JAKARTA - Guru Besar Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia (UI) Prof Hasbullah Thabrany menilai, komitmen Indonesia sangat rendah dalam membiayai pelayanan kesehatan masyarakatIni dilihat dari alokasi anggarannya yang kurang dari 2 persen dalam Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN).
Hal ini jauh berbeda dengan negara-negara tetangga yang menganggarkan biaya kesehatan masyarakatnya cukup tinggi seperti, Malaysia, Thailand, dan Timor Leste yang telah mengganggarkan dana kesehatan sebesar 12 persen
BACA JUGA: Dihantam Roket, Dua Pelajar Indonesia Tewas di Yaman
“Jangan heran jika nanti Timor Leste akan memiliki generasi yang lebih baik daripada kita
Dijelaskan, hak untuk mendapatkan pelayanan kesehatan yang memadai terkait dengan hak untuk hidup
BACA JUGA: Nazar Ibaratkan Busyro Seperti Pemain Sinetron
Misalnya, jika ada seseorang membutuhkan perawatan intensive care unit (ICU) atau operasi, tetapi tidak memiliki uang muka, ia tidak dapat pelayanan yang memadaiBACA JUGA: Menlu: Indonesia Tetap Kembangkan Energi Nuklir
Apakah ini bukan pembunuhan,” tanyanya.Menurutnya, konsep pelayanan kesehatan di Indonesia, pemerintah tidak melayani dan menyehatkan rakyatnya, tetapi “berjualan” pelayanan kesehatan“Seharusnya rakyat harus dilayani, bukan untuk mendapatkan pelayanan kesehatan rakyat harus bayar seperti konsep berjualan, ini semakin dominan di Indonesia,” ucapnya.
Ia membantah pernyataan yang kerap dilontarkan oleh pejabat pemerintah bahwa yang berhak jaminan pelayanan kesehatan hanya fakir miskin dan anak-anak telantar“Iya itu UUD 1945 yang lama, tetapi dalam Pasal 34 ayat (2), (3) UUD 1945 amandemen yang intinya menginginkan hak jaminan kesehatan untuk seluruh rakyat,” katanya lagi.
Ia menilai rendahnya anggaran kesehatan mengakibatkan SDM bangsa Indonesia kurang produktif, kompetitif dan kreatif“Sebetulnya boleh saja pemerintah mensubsidi BBM, tetapi seharusnya melakukan kewajibannya untuk mensubsidi kesehatan masyarakat terutama bagi yang orang sakit yang tidak mampu,” katanya“Anggaran kesehatan dalam APBN dan APBD selama ini telah melanggar hak rakyat khususnya hak untuk hidup.”
Beberapa LSM yang tergabung dalam Koalisi APBN untuk Kesejahteraan Rakyat kembali menguji UU11/2011 tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan (APBN-P) Tahun Anggaran 2011Para pemohon di antaranya IHCS, FITRA, dan PRAKARSAMereka menilai postur APBN-P 2011 masih jauh dari semangat konstitusi 'untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat'.
Pemohon mencontohkan anggaran kesehatan di luar komponen gaji hanya mengalokasikan sebesar Rp24,98 trilyun atau 1,89 persen dari total APBN 2011Padahal, Pasal 171 ayat (1) UU No 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan telah mewajibkan alokasi lima persen untuk anggaran kesehatan dalam APBN.
Menurutnya, APBN-P 2011 justru lebih banyak digunakan untuk hal-hal tak jelas pertanggungjawabannya demi memenuhi kepentingan pemerintah dan DPRSebut saja, alokasi anggaran rencana untuk pembelian pesawat kepresidenan sebesar Rp339,296 miliar pada 2012, pembangunan gedung baru DPR sebesar Rp800 miliar, dan studi banding anggota DPR yang tak jelas pertanggungjawabannya(kyd/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Marzuki Akui Nazar Temui SBY Sebelum Kabur
Redaktur : Tim Redaksi