Anies Ganti HP, Yohana Kepikiran Nasib Mahasiswa

Jumat, 31 Oktober 2014 – 07:36 WIB
Menteri Kebudayaan dan Pendidikan Dasar dan Menengah (Menbuddikdasmen) Anies Baswedan. Foto: dok.JPNN

DUA menteri baru ini punya keistimewaan masing-masing. Menteri Kebudayaan dan Pendidikan Dasar dan Menengah (Menbuddikdasmen) Anies Baswedan dikenal karena gerakan Indonesia Mengajar rintisannya, sedangkan Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Yohana Susana Yembise karena menjadi menteri perempuan pertama dari Papua.
 -----------------
 M. HILMI SETIAWAN-ZALZILATUL HIKMIA, Jakarta
-----------------
ADA pemandangan menarik di gedung Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) di Jalan Sudirman, Senayan, Jakarta, Selasa lalu (28/10). Mendikbud yang baru, Anies Baswedan, tampil tidak biasa. Untuk kali pertama, Anies mengenakan baju Korpri, seragam bagi para abdi negara.  
 
Memang, tetap terlihat necis seperti "trademark" penampilannya selama ini. Hanya, kelihatan berbeda saja dengan baju warna biru bercorak batik itu. Sebab, "seragam" Anies sehari-hari biasanya sama dengan baju kebesaran Presiden Joko Widodo (Jokowi): atasan putih bawahan hitam.
 
Hari itu Anies mesti memakai baju Korpri yang masih gres karena menjadi inspektur upacara peringatan Hari Sumpah Pemuda di kementerian yang dipimpinnya. Itulah hari pertama mantan rektor Universitas Paramadina tersebut bekerja sebagai Mendikbud.

Sehari sebelumnya dia menghabiskan waktu untuk acara lepas sambut dengan Mendikbud lama, Mohammad Nuh.
 
Bagi Anies, kantor Kemendikbud bukan tempat yang asing. Ketika masih duduk di SMP, Anies pernah menjadi siswa teladan. Dia mendapatkan kehormatan mendapatkan pelatihan khusus dari Kemendikbud (dulu namanya Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan). Ketika itu menteri pendidikan dan kebudayaan dijabat Fuad Hassan.
 
Bukan hanya itu. Beberapa tahun terakhir Anies juga sering datang ke gedung yang kini dinakhodainya tersebut. Sebab, dia pernah menjadi salah seorang anggota tim ahli yang dimintai pendapat oleh Mendikbud M. Nuh saat menyusun Kurikulum 2013.
 
Setelah memimpin upacara bendera memperingati Hari Sumpah Pemuda, Anies langsung menggulung lengan bajunya. Dia menegaskan, itu (menggulung lengan baju) adalah simbol bahwa menteri-menteri di bawah kepemimpinan Presiden Jokowi akan bekerja keras untuk kemajuan bangsa.
 
"Ini menunjukkan jajaran kabinet Jokowi memiliki komitmen untuk bekerja dan melayani masyarakat," jelas pria kelahiran Kuningan, Jawa Barat, 7 Mei 1969, itu.
 
Meski sudah banyak yang memprediksi bahwa Anies bakal menjadi Mendikbud, tetap saja "naik"-nya mantan ketua Senat Mahasiswa UGM itu mendapat sambutan hangat dari para kolega dan keluarga. Buktinya, dia menerima sangat banyak ucapan selamat lewat handphone. Baik via SMS maupun telepon langsung.
 
Saking banyaknya pesan singkat yang masuk, sampai-sampai HP-nya ngadat. "Akhirnya saya terpaksa ganti dengan HP ini," katanya sambil menunjukkan smartphone putih keluaran California.
 
Dia mengatakan, pada hari pertama setelah dilantik, tercatat ada 260 panggilan telepon yang masuk ke HP-nya. Juga, ada sekitar 2.200 SMS yang masuk ke inbox HP. Saat dicek kemarin, jumlah SMS yang masuk bertambah menjadi sekitar 6.600 pesan singkat.
 
