jpnn.com - APA yang tampak di muka, belum tentu seindah di punggung. Perumpamaan itu terjadi pada personel Basarnas. Keberhasilan menjadi tim SAR terbaik di Asia sayangnya tak dibarengi dengan tingkat kesejahteraan yang mumpuni.
Berdasar pada pola penggajian Pegawai Negeri Sipil (PNS), besaran gaji yang diterima oleh pegawai Basarnas per bulannya ditentukan oleh golongan mereka di PNS. Golongan ini mengacu pada lama kerja kerja menjadi PNS.
Tentu jumlah tersebut pun terasa kurang pas dibanding dengan resiko besar yang harus mereka terima. Terlebih bagi mereka yang masuk dalam tim rescuer, yang notabene memiliki resiko cedera bahkan kehilangan nyawa.
BACA JUGA: Dibekali Kemampuan Menyelam, Terjun Bebas, hingga Menembak
”Karenanya, kita ada yang namanya tunjangan resiko tinggi,” ujar Kasubag Humas dan Media, Basarnas, Yusuf Latif.
Agar lebih adil, besaran tunjangan resiko tinggi ini disesuaikan pos masing-masing anggota Basarnas. Semakin tingggi resiko yang harus ditempuh, maka semakin besar tunjangan yang akan diberikan.
BACA JUGA: Zulkifli Hasan jadi Kuda Hitam di Kongres PAN
Sejauh ini, besaran tunjangan resiko tinggi paling besar berjumlah Rp 1 juta per bulan. ”Tentu tim rescuer yang memiliki tunjangan resiko paling tinggi. Kalau besarannya, tergantung. Macam-macam,” ungkap pria kelahiran Ujung Pandang itu.
Untuk mendapatkan tunjangan bulanan itu pun tidak mudah. Tunjangan bisa didapat jika anggota Basarnas telah lulus ujian SAR Dasar. Proses ujian akan dilaksanakan dalam jangka waktu sebulan.
Dalam ujian tersebut, para anggota SAR wajib belajar teknik-teknik penyelamatan dasar baik untuk diri sendiri maupun orang lain. Selain itu, mereka akan digembleng secara fisik dan mental.
Tak jarang, uji fisik dilakukan dengan kegiatan outbound seperti naik gunung atau tower. Ujian ini berlaku untuk seluruh anggota Basarnas, baik petugas lapangan maupun petugas di kantor. "Kalau gagal, mereka harus ulangi lagi tahun depan,” katanya.
Lalu bagaimana dengan tunjangan saat seorang sedang melaksanakan tugas berhari-hari? Seperti dalam proses pencarian AirAsia QZ8501 misalnya? PNS golongan 3B itu mengaku, remunerasi merupakan hal yang tidak pasti. Terkadang, ada tambahan yang bisa dibawa pulang. Namun tak jarang pula mereka pulang hanya dengan membawa banyak pakaian kotor.
Kendati demikian, diakui Yusuf, besarnya gaji tidak menjadi prioritas utama. Baginya, dapat menyelamatkan korban dalam keadaan selamat adalah kepuasan terbesar.
BACA JUGA: Mustahil Ada Penerbangan jika Tak Ada Izin
”Saat bertugas, bagi kami melaksanakan tugas adalah tujuan utama. Untuk urusan itu (remunerasi), urusan nanti,” ungkapnya.
Hal yang sama juga dirasakan oleh sang istri Mei Rita Janis. Bagi perempuan 35 tahun itu, kepulangan suaminya dalam kondisi sehat merupakan hal terpenting. Sebab, diakui Rita, tak jarang sang suami pulang dalam kondisi cedera. Apalagi saat Yusuf masuk menjadi tim rescuer selama 10 tahun, sejak tahun 1993.
Meski hidup dalam bayang-bayang rasa cemas, Rita mengaku telah siap sepenuhnya sejak awal. Karena, sebelumnya ia telah mendapat penjelasan terkait pekerjaan Yusuf sebelum menikah dengannya. Penjelasan itu pun dilakukan langsung oleh perwakilan pihak Basarnas.
Perlakuan itu bukan hanya padanya, namun pada seluruh calon istri dari anggota Basarnas. ”Ini kan memang resiko. Tentu harus siap. Banyak-banyak berdoa saja,” tuturnya.
Yusuf sendiri sempat merasa was-was jika sang istri akan kabur mendengar penjelasan yang diberikan oleh kepala Basarnas tempatnya bekerja saat itu. ”Karena uda terlanjur cinta kali ya. Jadi ya menikah juga akhirnya,” ujarnya kemudian tertawa.
Dalam menjalankan tugasnya, ada satu kelemahan yang kadang membuat dia ingin segera pulang. Yakni bila sang anak M. Fathullah Fitroh Yusuf (11) sudah mulai bertanya kapan ia akan pulang.
Setelah dijawab oleh Yusuf, siswa kelas 5 SD itu akan menandai hari kepulangan sang ayah. Bila tak kunjung sampai rumah, ia akan kembali bertanya kapan sang ayah akan pulang. ”Dia sih nanyanya selalu, papa kapan pulang. Udah kalau itu cuma bisa diam aja,” tuturnya.
Dengan segala masalah yang ia hadapi, Yusuf mengaku tidak pernah menyesal masuk menjadi tim penyelamat. Ia justru bangga bisa mengabdi pada negara dan membantu sesama.
Meski tak jarang pula, atas kerja keras yang ia dan tim lakukan, mereka tak pernah menjadi sorotan. Ia percaya, Tuhan tahu siapa yang telah bekerja keras untuk melakukan penyelamatan. Ia justru memilki harapan-harapan tinggi untuk Basarnas.
Pria yang telah mengabdi selama 21 tahun itu berharap seluruh sarana dan prasarana Basarnas dalam dilengkapi dengan peralatan-peralatan canggih. Sehingga ke depan, seluruh proses SAR dapat sepenuhnya dilakukan oleh Basarnas tanpa bergantung pada sistem lembaga lain.
"Sederhananya saja, misal untuk boat. Saat ini kan kapal masih fiber. Mungkin nanti bisa diganti dengan yang lebih canggih. Karena kan kita perlu melakukan update,” ungkapnya.
Dalam kesempatan itu, ia turut meluruskan dugaan masyrakat yang menyebut pihaknya hanya bekerja pada saat terjadi bencana besar. Ia menegaskan, bahwa hal itu salah. ”Setiap hari ada sekitar 20 file aktif penyelamatan yang dilakukan oleh Basarnas di seluruh Indonesia. bahkan tidak pernah ada jeda kosong,” jelasnya.
Selain tetap melakukan pertolongan SAR, peningkatan kekuatan dan kualitas juga terus diasah setiap harinya. Mulai dari kekuatan fisik, latihan pola pikir, hingga kekuatan teknik SAR paling baru.
“Kita nggak sama dengan penjual peti mati. Saat ada yang meninggal kita untung. Justru, kita harus siap terus. Karena kita selalu berperinsip, kejadian musibah kapan pun dimana pun bisa terjadi. Sehingga harus selalu siap,” pungkasnya.
Cerita Mahdi berbeda lagi, PNS golongan 2A ini sudah 4 tahun menjadi petugas SAR. Dia rekrutmen Basarnas Banjarmasin. Selama operasi pencarian AirAsia 8501 ini, Mahdi banyak bertugas berjaga di Posko di Pangkalan Bun. Namun bukan berarti dia tak terlibat misi penyelamatan.
’’Hari pertama dan kedua, saya berada di Kapal Rib, namun karena ombak tidak bersahabat, tim saya gagal mencapai lokasi sasaran,’’ ujar pria asal Sampit itu. Menurut dia, penugasan di posko sering dirotasi. Personel yang bertugas di titik sasaran apabila kelelahan akan digantikan di posko.
Belakangan ini Mahdi banyak menangani evakuasi jenazah, dari helikopter ke ambulans. Meski belum banyak pengalaman terlibat kejadian besar, tak jarang Mahdi harus meninggalkan keluarga saat liburan.
’’Terakhir saya terlibat SAR saat ada speed boat yang tenggelam di Sampit. Pada hari ketiga operasi saat itu lebaran haji. Tapi bagaimana lagi namanya resiko pekerjaan, gak ada libur juga,’’ paparnya.
M. Iqbal anggota Basarnas asal Jakarta punya cerita berbeda. Dia sudah tidak pulang sejak kejadian longsor Banjarnegara.
’’Setelah kejadian Banjarnegara kan dilanjut banjir di Bandung. Setelah banjir teratasi kita sempat mengira akan off, ternyata ada kejadian AirAsia ini,’’ paparnya. Di Pangkalan Bun Iqbal bertugas sebagai koordinator pengisian perbekalan, salah satunya BBM helicopter Dolphin milik Basarnas dan heli lain milik TNI. (mia/gun/kim)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Syamsul Arifin Ingin Cepat Pulang
Redaktur : Tim Redaksi