Perdana Menteri Inggris Boris Johnson telah mengumumkan diberlakukannya 'lockdown' nasional di negara tersebut, paling tidak sampai pertengahan Februari, untuk memerangi strain virus corona baru.
Menurutnya, Inggris sedang berada dalam "masa krisis", dengan terus meningkatnya jumlah kasus di semua daerah negara tersebut.
BACA JUGA: COVID-19 Teror DPRD DKI, Sudah Sebegini yang Terinfeksi
Dengan berlakunya aturan baru mulai malam ini, sekolah dasar, menengah, dan perguruan tinggi akan menghentikan pembelajaran tatap muka, kecuali bagi anak yang orangtuanya adalah pekerja sektor penting.
Mahasiswa universitas tidak akan mengikuti pembelajaran di kelas sampai paling tidak pertengahan Februari.
BACA JUGA: Ribuan Pekerja Asing Poistif COVID-19, Malaysia Ancam Para Majikan
Warga Inggris juga diminta untuk bekerja dari rumah kecuali tidak memungkinkan, dan juga hanya meninggalkan rumah untuk melakukan perjalanan penting.
Semua toko dan layanan yang tidak esensial, seperti salon, akan ditutup sementara restoran hanya akan menyediakan layanan 'takeaway'.
BACA JUGA: Rerie Minta Vaksinasi Covid-19 di Daerah Dipersiapkan Matang
Video: Boris Johnson announces national lockdown due to increased infections. (ABC News)
Keputusan ini diumumkan karena Inggris sekali lagi mencapai rekor kasus harian yang tinggi, yaitu 58.874 Senin lalu, dengan kematian 207 orang yang memiliki hasil positif COVID-19 setelah 28 hari dites.
Hingga kini jumlah kematian akibat COVID-19 di Inggris sudah mencapai lebih dari 75.500, jumlah kematian tertinggi nomor enam di dunia, menurut data resmi pemerintah.
Ketua petugas kesehatan Inggris telah memperingatkan bahwa bila tidak segera ditangani, "akan ada risiko materi yang dihadapi Layanan Kesehatan Nasional di beberapa daerah karena kewalahan 21 hari ke depan". Skotlandia juga akan memberlakukan 'lockdown'
Sebelum pengumuman dari Perdana Menteri Boris Johnson terdengar, Menteri Utama Skotlandia, Nicola Sturgeon telah memberlakukan 'lockdown' terketat sejak musim semi lalu di negara tersebut.
"Tidak berlebihan untuk mengatakan bahwa saya lebih khawatir pada situasi yang kita hadapi sekarang dari apa yang sudah kita alami sejak Maret," ujar Menteri Nicola.
Warga Skotlandia secara hukum akan diminta untuk diam di rumah sepanjang Januari terhitung Senin malam, sementara sekolah akan tutup kecuali bagi anak yang orangtuanya bekerja di sektor penting. Photo: Menteri Utama Skotlandia telah membuat keputusan sulit untuk memberlakukan 'lockdown' di Skotlandia hingga akhir Januari. (Reuters: Andrew Milligan)
Menurutnya, varian virus corona baru yang berkembang dengan cepat di Inggris telah menyumbang setengah kasus baru di Skotlandia, dan 70 persen lebih cepat menular.
"Karena varian baru ini, [virus tersebut] juga menjadi lebih cepat menular, dan pastinya sudah demikian sejak berminggu-minggu yang lalu," ujarnya kepada anggota Parlemen Skotlandia.
Inggris sudah mencatat 26.626 pasien COVID-19 di rumah sakit, 30 persen lebih banyak dari minggu lalu.
Jumlah ini juga 40 persen lebih tinggi dari jumlah pasien tertinggi di gelombang pertama di musim semi.
PM Boris mengatakan warga di Inggris harus kembali diam di rumah, sebagaimana dilakukan di bulan Maret, terutama karena kali ini varian virus baru menyebar dalam cara yang "membuat frustasi dan membahayakan".