Anies menyampaikan permintaan maaf sekaligus terima kasih atas perhatian keluarga maupun para kolega itu. Namun, dia tidak bisa merespons satu per satu telepon dan SMS tersebut. Sebab, pada hari-hari pertama aktivitasnya sebagai Mendikbud, banyak hal yang mesti diselesaikannya.
 
Memang, ada beberapa yang sempat direspons. Salah satunya peserta program Indonesia Mengajar di pegunungan pedalaman Papua. "Sayangnya, saat saya telepon, sambungannya putus-putus. Karena memang di pegunungan Papua," kata dia.
 
Pesan singkat yang dikirimkan ke Anies tidak semuanya terkait pekerjaannya sebagai Mendikbud. "Banyak yang lucu-lucu. Malah ada yang meminta nomornya Pak CT (Chairul Tanjung,  Red) segala," imbuhnya.
 
Ada juga SMS yang berisi curhat. Si pengirim, seorang guru, meminta penjelasan mengapa tunjangan profesi guru (TPG) yang menjadi haknya tidak cair dalam beberapa bulan terakhir.

BACA JUGA: Keturunan Raja yang Gundah Tinggal di Ibu Kota

"Guru itu terlalu sopan. Harusnya bilang saja minta TPG segera dicairkan," ujarnya, lantas tertawa.

Meski ribet, Anies menyatakan bahwa ada sisi positif ketika nomor HP-nya menyebar ke publik. Yakni, masalah-masalah pendidikan yang selama ini mengendap di masyarakat langsung bisa disampaikan kepada pengambil kebijakan. SMS yang masuk ke HP-nya itu akan ditampung dalam saluran khusus untuk dianalisis dan dicarikan solusinya.
   
Kemarin (30/10) untuk kali pertama Anies menerima tamu masyarakat umum. Pertemuan itu sungguh mengharukan. Sebab, yang berkunjung ke ruang kerjanya adalah Khohir Mulyadi, siswa kelas II SD Seberida, Indragiri Hulu, Riau, yang lumpuh setelah tertimpa tiang bendera saat upacara di sekolahnya dua tahun lalu.
 
 Tiang bendera yang roboh itu persis menimpa kepala bocah sepuluh tahun tersebut. Akibatnya, tempurung kepalanya harus diganti. Diduga karena ada gangguan fungsi saraf, Khohir mengalami kelumpuhan. Saat Anies mengajak berjabat tangan, dia mengulurkan tangan kiri. Sebab, tangan kanannya tidak bisa digerakkan.
   
Sang ayah, Taruna Meilala, berharap Mendikbud baru bisa memberikan perhatian untuk masa depan anaknya.

BACA JUGA: Biarlah Saya Tetap Menjadi Diri Saya Sendiri

"Saya sudah meminta tanggung jawab ke sekolah, tetapi tidak ada tanggapan. Begitu juga saat ke pemda," kata Taruna, yang berangkat dari Riau ke Jakarta dengan menyewa mobil.
   
Menanggapi kasus yang menimpa Khohir, Anies mengatakan bahwa pemerintah akan memberikan bantuan, termasuk fasilitas layanan pendidikan di kampung halaman Khohir nanti.

"Kecelakaan di sekolah bisa jadi banyak terjadi di Indonesia. Tetapi, orang tuanya tidak segigih ayah Khohir ini," tutur Anies.
   
Anies mengatakan, perlu dibuat regulasi tentang keselamatan anak selama berada di sekolah. Dari kasus Khohir itu, tambah dia, seharusnya pemda bertanggung jawab karena sekolah adalah satuan kerja milik pemerintah kabupaten atau kota.
   
"Tetapi, dari pengaduan ayah Khohir, tidak terlihat adanya tanggung jawab yang total dari pemda. Ini harus diatur," tegas dia.

