Anggota DPR Tuntut Pemerintah Tegas Menjalankan PPKM Darurat

Kamis, 01 Juli 2021 – 20:00 WIB
Anggota Komisi VI DPR RI Deddy Yevri Sitorus. Foto: dok pribadi for JPNN

jpnn.com, JAKARTA - Anggota Fraksi PDI Perjuangan DPR RI, Deddy Yevri Sitorus, berharap pemerintah melakukan semua langkah konkret yang dimungkinkan untuk melindungi rakyat dari ancaman pandemi Covid-19. Pasalnya, saat ini dampak pandemi Covid-19 di Indonesia semakin mengkhawatirkan karena grafik tertular dan angka kematian terus meningkat signifikan.

“Bahkan hampir semua fasilitas kesehatan telah mencapai kondisi “full occupancy”, obat-obat penting dan penunjang kehidupan seperti oksigen sudah sulit ditemukan di pasaran. Pemerintah jangan sampai ragu melakukan langkah apa pun yang harus dan mungkin dilakukan,” kata Deddy, melalui keterangan tertulis kepada media, Kamis (1/7).

BACA JUGA: Kapolda Jatim: Kebijakan PPKM Darurat untuk Keselamatan Masyarakat

Penularan virus corona di Indonesia beberapa hari ini terus memecahkan rekor. Menurut data resmi per 30 Juni 2021 terdapat penambahan 21.807 kasus baru, sehingga total yang terinfeksi mencapai 2.178.272 orang.

Sedangkan angka kesembuhan mencapai 1.880.413 orang dan angka kematian mencapai 58.491 kasus, dengan kasus aktif sebanyak 239.368 kasus.

BACA JUGA: PPKM Mikro Darurat Sidoarjo Masuk Level 4, tetapi Tempat Ibadah Tetap Buka

“Bisa dikatakan bahwa saat ini Indonesia menghadapi gelombang kedua pandemi Covid-19 yang cukup berbahaya. Apalagi dengan munculnya varian-varian baru yang lebih berbahaya sebab penularannya sangat cepat, dampaknya yang fatal dan mulai menyerang kelompok usia muda,” ujar Deddy.

Anggota Komisi VI DPR RI itu meminta pemerintah bertindak konkret dengan membatasi pergerakan dan isolasi daerah yang terjadi penularan harus dilakukan dengan ketat.

BACA JUGA: Begini Jam Operasional Bank Mandiri Selama PPKM Darurat

“Jangan terlalu ribet dengan istilah, intinya aktivitas publik yang rentan termasuk mobilitas harus dikendalikan selama jangka waktu tertentu. Demikian pula isolasi cepat terhadap wilayah yang tinggi penularannya harus dilakukan secara berjenjang, mulai desa atau kelurahan hingga kecamatan dan kabupaten atau kota,” ungkap Deddy.

Dia melanjutkan, pembatasan itu harus diikuti dengan pemeriksaan rapid test antigen secara cepat dengan biaya pemerintah dan bersifat mandatory di wilayah atau komunitas yang dianggap perlu.

Selain itu, pemerintah didorong membagikan suplemen dan obat-obatan kepada warga yang membutuhkan untuk membantu meningkatkan kekebalan warga yang sehat.

“Investasi dengan memberikan masker, suplemen seperti imboost, vitamin bersifat antioksidan seperti vitamin C, D dan E serta obat yang diharapkan dapat menjadi benteng pertahanan tubuh rakyat seperti Ivermictin, Avimac atau bahkan Avigan, sesuai saran dari otoritas kesehatan,” ujar legislator dari dapil Kalimantan Utara tersebut.

“Investasi untuk menguatkan ketahanan kesehatan masyarakat juga penting dan biayanya juga jauh lebih murah,” sambungnya.

Deddy menjelaskan, jika masyarakat kuat menghadapi serangan virus dalam arti kondisinya tidak buruk hingga harus dirawat, maka biayanya jauh lebih rendah, dan ini juga meringankan beban serta risiko tenaga kesehatan.

“Edukasi terhadap warga juga harus diberikan untuk tetap menjaga protokol kesehatan dan tidak buru-buru minta dirawat ketika dinyatakan positif. Warga harus dibekali pengetahuan langkah-langkah yang harus dilakukan ketika mereka terpapar, pada tingkat mana mereka harus mendapatkan perawatan intensif,” ungkap Deddy.

“Dengan demikian fasilitas pelayanan kesehatan tidak mengalami tekanan akibat meningkatnya jumlah penderita,” ujarnya melanjutkan.

Untuk itu suatu sistem pemantauan warga yang tertular harus segera dibuat demi kepastian pelayanan petugas kesehatan saat warga harus isolasi mandiri. Deddy menekankan, jenjang, sistem dan petugas yang telah terbentuk melalui mekanisme BPJS juga bisa digunakan untuk pemantauan kondisi warga yang tertular.

Deddy menilai pemerintah terkesan terlambat dalam merespons serangan gelombang kedua pandemi Covid-19.
Padahal, sejak tahun lalu dia sudah mengingatkan agar pemerintah segera meningkatkan fasilitas kesehatan, membuat alternatif pusat isolasi, dan pelayanan awal penderita agar siap jika menghadapi gelombang kedua pandemi Covid-19.

“Semua tahu, apalagi belajar dari gelombang kedua di China bahwa virus terus bermutasi sehingga harusnya kita siap dengan skenario terburuk,” ujar Deddy.

“Tetapi saya melihat energi lebih banyak terkuras mengurusi soal vaksin dan vaksinasi karena kurva penyebaran virus yang melandai di awal tahun. Begitu gelombang kedua menghantam, kita gagap,” lanjutnya.

Deddy menegaskan, seharusnya saat ini asrama-asrama embarkasi haji, pusat-pusat pendidikan dan atau pelatihan milik instansi pemerintah hingga kampus atau sekolah sudah dipersiapkan untuk menghadapi kondisi darurat.

“Sekarang lihat saja, banyak warga yang meregang nyawa di rumahnya atau di luar ruang perawatan rumah sakit akibat terbatasnya ruang dan tempat tidur serta peralatan penunjang kehidupan yang dibutuhkan,” kata Deddy.

“Saya sedih, setiap hari saya mendapat pesan permintaan tolong dari teman dan keluarga yang membutuhkan perawatan tetapi tidak bisa berbuat apa pun. Banyak dari mereka akhirnya meninggal dunia,” tuturnya lagi.

Oleh karena itu, Deddy berharap pemerintah serius dan melakukan langkah konkret dalam menjalankan PPKM Darurat mulai 3–20 Juli.

Dia mengingatkan agar pemerintah tegas menegakkan aturan, pemerintah daerah hingga desa dan kelurahan harus digerakkan dan berperan aktif serta tegas dan disiplin.

“Warga yang keras kepala harus ditindak tanpa pandang bulu. Kepala Daerah yang tidak berpartisipasi secara serius diberikan sanksi, tidak boleh ada keraguan,” ujar Deddy.

“Pada saat yang sama pemerintah juga harus menyiapkan kebutuhan hidup minimal bagi warga yang benar-benar membutuhkan selama masa pembatasan. Jika perlu diisolasi suatu daerah atau wilayah, lakukanlah tetapi tolong diperhatikan warga yang benar-benar membutuhkan bantuan,” tutup Deddy. (dil/jpnn)


Redaktur & Reporter : Adil

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler