jpnn.com, JAKARTA - Anggaran belanja pemerintah pusat pada 2019 lebih rendah 0,25 daripada tahun ini yang mencapai Rp 855,4 triliun.
Jumlahnya sekitar Rp 854 triliun. Meski sudah diperhitungkan dengan serius, pagu indikatif anggaran 2020 yang ditetapkan sejak sekitar dua bulan lalu itu masih bisa berubah.
BACA JUGA: Peraturan Terbaru Tarif Pajak Properti Mewah
Dirjen Anggaran Kementerian Keuangan (Kemenkeu) Askolani mengatakan, fokus pemerintah pusat tahun depan adalah peningkatan kualitas SDM.
BACA JUGA: Prediksi IHSG dan Kurs Rupiah Pekan Ini
BACA JUGA: Publik Tunggu Langkah Berani Presiden Jokowi Terkait Pengembangan SDM
Tepatnya, peningkatan kualitas tenaga kerja, infrastruktur pendidikan, dan perlindungan sosial.
Pada tahun-tahun anggaran sebelumnya, pemerintah fokus pada belanja infrastruktur fisik saja.
BACA JUGA: Pendidikan Karakter dan Penguatan Literasi Harus Dimulai Sejak Dini
Asko, sapaan Askolani, menuturkan bahwa pemerintah memang sedang menuju era efisiensi.
Artinya, pemerintah menghendaki penganggaran yang lebih efektif dan memperhatikan risiko perekonomian global.
Karena itu, pagu indikatif anggaran turun, namun tetap disesuaikan dengan kemampuan instansi masing-masing untuk melakukan efisiensi.
’’Lebih banyak ke belanja yang produktif. Sementara itu, kerja sama dengan BUMN dan swasta masih bisa dilakukan untuk program-program infrastruktur,’’ kata Asko saat rapat bersama Badan Anggaran (Banggar) DPR RI, Kamis (27/6).
Selama lima tahun terakhir, secara keseluruhan, belanja pemerintah pusat naik 8,2 persen tiap tahun.
Untuk belanja pegawai, rata-rata anggaran naik 9,5 persen. Sementara itu, belanja barang dan belanja modal masing-masing naik 14,3 persen dan 4,1 persen.
Asko menyatakan, belanja modal masih tetap akan meningkat. Namun, belanja modal yang dimaksud adalah yang arahnya bertujuan meningkatkan aset.
Misalnya, belanja modal tanah, peralatan dan mesin, gedung dan bangunan, jalan, irigasi, serta jaringan.
Kebijakan itu memaksa pemerintah pusat pandai menyeimbangkan belanja dengan penerimaan negara.
Padahal, pemerintah telah mengeluarkan berbagai insentif fiskal. Belanja perpajakan (tax expenditure) pun diprediksi meningkat.
Apalagi, dari tax expenditure tersebut, ada subsidi pajak yang bakal dialokasikan ke sektor-sektor strategis. Contohnya, industri dan perdagangan.
’’Bentuknya insentif. Jadi, pajaknya ditanggung pemerintah,’’ ucap Asko.
Total tax expenditure itu diperkirakan Rp 150 triliun. Menurut dia, efisiensi K/L dan tax expenditure yang dikeluarkan pemerintah tersebut sudah diperhitungkan dengan matang dan menggunakan risiko yang terukur.
Selain itu, perubahan penganggaran masih mungkin terjadi sampai nota keuangan dibacakan presiden RI pada pertengahan Agustus mendatang.
Sebelumnya, Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kemenkeu Suahasil Nazara mengungkapkan bahwa tax expenditure menjadi risiko pemerintah yang memberikan insentif fiskal.
Namun, langkah tersebut memang harus diambil karena pemerintah ingin meningkatkan pertumbuhan ekonomi di tengah kondisi global yang tidak pasti.
’’Kita harus bisa bertahan dan kalau bisa tetap tumbuh meski ada perang dagang,’’ jelasnya. (rin/c20/hep)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Jokowi Diminta Ambil Langkah Besar Peningkatan Kualitas SDM
Redaktur : Tim Redaksi