jpnn.com, JAKARTA - Mendekati akhir tahun anggaran APBD DKI 2019, Gubernur DKI Anies Baswedan masih mendiamkan kejanggalan dalam proses lelang e-Katalog Pengadaan Barang Kategori Beton di BPPBJ Pemprov DKI Jakarta.
Anies bahkan terkesan tidak peduli dan terkesan menyepelekan dugaan adanya permainan yang dilakukan anak buahnya. Tidak ada upaya pembenahan yang dilakukan Anies.
BACA JUGA: Tebang Pohon di Trotoar Cikini, Anak Buah Anies Dinilai Melanggar Undang-Undang
Pandangan ini disampaikan Direktur Komite Pemantau dan Pemberdayaan Parlemen Indonesia (KP3I) Tom Pasaribu, menanggapi pernyataan Ketua Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (LKPP), Roni Dwi Susanto tentang Sistem Pengadaan Digital yang masih kerap 'diakali' oleh oknum pejabat agar bisa melakukan korupsi, di Jakarta, Selasa (5/11).
Tom mengatakan, sebagai penanggung jawab anggaran Pemda DKI, posisi Anies terancam bila di kemudian hari proyek lelang pengadaan beton tersebut bermasalah. Karena jaminan proses lelang setiap proyek menjadi tanggung jawab Anies.
BACA JUGA: Bela Gubernur Anies, Warga Bernama Sugiyanto Laporkan William PSI ke BK DPRD
Termasuk pembenahan sektor hukum menjadi bagian hulunya mengatasi berbagai persoalan dan potensi korupsi di pemerintahan Anies.
"Persoalan penataan birokrasi harus dimulai dari pembenahan persoalan prosedur. Hal ini untuk memastikan proyek-proyek Pemprov bebas dari praktik korupsi yang dimulai sejak dari hulu. Jika ini dilakukan dengan benar, sektor-sektor di bawah akan mengikutinya,” terang Tom.
BACA JUGA: PSI Tuntut Gubernur Anies Jadi Pemimpin Bertanggung Jawab
"Jadi, Anies jangan tutup mata serta sepele dengan pengakuan Ketua LKPP serta pernyataan KPK, karena saya yakin, sinyal tersebut tidak terlepas dari dugaan penyelewengan Pasal 13 huruf F Peraturan LKPP Nomor 11 Tahun 2018 Tentang Katalog Elektronik, yang dilakukan Kepala BPPBJ DKI Blessmiyanda dengan oknum di LKPP Pusat," jelas Tom.
Tom menegaskan, aroma permainan di lelang Kategori Beton sulit dibantah. Karena di lelang proyek lain BPPBJ DKI tegak lurus menjalankan aturan LKPP. Mereka melakukan seleksi dan evaluasi serta menggandeng Produsen Prinsipal dalam Katalog Lokal lainnya, yaitu; Katalog Lokal Kategori Hotmix, Marka Jalan, Ban dan Accu, Pengolahan Air Limba, Sumur Resapan dan Penerangan Jalan Umum.
"Sedangkan pada proyek Katalog Lokal untuk Beton, Precast, dan Beton Rapid Setting dokumen persyaratannya berubah sendiri, alias bukan Prinsipal Produsen atau Dostributor/Agen," beber Tom.
Dengan demikian, mantan Relawan Presedium Anies-Sandi ini mengingatkan, bahwa sikap diam Anies terkait kisruh lelang beton dapat berakibat fatal di kemudian hari.
"Artinya, bila nantinya ada dugaan kasus korupsi dalam pengadaan e-Katalog Beton Gebernur Anies sudah tidak dapat ngeles. Dia harus bertanggungjawab penuh, karena kita sudah mengingatkan beberapa bulan ini. Namun Anies tidak mengindahkan," jelas Tom.
Untuk itu, Tom juga meminta politisi DPRD DKI di Kebon Sirih lebih serius memperhatikan pernyataan kepala LKPP dan KPK tersebut, sebagai pengawas dan kontrol kinerja birokrasi DKI, khususnya terkait dugaan permainan yang dilakukan Kepala BPPBJ DKI, yang belakangan ramai disorot.
Sistem Pengadaan Digital Kerap 'Diakali' dari Hulu
Diketahui, sebelumnya LKPP RI mengakui, meskipun pengadaan barang dan jasa sudah menggunakan sistem digital, tetapi masih saja ada pihak yang mencoba "mengakali" agar bisa melakukan korupsi.
Kepala LKPP RI, Roni Dwi Susanto menyebut, lewat sistem digital, pengadaan barang dan jasa memang prosesnya semakin terbuka dan akuntabel. Namun ada oknum yang tidak berintegritas yang menjebol sistem demi bisa melakukan korupsi.
"Semakin transparan dengan prinsip pengadaan yang efisien, efektif, terbuka bersaing, adil, akuntabel, kita bisa buktikan, walau masih terjadi tindak pidana korupsi, tapi sistemnya yang tetap dijebol orang tidak berintegritas," ungkap Roni Dwi Susanto, Jakarta, Senin (4/11/2019) kemarin.
Roni menyebut, ada pihak yang sengaja membuat celah agar korupsi masih bisa dilakukan. Menurutnya, korupsi dalam era sistem pengadaan digital tak pernah terjadi sendiri.
"Kadang yang melanggar itu yang membuat celah untuk terjadi pidana korupsi, ada ruang ada celah, ada teman-teman yang dompleng dan terjadi biasanya di sana. Tidak pernah ditemukan korupsi itu sendirian, selalu ada perselingkuhan, dengan menteri, pelaksanaan kegiatan, satker, PPK juga demikian," ucapnya.
"e-Procurement operation dan market practice, pengadaan secara elektronik ini masih bisa ditembus oleh koruptor, karena buatan manusia maka tidak sempurna dan ada kelemahannya," sambung Roni seperti dikutip detikcom.
Senada dengan Roni, Direktur Penelitian dan Pengembangan KPK, Sari Anggraini mengatakan, ada pergeseran modus korupsi seiring makin transparannya pengadaan barang dan jasa.
Dia menyebut terbitnya Perpres 54 Tahun 2010 juga membatasi korupsi di proses pelaksanaan administrasi pengadaan barang dan jasa.
"Bergeser, pola korupsi ke bagian hulu, tadinya bagian pelaksanaan, sekarang di proses perencanaan anggaran, karena proses ini salah satu proses belanja terkait penganggaran, pada saat proses penetapan dan pembahasan di situ mulai kongkalikongnya dan negosiasi karena itu banyak melibatkan legislatif, karena Perpres 54 sangat detail mengatur sehingga nggak bisa main di sana (pelaksanaan) lagi," sebut Sari. (dil/jpnn)
Redaktur & Reporter : Adil