"Sekarang, tekanan di rumah sakit akibat COVID akan lebih besar dari situasi di awal pandemi," katanya. Guru lega karena PM Inggris 'melakukan apa yang seharusnya dilakukan'
Pengumuman PM Boris menandai perubahan haluan dalam kebijakannya, yang sebelumnya terpaku pada sistem darurat per daerah, yang menerapkan aturan tertentu bagi daerah tertentu berdasarkan tingkat keparahan penularan.
Aturan terketat telah diterapkan di London dan sebagian besar daerah tenggara Inggris sejak pertengahan Desember lalu, dengan banyak daerah lain akan menerapkan yang sama ke depannya.
Namun meningkatnya jumlah kasus menandakan bahwa pendekatan per daerah tidak efektif dalam menekan penyebaran virus.
Sejak lama, kritik untuk melakukan 'lockdown' negara yang ketat sudah bermunculan.
Di tengah banyaknya sekolah yang sudah tutup di London berkenaan dengan tingginya angka infeksi di ibukota tersebut, PM Boris meredam kecemasan para guru dengan mengatakan bahwa di beberapa daerah negara tersebut, siswa dapat kembali ke kelas hari Senin setelah libur Natal.
"Kami lega karena Pemerintah akhirnya melakukan apa yang seharusnya dilakukan, dan setuju untuk mengubah sistem pembelajaran sekolah dan perguruan tinggi menjadi jarak jauh menanggapi tingginya infeksi karena COVID," ungkap Geoff Barton, sekretaris umum Asosiasi Pemimpin Sekolah dan Perguruan Tinggi. Photo: Ratusan tempat vaksinasi baru akan dibuka di Inggris akhir pekan ini. (AP: Steve Parsons/Pool Photo)
Ratusan tempat vaksinasi baru akan dibuka di Inggris
Inggris telah berhasil mengamankan 100 juta dosis vaksin Oxford-AstraZeneca, yang lebih murah dan lebih mudah digunakan bila dibandingkan dengan produk lainnya.
Vaksin tersebut khususnya tidak memerlukan lemari es sangat dingin, seperti yang diperlukan untuk menyimpan vaksin Pfizer.
Vaksin baru ini akan dikelola oleh beberapa rumah sakit kecil selama beberapa hari pertama, sehingga pihak berwajib dapat mengantisipasi reaksi yang tidak diinginkan.
Layanan Kesehatan Nasional (NHS) Inggris mengatakan ratusan tempat vaksinasi baru, termasuk perkantoran dokter lokal, akan dibuka akhir minggu ini, dan merupakan tambahan bagi 700 tempat vaksinasi yang telah beroperasi.
"'Operasi peningkatan besar-besaran' tengah dilakukan dalam program vaksinasi, ujar PM Boris.
Negara tersebut berharap agar di pertengahan Februari, warga yang berada dalam kelompok yang diutamakan, yakni penghuni panti jompo, warga berusia di atas 70 tahun, semua petugas kesehatan dan pekerja sosial, dan semua yang rentan klinis, akan divaksinasi, katanya.
Program vaksinasi yang ada telah memberikan secercah harapan kehidupan di Inggris akan kembali normal di musim semi.
Namun, dalam kunjungan untuk bertemu dengan petugas kesehatan yang sudah disuntikkan vaksin Oxford, PM Boris memperingatkan bahwa warga Inggris masih akan menghadapi masa sulit ke depannya.
"Jika melihat jumlah, tidak ada keraguan kami akan memberlakukan aturan yang lebih ketat," ujarnya.
Diproduksi oleh Natasya Salim dari artikel dalam bahasa Inggris yang bisa dibaca di sini.
Ikuti berita seputar pandemi Australia dan lainnya di ABC Indonesia.
Jangan Sampai Ketinggalan Video Pilihan Redaksi ini:
BACA ARTIKEL LAINNYA... Hampir 1 Tahun Berlalu, Italia Masih Diteror Virus Corona