jpnn.com, JAKARTA - Anggota Komite II DPD RI Abdul Rachman Thaha ikut mengomentari kasus pelaporan terhadap penyidik KPK Novel Baswedan ke Bareskrim.
Polri perlu ekstra cermat dalam menyikapi adanya sekelompok masyarakat yang melaporkan Novel.
BACA JUGA: Gokil! Warga Satu Desa di Tuban Borong Ratusan Mobil Bareng, Ini Faktanya
"Betapa pun pelaporan ini terkesan membela Polri, tetapi penyikapan polisi akan menjadi dasar bagi masyarakat untuk menilai karakter penegakan hukum era kepemimpinan Kapolri Jenderal Listyo Sigit," tutur anggota DPD dari Sulawesi Tengah tui dalam pesan elektroniknya kepada JPNN.com, Rabu (17/2).
Dikatakannya, penegakan hukum berkarakter liberal lebih mengedepankan empati dan rehabilitasi.
BACA JUGA: IPW: Twit Novel Baswedan Bisa Merusak Hubungan KPK dan PolriÂ
Berbeda dengan penegakan hukum konservatif yang lebih menitikberatkan pada berlangsungnya mekanisme peradilan pidana.
Bagi institusi kepolisian yang konservatif, lanjut Abdul Rachman, marwah mereka selaku institusi penegakan hukum seolah hanya bisa terjaga jika suatu kasus berjalan dari penyelidikan, penyidikan, penuntutan, persidangan, dan kepenjaraan.
BACA JUGA: Istri Dipanggil Adek Sayang, Andi Naik Pitam, Jleb.. Jleb, Kantin Banjir Darah
Dengan karakternya yang lebih berempati, institusi kepolisian yang liberal berharap masyarakat bisa memahami fungsi dan peran mereka secara lebih baik.
"Untuk merealisasikannya, polisi akan terdorong membangun relasi lebih baik dan lebih saling menghargai dengan khalayak luas."
"Mengintensifkan interaksi dua arah itu pula yang menjadi cara untuk menanggapi kritik publik, terrmasuk kritik yang tak berdasar sekali pun," bebernya.
Sebaliknya, kepolisian konservatif tidak memusingkan seberapa jauh masyarakat memahami itu semua.
Bagi personel-personel konservatif, keberadaan mereka adalah untuk bekerja dan mereka abai terhadap sikap publik.
Organisasi kepolisian yang berkarakter liberal memandang bahwa orang memang bisa melakukan perbuatan pidana.
Namun, itu bukan karena si pelaku dikodratkan sebagai orang jahat. Pada sisi lain, kepolisian konservatif memilih penanganan represif karena diyakini itulah satu-satunya cara untuk melumpuhkan 'arwah' jahat si pelaku.
"Anggaplah Polri nantinya menampilkan penanganan konservatif lewat langkah tegas atas diri terlapor," ujarnya.
Pertanyaannya, lanjut Abdul Rachman Thaha, seberapa jauh hal tersebut akan berkontribusi bagi legitimasi Polri?
Apakah penanganan represif akan membuat khalayak lebih taat hukum? Juga, apakah cara konservatif akan membuat publik lebih berinisiatif untuk melaporkan tanda-tanda kejahatan ke kepolisian?
"Saya optimistis, mengefektifkan unit siber untuk memburu predator seksual, pelaku penipuan, prostitusi daring, transaksi ilegal, dan kejahatan-kejahatan lainnya yang nyata-nyata merugikan masyarakat, akan berkontribusi lebih signifikan bagi teredamnya pandangan-pandangan nyinyir terhadap institusi Polri," pungkasnya. (esy/jpnn)
Jangan Lewatkan Video Terbaru:
BACA ARTIKEL LAINNYA... Kronologi TNI-Polri Tembak Mati Anggota KKB, Sempat Ada Perlawanan, Tak Ada Ampun
Redaktur & Reporter : Mesya Mohamad