BACA JUGA: ABCD Coffee Bar Bikin Pasar Tradisional Nyaris Mati Jadi Pasar Gaul (2-Habis)

Diskriminasi Perempuan dan Anak
   
Lain lagi Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PP-PA) Yohana Susana Yembise. Saat Presiden Jokowi memperkenalkan namanya Minggu petang lalu (26/10), banyak yang bertanya-tanya siapa Yohana. Tapi, selanjutnya, nama menteri perempuan pertama asal Papua itu pun cepat populer.
   
"Saya yakin nanti akan muncul lebih banyak perempuan asal Papua seperti saya," ucap Yohana.
   
Yohana berharap kepercayaan yang diberikan Presiden Jokowi kepada dirinya bisa mempercepat penyelesaian diskriminasi terhadap perempuan di kawasan timur Indonesia. Jika dibandingkan dengan daerah lain, kesenjangan yang dialami perempuan di wilayah itu memang lebih parah.
   
Selain isu diskriminasi terhadap perempuan, Yohana juga menaruh perhatian pada masalah pengamen cilik. Perempuan yang akrab disapa Yo itu mengaku baru melihat pengamen anak-anak berkeliaran di jalan ketika bertugas di Jakarta. Kondisi tersebut membuatnya resah. Sebab, seharusnya mereka menghabiskan waktu untuk belajar di sekolah dan bermain dengan teman-teman sebaya di rumah.
   
"Kami usahakan jangan ada (pengamen anak-anak) seperti itu lagi. Mereka kan seharusnya di rumah, belajar. Nanti kami buatkan program belajar buat mereka," ungkap ibu Marcia Baransano, Dina Maria, dan Berni itu.
   
Yohana mengatakan belum membuat target 100 hari kerja pertamanya sebagai menteri. Namun, itu tidak berarti dia lambat panas. Buktinya, setelah serah terima jabatan Selasa lalu (28/10), dia langsung rapat dengan eselon I dan direktur di Kementerian PP-PA. Dalam rapat tersebut, dia memaparkan ide dan arahan Presiden Jokowi yang diberikan saat sidang kabinet pertama.
   
Alumnus University of  British Columbia itu selama ini dikenal sebagai pekerja keras. Anak kedua di antara sebelas bersaudara tersebut harus membantu ibunya membesarkan adik-adiknya setelah ayahnya meninggal dunia.

"Sebagai anak perempuan tertua, saya harus menjaga adik-adik saya. Orang tua saya ingin kami jadi manusia. Artinya, kami harus lulus sekolah, lalu jadi orang yang berhasil," urai dosen Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP) Universitas Cenderawasih, Jayapura, Papua, itu.
   
Yo berkisah, menjadi menteri ataupun dosen sebenarnya bukan cita-citanya. Yo ketika kecil bercita-cita menjadi pilot. Dengan menjadi pilot, dia membayangkan bisa menjelajahi dunia.
   
Untuk mewujudkan impian itu, Yo pernah belajar menerbangkan pesawat ketika masih remaja. "Kebetulan, di depan rumah kami ada lapangan terbang kecil. Tapi, waktu coba bawa naik sedikit, hati kok ketakutan, saya tidak jadi akhirnya," kata perempuan kelahiran 1 Oktober 1958 tersebut.
   
Kepergian Yo ke Jakarta rupanya masih meninggalkan ganjalan di hati. Yaitu terkait dengan nasib mahasiswanya di Papua. Sebab, dia belum sempat pamit ketika mendadak diminta ke Istana Negara, Jakarta, Minggu lalu.
   
"Saya belum sempat mengurus pengganti saya di kampus. Karena itu, saya terus stand by bila sewaktu-waktu pihak kampus menanyakan nasib kuliah mahasiswa saya," ujarnya. (*/c11/ari)

 

BACA ARTIKEL LAINNYA... Horas Tondi Madingin, Sai Horas Ma Hita Sudena...


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler