menormalisasi hubungan dengan Israel.

Pernyataan tersebut sebagaimana dinyatakan melalui Kepala lembaga investasi AS untuk luar negeri (DFC) Adam Boehler, Senin (21/12/2020).

HNW yang juga anggota DPR Dapil II DKI Jakarta II itu mengecam iming-iming investasi AS agar Indonesia ikut melakukan normalisasi hubungan dengan Israel.

“Itu jelas pelecehan terhadap kedaulatan Indonesia yang secara historis dipeganginya sejak zaman Presiden Soekarno dan seterusnya," kata HNW dalam keterangan tertulisnya, Selasa (29/12).

HNW menegaskan muruah dan jati diri bangsa itu sangat mahal dan tentunya tak bisa dibeli apalagi dengan harga murah "hanya" Rp 28,35 triliun.

Karena, kata HNW, dari tenaga kerja migran Indonesia saja, bisa dihadirkan devisa senilai Rp 157 triliun.

Apalagi, ujar dia, iming-iming itu jelas melecehkan sikap rakyat dan pemerintah Indonesia.

"Sebagaimana disampaikan oleh MUI, NU, Muhammadiyah, juga orpol seperti PKS dan Gerindra, juga parlemen (ketua DPR), bahkan Menlu RI dan Presiden RI,” ungkap HNW.

Ia menilai iming-iming yang bisa jadi sogokan untuk pemerintah Indonesia,  tersebut membuktikan bahwa normalisasi dengan Israel tidak ada hubungannya dengan membantu Palestina untuk mendapatkan kemerdekaannya.

Melainkan lebih merupakan proyek ekonomi dan bisnis yang diperkirakan menguntungkan bagi negara yang melakukan normalisasi dan Israel serta sponsornya, AS.

“Sebaliknya justru sangat merugikan kepentingan politik, ekonomi, sosial serta perjuangan Palestina untuk mendapatkan pengakuan sebagai negara yang merdeka secara penuh," katanya.

Menurut dia, yang akan terjadi adalah makin banyak negara yang meakui Israel sebagai negara bukan penjajah, dengan Yerusalem sebagai ibu kota abadinya.

Faktanya, Israel masih menjajah Palestina bahkan menolak resolusi Dewan Keamanan / Sidang Umum PBB untuk mengakui Palestina sebagai negara merdeka dengan Yerusalem Timur sebagai ibu kotanya.

"Itulah yang sering disebut sebagai two state solution. Maka wajar bila pihak yang paling pertama menolak normalisasi dengan Israel adalah Palestina, karena Palestina-lah yang paling dirugikan,” kata HNW lagi. 

Wakil ketua Majelis  Syura PKS itu menyarankan Presiden Jokowi agar secara terbuka menolak iming-iming sogokan itu.

Pada saat bersamaan, lanjut dia, Presiden Jokowi perlu menyampaikan kembali pernyataan jujurnya bahwa Indonesia punya utang terhadap Palestina. 

Yaitu hadirnya Palestina sebagai negara yang merdeka, sebagaimana negara-negara merdeka lainnya.

HNW memandang pentingnya penolakan serius terhadap isyarat pihak AS dan Israel untuk mewujudkan normalisasi Indonesia dengan Israel.

Baik berupa iming-iming investasi dari AS, maupun ketika Menteri Kerja Sama Regional Israel Ofir Akunis  mengisyaratkan normalisasi Israel dengan negara Muslim “yang tidak kecil” di Asia, Rabu (23/12). 

“Jika sebelumnya Jokowi meyakinkan Mahmoud Abbas, kini saatnya Presiden Joko Widodo meyakinkan pemerintahan baru di AS dan dunia internasional bahwa Indonesia tidak terpengaruh oleh isyarat-isyarat tersebut," sarannya.

"Indonesia konsisten memegangi kesepakatan Internasional terkait Palestina, dan tetap menolak normalisasi dengan Israel demi terwujudnya negara Palestina yang merdeka dan berdaulat,” lanjut dia.

HNW mengusulkan  Presiden Jokowi agar menegaskan penolakan tersebut sesegera mungkin baik di akhir 2020 ataupun di awal 2021.

Selain menegaskan posisi Indonesia kepada pemerintahan AS mendatang, dan negara-negara OKI, sebagaimana sudah Presiden Jokowi nyatakan saat jadi tuan rumah KTT LB OKI di Jakarta tahun 2016, juga saat menghadiri SU PBB secara virtual pada 2020, penyampain sikap oleh Jokowi sangat penting.

"Penyampaian sikap terbuka Presiden  dapat menjadi pesan pemersatu bagi lanskap politik Indonesia pada hari-hari ini. Tentu akan menguatkan komitmen untuk membantu Palestina, jika Presiden Jokowi juga sekaligus menyatakan membatalkan calling visa untuk Israel,” tutup HNW. (*/jpnn)

Yuk, Simak Juga Video ini!


Redaktur & Reporter : Boy

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler