jpnn.com, JAKARTA - Jumlah penduduk kelas menengah di Indonesia menurun secara signifikan dari tahun ke tahun. Hal ini terkonfirmasi setelah BPS mencatat setidaknya dalam kurun waktu 4 tahun terakhir.
Yakni pada 2019, jumlah penduduk kelas menengah mencapai 57,33 juta jiwa, pada 2021: 53,83 juta jiwa, pada 2022, 49,51 juta jiwa dan pada 2024, menjadi 47,85 juta jiwa.
BACA JUGA: Forum CSR Indonesia Prihatin dengan Kasus Terkait BI dan OJK yang Ditangani KPK
Kurang lebihnya hal ini akan berdampak pada perilaku masyarakat yang berusaha mencukupi kebutuhan hidupnya dengan salah satunya yaitu pinjaman online yang cenderung mudah di akses dan Investasi bodong dengan lipatan nominal yang menggiurkan.
Hal ini mendorong Otoritas Jasa Keuangan membuat berbagai skema agar masyarakat Indonesia terhindar dari hal tersebut.
BACA JUGA: Jumlah Kelas Menengah Indonesia Dinyatakan Turun, Apa Penyebabnya?
Salah satu upaya yang dilakukan OJK adalah dengan melakukan penyuluhan kepada masyarakat seperti yang dilakukan di Kabupaten Bandung.
Kegiatan ini dilaksanakan pada Sabtu (28/9/2024) dan bertempat di Aula PT Haji Saepudin Suwinta dengan mengusung tema Sosialisasi Penyuluhan Jasa Keuangan Terkait Waspada Pinjaman Online Ilegal dan investasi bodong.
BACA JUGA: Gus Imin: Kita Pajakin 100 Orang Terkaya, Turunkan Pajak Kelas Menengah!
Sosialisasi ini di hadiri langsung oleh Bapak Teguh Dinurahayu yang merupakan Senior Deputi Direktur Pengawasan Perilaku, Edukasi dan perlindungan Konsumen OJK serta Bapak Cucun Ahmad Syamsurijal selaku Wakil Ketua Badan Anggaran DPR RI dan berbagai elemen yang ada di kecamatan Paseh dan Majalaya, Kabupaten Bandung.
Dalam penyampaiannya, Teguh menyebutkan bahwa layanan jasa keuangan itu adalah hal yang setiap harinya bersentuhan dengan masyarakat, mulai dari Bank Emok yang eksis di Masyarakat Kabupaten Bandung sampai pinjaman online, baik yang secara resmi terdaftar di OJK maupun tidak terdaftar.
"Kemajuan teknologi digital kini memungkinkan penyedia layanan/produk jasa keuangan untuk menghadirkan layanan dan produknya secara lebih cepat, fleksibel dan efisien," ujar Teguh.
Senior Deputi ini menyebutkan bahwa ketidakfahaman masyarakat pada berbagai layanan jasa keuangan akan berujung pada pememilihan produk jasa layanan keuangan yang salah/ilegal dan justru merugikan konsumen.
"Muncul risiko lain, yaitu kurangnya pengetahuan dapat membawa kita kepada keputusan pemilihan produk yang salah, tidak sesuai kebutuhan malah merugikan konsumen," lanjut Teguh.
Pada pertemuan yang sama Cucun Ahmad Syamsurijal menegaskan masyarakat mesti jeli dalam melihat jasa produk/layanan keuangan yang hari ini sangat mudah di akses oleh Masyarakat.
"Banyak masyarakat yang mengenal layanan jasa keuangan namun tidak memahami risiko yang ada dibelakang, jangan sampai karena terdesak oleh kondisi ekonomi masyarakat malah salah dalam mengakses layanan jasa keuangan yang ilegal," ujar kang Cucun.
Kang Cucun sapaan akrabnya menyampaikan bahwa kegiatan penyuluhan ini merupakan langkah pemerintah dalam mengedukasi masyarakat agar lebih hati-hati memilih layanan jasa keuangan.
"Penyuluhan dan sosialisasi OJK ini harus dilakukan secara merata untuk mewaspadai pinjaman online ilegal dan investasi bodong yang tidak jelas asal usulnya," lanjut Kang Cucun
Kang Cucun juga menyebutkan bahwa maraknya kasus pinjaman online ilegal dan investasi bodong terjadi akibat dari rendahnya literasi dan pengetahuan masyarakat akan produk/jasa layanan keuangan serta kondisi ekonomi masyarakat yang terhimpit oleh kebutuhan.
"Hari ini kita melihat banyaknya korban dari pinjol (pinjaman online) ilegal dan investasi abal-abal dengan tawaran menggiurkan, hal itu menandakan rendahnya literasi keuangan masyarakat kita khususnya masyarakat yang ada di desa," pungkas Cucun.(ray/jpnn)
Redaktur & Reporter : Budianto Hutahaean