jpnn.com, JAKARTA - Gunung Api Salak yang berlokasi di Kabupaten Bogor dan Sukabumi, Jawa Barat masih berstatus Level I atau normal meski ribuan kali diguncang gempa tektonik dan vulkanik sejak 2015-2018.
Namun Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi PVMBG) merekomendasikan pengunjung atau pendaki tidak mendekat ke Kawah Ratu, Gunung Salak.
BACA JUGA: Serapan Rendah, Anies Jadi Sasaran Empuk DPRD
Kawah vulkanik yang masih aktif dan berada di ketinggian 800-900 meter di atas permukaan laut (mdpl) itu dapat mengeluarkan gas beracun berbahaya yang tidak mudah terurai, apalagi saat musim penghujan atau musim kabut seperti sekarang. Ketika menghirup gas tersebut, maka berdampak fatal terhadap tubuh manusia seperti pingsan, bahkan bisa sampai berujung kematian.
”Gas-gas berat (belerang, Red) ini yang bisa ditemukan atau keluar dari aktivitas kawah gunung api aktif,” ujar Kepala Sub Bidang Gunung Api Wilayah Barat PVMBG Kristiyanto kepada INDOPOS, Kamis (29/11).
BACA JUGA: Talangan untuk DP Nol Rupiah Dipangkas
Ia menjelaskan, peristiwa gas beracun yang menelan korban jiwa pernah terjadi di Kawah Ratu pada 6 Juli 2007. Sebanyak enam pelajar asal Jakarta itu tewas setelah menghirup gas beracun. (Lihat grafis). ”Gas beracun ini banyak ditemukan di setiap gunung api aktif. Jadi kami rekomendasikan agar pengunjung tidak mendekat ke kawah gunung api,” kata Kristiyanto.
Peneliti PVMBG Sofyan menambahkan, gas-gas dari gunung api didominasi unsur CO2 atau karbon dioksida dan gas dominan unsur sulfur (H2S). Konsentrasi gas di tiap gunung api berbeda-beda. Dalam kondisi cuaca yang cerah, dapat memudahkan gas beracun terurai dengan gampang.
BACA JUGA: Gunung Salak, Apa Kabarmu Kini?
”Ini dipengaruhi gas di atasnya lebih ringan. Jadi gas beracun itu mudah terurai. Tapi ketika musim hujan atau berkabut gas akan terakumulasi dan terkonsentrasi lebih pekat di kawasan kawah,” terangnya.
Untuk di Kawah Ratu, Gunung Salak, lanjut Sofyan, dalam kondisi cuaca yang cerah kadar gas beracun tersebut volumenya sekitar 0,3 persen. Ini artinya kadar tersebut cukup tinggi, apabila dibandingkan dengan kadar udara normal yang hanya 0,05 persen.
”Makanya kami selalu menyarankan pengunjung atau masyarakat yang beraktivitas di area kawah gunung api,” katanya.
Sofyan menambahkan, gas yang pekat dengan kadar 0,3 persen sangat berbahaya ketika terhirup oleh manusia. Apabila gas tersebut terhirup lama, maka menyebabkan efek pada pernapasan, sehingga pasokan oksigen dalam darah bisa terganggu.
”Selain ada sulfatar dan uap air di dalamnya ada gas yang berbahaya seperti CO2, HCL, HL, H2S yang bersumber dari magma dan diproduksi oleh gunung api,” ungkapnya.
Sofyan menerangkan, produksi gas beracun di kawasan kawah gunung api sangat dipengaruhi aktivitas gunung api. Jika aktivitas gunung api meningkat, maka produksi gas naik. Tentu kondisi tersebut berbeda dengan konsentrasi gas yang dipengaruhi oleh cuaca buruk.
”Karena ada pemekatan oleh cuaca, sehingga tidak terurai dengan baik,” ucapnya.
Sofyan menjelaskan, dalam keadaan cuaca apapun, PVMBG merekomendasikan agar masyarakat tidak melakukan aktivitas di kawasan kawah gunung api. Karena kerentanan tubuh setiap orang berbeda-beda.
Dalam kadar gas tertentu orang bisa lemah, bahkan bisa kuat. ”Apabila tidak kuat orang bisa pingsan, bahkan meninggal dunia. Apalagi untuk orang penderita saluran pernafasan, ini bisa sangat berbahaya,” tandasnya.
Sementara mengantisipasi aktivitas Gunung Api Salak yang bisa berdampak buruk terhadap wilayah Ibu Kota DKI Jakarta dan sekitarnya, Anggota DPRD Jakarta Gembong Warsono mengatakan, pihaknya akan terus meningkatkan peran Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) DKI.
Ini dalam rangka mitigasi bencana, sehingga kalau sewaktu-waktu ada potensi kebencanaan dari Gunung Salak, maka semua bisa diantisipasi sejak awal.
”BPBD DKI sudah cukup anggaran. Pada 2019 jumlah anggaran ini kita tambah. Tapi tinggal mereka mengimplementasikannya,” ungkapnya.
Gembong menyebutkan, terkait kebencanaan Pemprov DKI harus selalu siaga agar antisipatif dan responsif terhadap semua kebencanaan di wilayah ibu kota. ”Untuk kebencanaan di Jakarta bukan hanya banjir, kebakaran dan gempa, tapi gunung berapi pun harus diantisipasi,” tandasnya. (nas)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Dukung Ketua DPRD, Taufik Nilai Ferrial Tak Punya Etika
Redaktur & Reporter : Adil