"Biarlah Saya Tetap Menjadi Diri Saya Sendiri"

Rabu, 29 Oktober 2014 – 08:14 WIB
RAPAT PERDANA: Susi Pudjiastuti (duduk nomor tiga dari kanan) memimpin rapat pada hari pertama kerjanya. Foto: KKP for Jawa Pos

jpnn.com - MENJADI satu-satunya menteri yang berijazah SMP di Kabinet Kerja Jokowi tidak membuat Susi Pudjiastuti minder. Dia malah ingin membuktikan bahwa bukan hanya orang berpendidikan tinggi saja yang bisa mengubah negeri ini menjadi lebih maju.

 

------------------
AGUS WIRAWAN, Jakarta
-----------------
Tepat pukul 07.30 WIB, sebuah sedan Toyota Crown Royal Saloon berpelat nomor RI 39 berhenti tepat di depan pintu utama gedung Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) di Gambir, Jakarta. Belum banyak pegawai KKP yang sudah datang di kantor karena mereka biasa masuk pukul 08.00.
 
Penumpang mobil mewah hitam tersebut adalah Susi Pudjiastuti yang sehari sebelumnya (27/10) dilantik Presiden Joko Widodo menjadi menteri kelautan dan perikanan.

BACA JUGA: ABCD Coffee Bar Bikin Pasar Tradisional Nyaris Mati Jadi Pasar Gaul (2-Habis)

Mobil dinas menteri yang berlatar pengusaha di bidang perikanan dan penerbangan itu dikawal sebuah Toyota Alphard yang berisi asisten-asisten pribadi Susi.
 
"Selamat pagi," sapa Susi lantas tersenyum kepada para petugas satpam yang membukakan pintu kantornya. Pagi itu, Ibu Menteri mengenakan baju lengan panjang hitam bercorak kembang-kembang kecil yang dimasukkan ke dalam celana cutbray yang juga berwarna senada. Rambut ikalnya digulung dan diikat di belakang.
 
Tidak terlihat pejabat KKP yang secara resmi menyambut kedatangan Susi di lobi kantor. Tidak tampak pula acara protokoler layaknya penyambutan seorang menteri baru pada umumnya selama ini.

BACA JUGA: Horas Tondi Madingin, Sai Horas Ma Hita Sudena...

Saat itu hanya terlihat beberapa petugas resepsionis di lantai 1 yang mendekat dan menyalami perempuan berambut ikal tersebut. Setelah itu, Susi langsung melakukan inspeksi ke ruang-ruang kantor yang dipimpinnya.
 
Satu per satu ruangan dimasukinya. Gerakannya gesit. Hanya beberapa saat di satu ruangan, dia sudah pindah ke ruangan lain. Beberapa pegawai KKP yang kebetulan sudah datang mengiringi langkah Susi yang cepat. Sesekali Susi bertanya tentang fungsi ruangan-ruangan tersebut. "Ini ruangan apa?" tanya dia. "Ruang protokoler, Bu," jawab seorang pegawai dengan singkat.

Saat memasuki ruangan yang agak luas, Susi mendapati kursi-kursi kosong yang belum terlihat orangnya. Dia lalu terdiam, tidak bertanya tentang keberadaan pegawai-pegawainya yang belum tampak di ruangan itu.

BACA JUGA: Susi Pudjiastuti, Merintis Usaha dengan Jualan 1 Kilo Ikan

Dia lantas melanjutkan penyusuran ke lantai 2 dan seterusnya. Terkadang Susi memilih menggunakan tangga untuk menuju lantai yang lebih tinggi daripada memakai lift.
 
Hanya dalam waktu 30 menit, Susi sudah berada di lantai teratas, yaitu lantai 7 yang merupakan ruang kerjanya. Untungnya, tidak berapa lama, Sekretaris Jenderal (Sekjen) KKP Syarief Widjaja datang dan memperkenalkan diri kepada atasannya.

Beberapa menit kemudian, pejabat lain seperti Dirjen KKP menyusul. Mereka satu per satu memperkenalkan diri dengan menyebut nama dan jabatannya.
 
Wajah Susi tampak sedikit kesal saat melihat lorong menuju ruangannya yang terlihat kosong. Dia lantas meminta dinding di lorong tersebut dipasangi peta Indonesia yang besar dan panjang.
 
"Saya minta besok di sini ada peta Jawa, Sumatera, Sulawesi, Nusa Tenggara Timur, Nusa Tenggara Barat, dan seterusnya. Yang lengkap biar kita bisa lihat setiap hari sehingga mudah buat saya memantau seluruh wilayah Indonesia," kata menteri perempuan dengan suara berat itu.
 
Setelah bertemu seluruh pejabat di kementeriannya, Susi mengajak mereka masuk ke ruang rapat untuk membahas berbagai permasalahan KKP. Itu merupakan rapat pertama Susi sebagai menteri kelautan dan perikanan.

Rapat tertutup tersebut diikuti seluruh pejabat eselon I dan beberapa pejabat eselon II mulai pukul 08.00 hingga pukul 10.00. Setelah rapat, Susi keluar untuk mengikuti acara di Kantor Wakil Presiden, namun keburu dicegat wartawan.
 
Dia meminta wartawan untuk tidak banyak bertanya karena dirinya harus bekerja. Susi mengaku belum memiliki target pada hari pertamanya.

"Saya belum berani ngomong target-target. Itu harus dipelajari dulu. Yang penting sekarang do less get more (bekerja dan ada hasil, Red). Tapi, untuk jangka pendek, kami ingin ada semacam program bantuan untuk membuka akses permodalan bagi nelayan," ungkapnya.
 
Untuk jangka panjang, Susi ingin membantu para nelayan agar lebih mengerti bisnis. Dia yakin kesejahteraan nelayan bisa meningkat jika menguasai kemampuan yang lain. Tidak hanya menangkap ikan, tapi juga bisa menjualnya dengan harga tinggi.
 
"Kami ingin nelayan mengerti soal komersialisasi produk. Berapa biaya produksi dan pendapatan yang bisa diperoleh," tutur menteri yang memiliki tato di kakinya itu.
 
Menurut dia, banyak daerah di Indonesia yang memiliki potensi besar sebagai produsen ikan. Dia mencontohkan Pulau Simeulue di ujung Aceh yang kaya dengan lobsternya. Sayangnya, potensi itu belum digarap maksimal karena terkendala masalah transportasi.
 
"Dari pulau itu, kalau mau mengangkut lobster, terpaksa memakai perahu ke Pulau Haji terlebih dahulu. Akibatnya, banyak lobster yang mati karena lamanya perjalanan," terang bos maskapai Susi Air (PT ASI Pudjiastuti Aviation) itu.
 
Seharusnya, kata Susi, di pulau tersebut tersedia bandara yang memadai untuk didarati pesawat kecil agar bisa mengangkut lobster-lobster itu. Dengan begitu, daya hidup lobster semakin tinggi.
 
"Karena mati, lobster-lobster itu hanya dihargai Rp 30 ribu per ekor. Padahal, nilai jual tertinggi lobster bisa mencapai Rp 100 ribu per ekor. Kalau ada bandara, lobster atau hasil laut lain bisa dijual dengan harga tinggi," lanjutnya.
 
Karena itu, Susi berharap di pulau-pulau potensial seperti Pulau Simeulue dibangun bandara-bandara kecil untuk kepentingan pengangkutan hasil produksi perikanan atau lainnya. Dengan menggunakan slogan perusahaannya, dia ingin membangun banyak bandara kecil di daerah potensial.
 
"Kami pakai istilah one kilometer runway bring you to the world (satu kilometer landasan pacu membawamu ke dunia, Red). Cukup 1 kilometer saja, (biayanya) sekitar Rp 10 miliar"Rp 20 miliar," katanya.
 
Susi juga akan membangun budaya kerja, kerja, kerja di kementeriannya. Dia menegaskan akan memajukan jam kerja dari semula pukul 08.00 hingga 16.00 menjadi pukul 07.00 hingga 15.00.

"Saya minta itu diumumkan, mulai besok masuknya jam 07.00. Itu bukan karena tadi saya lihat nggak ada orang, tapi supaya mereka nggak kena macet," tegasnya.
 
Dia sadar, banyak bawahannya yang berpendidikan lebih tinggi daripada dirinya. Karena itu, banyak yang mencemooh ijazahnya yang hanya SMP. Namun, Susi mengaku tidak minder karena pengalaman sekian puluh tahun telah mendidiknya sebagai entrepreneur andal.
 
"Tadi saya curhat ke Pak Sarwono Kusumaatmadja (mantan menteri kelautan dan perikanan). Beliau terus bilang, "Susi itu sudah terlalu pintar, jadi tidak perlu sekolah"," ungkap ibu tiga anak itu lantas tertawa.
 
Dia juga bercerita tentang omongan sebagian orang yang menganggapnya tidak cocok menjadi menteri karena kebiasaannya merokok dan memiliki tato. Tentang itu, Susi menyatakan tidak bisa lagi mengubah kebiasaan tersebut.

"Kalau saya disuruh berubah seperti birokrat atau ibu-ibu yang manis dan feminin, jujur saya tidak bisa. Saya sudah 50 tahun seperti ini. Biarlah saya tetap menjadi diri saya sendiri," tandas dia. (c5/ari)

BACA ARTIKEL LAINNYA... ABCD Coffee Bar Bikin Pasar Tradisional Nyaris Mati Jadi Pasar Gaul (1)


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler