Anggaran Pertahanan Negara Dikorupsi Berdampak Pada Pertahanan

Kamis, 15 Desember 2016 – 18:53 WIB
IST

jpnn.com - JAKARTA - Wakil Ketua KPK Laode M Syarif menyesalkan masih ada praktik korupsi dalam pengadaan proyek yang dibiayai Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan 2016.

 

BACA JUGA: Pemerintah Bakal Biayai Program KTP Anak di 50 Daerah

Terlebih lagi, suap menyuap itu terkait proyek pertahanan yang punya nilai strategis kepada kondisi negara.

 

BACA JUGA: KPK Bidik Pihak Lain Suap Proyek Bakamla

"Pengadaan ini strategis untuk keamanan dan ini penting. Anggaran pertahanan negara dikorupsi bisa berdampak pada pertahanan," kata Syarif di kantor KPK, Kamis (25/12).

Syarif mengatakan, Bakamla punya tiga proyek strategis yang keseluruhan bernilai Rp 400 miliar pada 2016.

BACA JUGA: Revisi UU ASN Dilakukan Usai Reses

Salah satunya pengadaan satelit monitor di Bakamla bernilai Rp 200 miliar yang dalam pengadaannya terjadi praktik suap menyuap.

"Jadi Rp 200 miliar untuk (pengadaan satelit monitoring)," kata dia.

Sebelumnya, KPK menetapkan empat tersangka dalam suap menyuap proyek tersebut. Mereka adalah Deputi Informasi Hukum dan Kerja Sama Bakamla Eko Hadi Susilo, Direktur PT Melati Technofo Indonesia Fahmi Darmawansyah serta dua anak buahnya Hardy Stefanus dan Muhammad Adami Okta.

Eko diduga menerima suap Rp 2 miliar dalam bentuk uang pecahan dollar Amerika Serikat dan Singapura di kantor Bakamla, Jalan Dr Soepomo, Rabu (14/12).
Hardy dan Adami ditangkap di parkiran Bakamla setelah menyerahkan duit ke Eko.

Sedangkan Eko ditangkap di ruang kerjanya beberapa saat kemudian. Namun, penyidik yang memburu Fahmi di kantornya, Jalan Imam Bonjol, tidak berhasil menemukan pria yang disebut-sebut suami artis Inneke Koesherawaty itu.

Sementara Fahmi sudah ditetapkan sebagai tersanga dan diimbau menyerahkan diri.

Syarif mengatakan, berdasarkan informasi yang diperoleh Eko dijanjikan fee 7,5 persen atau Rp 15 milia dari nilai proyek Rp 200 miliar.

"Dengar-dengar persetujuan 7,5 persen. Ini sepertinya pemberian pertama kalau tidak salah," kata komisioner berlatar belakang akademisi di Universitas Hasanuddin, Makassar, Sulawesi Selatan, itu. (boy/jpnn)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Diterima Pimpinan DPR, Ini Lima Tuntutan Honorer


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler