jpnn.com, JAKARTA - Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati membeberkan target awal untuk defisit Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2024.
Menurutnya, pemerintah telah mematok angka antara 2,16 persen sampai 2,64 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB).
BACA JUGA: Kabar Baik dari Bu Sri Mulyani soal IKN, Mantap, nih!
“Anggaran tahun depan akan dijaga, di satu sisi pendapatan negara akan tetap tumbuh dengan rasio pajak yang meningkat, dan belanja negara yang akan dijaga secara disiplin namun dengan prioritas sesuai agenda nasional,” kata Sri Mulyani di Kantor Presiden, Jakarta, Senin.
Bendahara Negara menyebutkan target defisit APBN 2024 itu lebih rendah dibanding target defisit APBN pada 2023 yang sebesar 2,84 persen dari PDB.
BACA JUGA: Usut Kasus Korupsi di Kemenkominfo, KPK Kembali Periksa Anak Buah Sri Mulyani Ini
Sri Mulyani mengatakan penetapan target defisit 2024 masih di tahap awal sebagai pedoman untuk menyusun instrumen fiskal tahun depan.
Menurut dia, pada 2024 dan juga tahun ini, tantangan yang dihadapi Indonesia bersumber dari ketidakpastian geopolitik, dan kenaikan inflasi dunia yang menyebabkan meningkatnya suku bunga.
BACA JUGA: Sri Mulyani Bicara soal Bursa Calon Gubernur Bank Indonesia
"Terdapat peluang pertumbuhan ekonomi, karena negara mitra seperti China sudah kembali membuka ekonominya setelah lockdown akibat pandemi COVID-19," ungkap Sri Mulyani.
Pemerintah, kata Sri Mulyani, akan menjaga momentum pemulihan perekonomian yang sedang berlangsung saat ini.
“Pertumbuhan ekonomi 2022 di 5,3 persen, pertumbuhannya tetap bisa dijaga untuk tahun 2023 dan 2024. Ini berarti dari sisi permintaan, konsumsi rumah tangga untuk bisa tumbuh di atas 5 persen, maka inflasi di Indonesia harus dikendalikan,” ujar dia.
Eks Direktur Pelaksana Bank Dunia itu menyebut akan menjaga kepercayaan diri masyarakat untuk melakukan kegiatan ekonomi dengan menjaga iklim dan situasi yang kondusif. Selain itu, pemerintah juga akan menjaga momentum derasnya aliran masuk investasi.
“Kita perlu mengantisipasi kondisi global yaitu dalam bentuk ekspor yang barangkali mengalami disrupsi karena geopolitik dan harga komoditas yang mungkin dalam hal ini ketidakpastiannya meningkat karena terjadinya persaingan politik antara negara besar,” pungkas Sri Mulyani. (antara/jpnn)
Redaktur & Reporter : Elvi Robiatul