jpnn.com, JAKARTA - Anggota MPR dari Fraksi Partai Demokrat, Achmad, mengatakan ada dua masalah dalam persoalan pilkada serentak yang akan digelar tahun 2020.'
“Pertama, soal sistem. Kedua, mengenai persyaratan”, ujar Achmad saat menjadi pembicara dalam Diskusi Empat Pilar MPR, Media Center, Komplek Gedung MPR/DPR/DPD, Jakarta, 4 November 2019.
BACA JUGA: Cari Jago untuk Pilkada Bantul, PDIP Dengarkan Masukan Sri Sultan HB X
Dikatakan, sistem pemilihan kepala daerah model seperti ini, di mana rakyat memilih langsung, dilakukan sejak era reformasi bergulir. “Baik untuk memilih gubernur, bupati, maupun walikota”, ungkapnya.
Di hadapan ratusan wartawan, Achmad mengakui pilkada langsung mempunyai nilai plus dan minus,
BACA JUGA: Soal Format Pilkada, Fahira Idris Tawarkan Uji Publik Calon Kepala Daerah
Namun dirasa pilkada langsung lebih cocok digunakan karena sesuai amanat reformasi.
"Pilkada langsung lebih cocok”, ungkapnya. Dengan Pilkada langsung maka proses yang terjadi memiliki tanggung jawab moral yang lebih tinggi. Parameter kesejahteraan seperti penurunan angka kemiskinan dan pengangguran serta meningkatnya pendapatan masyarakat menjadi ukuran seseorang kepala daerah bisa terpilih kembali. “Sehingga Pilkada langsung lebih menguntungkan masyarakat”, paparnya. Untuk itu Pilkada langsung dikatakan memiliki kelebihan, “kalau ada kekurangan perlu diperbaiki”, ucapnya.
Terkait persyaratan untuk mengikuti pilkada secara tekni, menurut Achmad, perlu diperketat sehingga kandidat yang ada benar-benar memiliki kompetensi dan kualitas.
“Untuk pilkada provinsi, bila dari kalangan militer maka syarat yang harus dimililki, ia harus bintang dua”, ujarnya.
Syarat administrasi yang demikian menurut Achmad menjadi seleksi bagi calon kepala daerah. Diakui demokrasi memang tak membatasi orang namun kebebasan yang ada jangan sampqi kebablasan.
“Dari seleksi seperti itulah maka ke depan kita memiliki pemimpin yang memiliki integritas”, ujarnya. “Sehingga hasil Pilkada memiliki kapabilitas dan aman”, tambahnya.
Diakui, dalam Pilkada selalu muncul masalah money politic namun dirinya yakin bila kehidupan semakin sejahtera dan masyarakat semakin cerdas maka hal yang demikian akan hilang dengan sendirinya.
Meski demikian dirinya mengharap agar Bawaslu tegas dalam masalah money politic agar sanksi yang diberikan kepada pelanggar bisa membuat jera.
Sementara itu, anggota MPR dari Kelompok DPD, Teras Narang, dalam diskusi dengan tema Menuju Pilkada Serentak Tahun 2020, mengatakan bicara mengenai Pilkada selalu menarik sebab selalu ada hal yang baru.
Semua upaya yang dilakukan disebut Teras memperlihatkan keinginan untuk membangun masa depan yang lebih baik.
Untuk menuju ke sana menurut mantan Gubernur Kalimantan Tengah itu dengan menjadikan masa lalu sebagai pelajaran. Disampaikan kepada peserta diskusi, dirinya merupakan produk Pilkada langsung di awal reformasi.
“Saya ikut Pilkada langsung pada tahun 2005”, ujarnya. Pilkada itu dikatakan kali pertama di mana rakyat memilih langsung kepala daerah. “Saya merupakan alumni pertama”, ujarnya.
Dari perkembangan dan perjalanan Pilkada, proses yang ada menuju kesempurnaan. Namun diakui biaya Pilkada sangat berat dan besar sehingga APBD tersedot.
“Mahal banget biaya Pilkada”, ungkapnya.
Untuk itu lembaganya, DPD, mencari siasat agar anggaran Pilkada tak
membebani APBD. Dirinya mengandaikan bagaimana kalau anggaran Pilkada dibuat untuk membangun sekolah, puskesmas, dan fasilitas masyarakat lainnya.
“Pasti akan terbangun secara berderet”, Teras mengandaikan. Masalah biaya inilah yang menurutnya menjadi pertimbangan.
Diakui hasil Pilkada langsung bisa memilih pemimpin yang baik dan kompeten. Untuk itulah dirinya berharap agar prosedur yang ada jangan dipersulit.
Terlepas dari itu apakah Pilkada nanti dipilih secara langsung atau dikembalikan DPRD, dirinya berharap agar semua ide dan gagasan yang ada ditampung.
Menurutnya Pilkada secara hukum tafsirnya sangat terbuka, yakni dipilih secara demokratis, bisa lewat DPRD atau langsung oleh rakyat. Berbeda dengan Pemilu Presiden yang dinyatakan benar-benar dipilih langsung oleh rakyat. '
Tafsir hukum yang terbuka membuat dirinya mengatakan bisa saja Pilkada di beberapa daerah dipilih langsung dan di daerah lainnya dipilih lewat DPRD.
Anggota MPR dari Fraksi PAN, Asman Abrur, dalam kesempatan tersebut menceritakan pengalamannya saat mengikuti Pilkada lewat DPRD pada tahun 2001. “Saya peserta Pilkada dipilih oleh DPRD”, ucapnya. Menghadapi yang demikian diakui prosesnya sangat panjang. Dirinya menghadapi 30 anggota DPRD yang menurutnya masalahnya sangat luar biasa. “Meski partai politik sudah mengintruksikan memilih seseorang namun masing-masing anggota mempunyai kepentingan individu sendiri-sendiri", ungkapnya.
Selepas mengikuti Pilkada lewat DPRD, Asman menyebut dirinya ikut Pemilu Legislatif pada tahun 2004. Pada masa itu diakui perilaku pemilih belum seperti saat ini yang sudah biasa mengikuti Pemilu. "Pada masa itu masyarakat belum banyak terlatih", ungkapnya.
Dari semua proses Pemilu, mantan Menteri PAN dan RB itu mengakui proses yang ada menuju kedewasaan publik yang baik. "Yang berorientasi kepada uang tak banyak sehingga menghasilkan kepala daerah yang bisa dipertanggungjawabkan", ucapnya. Proses Pilkada yang positif diakui tak hanya itu, menurut pria asal Batam, Kepri, Pilkada langsung menghasilkan kepala daerah yang mendunia. "60 persen kepala daerah juga mempunyai kinerja yang baik", ujarnya.
Dirinya berharap agar proses yang baik ini jangan dibawa mundur. "Sekarang kita harus konsentrasi pelaksanaan", harapnya.
Didorong Bawaslu diperkuat. "Saya berharap perjalanan yang panjang ini disempurnakan", ujarnya. "Kita harus menata mekanisme dan pelembagaan penyelenggara Pemilu sehingga lembaga yang ada benar-benar proffesional dan tak bisa diintervensi", paparnya.
Junimart Girsang dalam kesempatan tersebut mengajak kepada wartawan untuk mengawasi penyelenggaraan Pilkada. "Kalian harus terjun ke lapangan", ujar anggota MPR dari Fraksi PDIP. "Harus jemput bola", tambahnya. Menurutnya wartawan boleh meliput secara langsung di TPS. "Kalian bisa potret penghitungan suara yang ada", ucapnya. Kelebihan wartawan seperti inilah yang tidak bisa dimiliki oleh semua orang.
"Kalian tidak dilarang meliput di TPS", tegasnya.
Rahmat Bagja, Komisioner Bawaslu yang hadir dalam acara itu mengakui ada beberapa hal yang membuat lembaganya mengalami kendala dalam melakukan pengawasan. "Banyak daerah pegunungan yang sulit dijangkau", ungkapnya. "Di Papua terkadang juga harus waspada terhadap kelompok separatis", tambahnya. Sedang di daerah lain, pengawasnya orangnya itu-itu saja sehingga disebut mereka 'tahu permainan'.(jpnn)
Redaktur & Reporter : Natalia