Anggota DPR Minta Limbah Abu Batu Bara Tidak Keluar dari Kategori B3

Sabtu, 13 Maret 2021 – 19:10 WIB
Limbah batu bara diminta tak keluar dari kategori B3. Foto dok Pelindo III

jpnn.com, JAKARTA - Anggota Komisi VII DPR RI Mulyanto mengingatkan, selama ini pengelolaan limbah abu batu bara sering menimbulkan keluhan masyarakat.

Dia meminta limbah abu batu bara tidak dikeluarkan dari kategori limbah bahan berbahaya dan beracun (B3).

BACA JUGA: Soal Royalti Batu Bara Nol Persen, Bisa Jadi Modus Kebocoran Keuangan Negara?

"Pembuangan cairan limbah batubara yang disalurkan ke laut ditengarai berdampak pada kehidupan nelayan yang sulit mendapatkan ikan. Mengingat 91 persen PLTU umumnya berada di pesisir," kata Mulyanto dalam keterangan tertulis di Jakarta, Sabtu (13/3).

Menurut dia, limbah abu batu bara yang mengudara didemo warga seperti di Cilacap, Marunda, Suralaya, dan tempat-tempat lainnya. Limbah itu, sambung dia, diduga menyebabkan infeksi saluran pernapasan atas (ISPA).

BACA JUGA: Harga Batu Bara Internasional Naik, Mulyanto: Pemerintah Harus Kendalikan Perusahaan Domestik

"Jika bahan tersebut dianggap bukan limbah B3, maka patut diduga limbah tersebut akan dikelola secara serampangan," papar dia.

Mulyanto minta pemerintah berlaku adil dan memperhatikan kepentingan kesehatan dan lingkungan masyarakat luas.

BACA JUGA: Pertamina Gandeng Bomba Group Kembangkan Gasifikasi Batu Bara

"Jangan kalah pada desakan pengusaha," tegas dia.

Dia juga mengingatkan, berbagai riset  termasuk yang dilakukan badan Litbang Kementerian ESDM, dalam limbah batubara banyak mengandung logam berat seperti tembaga, arsenik, kromium, merkuri, dan timbal.

"Zat-zat yang bersifat racun dalam abu batu bara ini diperkirakan tidak hanya mencemari tanah, udara dan air setempat, tetapi juga akan menyebabkan kerusakan pada kesehatan manusia melalui rantai makanan," papar Mulyanto.

Dia menegaskan, meski limbah abu batu bara bermanfaat untuk berbagai keperluan.

Dia menjelaskan, limbah itu dapat diolah menjadi berbagai produk batako, konkret penahan ombak, hingga tanah urukan.

"Namun tidak berarti dampak kesehatan lingkungan dari limbah dengan volume raksasa tersebut dapat diabaikan," imbuh dia.

Berdasarkan data Direktorat Jenderal Ketenagalistrikan Kementerian ESDM pada tahun 2018, proyeksi kebutuhan batubara hingga tahun 2027 mencapai sebesar 162 juta ton. Prediksi potensi FABA yang dihasilkan, dengan asumsi 10 persen dari pemakaian batubara, adalah sebesar 16,2 juta ton.

Sebelumnya, Dirjen Pengelolaan Sampah, Limbah dan B3 (PSLB3) Rosa Vivien Ratnawati menegaskan bahwa tidak semua jenis fly ash dan bottom ash (FABA) atau abu sisa pembakaran batu bara dikeluarkan dari kategori limbah bahan berbahaya dan beracun (B3).

"Isu limbah batu bara dikeluarkan dari limbah B3 semuanya itu tidak benar, itu yang perlu dicatat. Limbah B3 fly ash dan bottom ash masih menjadi limbah B3," kata Dirjen PSLB3 Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) Vivien dalam konferensi pers virtual yang dipantau dari Jakarta, Jumat (12/3).

Vivien menegaskan fly ash atau abu terbang masih masuk kategori limbah B3 dengan kode B409. Sama halnya dengan bottom ash atau abu padat yang memiliki kode BB410.

Namun, katanya, ada jenis FABA yang dikeluarkan dari kategori B3 menjadi limbah non-B3, yaitu abu yang dihasilkan dari sistem pembakaran dengan sistem pulverized coal (PC) boiler.

PC boiler adalah bejana tertutup untuk proses pembakaran yang mengubah air menjadi uap panas yang bertekanan tinggi yang dalam proses pembakarannya menggunakan bahan bakar batu bara yang dihaluskan terlebih dahulu. "Kalau industri yang menggunakan fasilitas stoker boiler dan atau tungku industri, limbah batu baranya atau fly ash dan bottom ash masih menjadi limbah B3," tegas Vivien. (antara/jpnn)


Redaktur & Reporter : Elvi Robia

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler