Ansy Lema Minta Kementan Fokus Penanganan Covid-19 di Sektor Pangan

Sabtu, 18 April 2020 – 23:35 WIB
Anggota DPR RI Fraksi PDI Perjuangan Yohanis Fransiskus Lema atau Ansy Lema. Foto: Dokpri for JPNN.com

jpnn.com, JAKARTA - Anggota Komisi IV DPR RI Yohanis Fransiskus Lema atau Ansy Lema menyisir dengan teliti Realokasi Anggaran dan Refocusing Kegiatan Kementerian Pertanian (Kementan) terkait penanganan Covid-19.

Saat Rapat Kerja (Raker) Virtual dengan Mentan Syahrul Yasin Limpo dan jajaran eselon 1, Kamis (16/4), Ansy Lema meneghaskan dirinya ingin memastikan kesiapan Kementan untuk menyediakan pangan yang sehat, cukup dan terjangkau bagi masyarakat.

BACA JUGA: Anggota DPR Andi Akmal Menyayangkan Pemotongan Anggaran Sektor Pangan

Selain itu, Ansy juga ingin memastikan kesejahteraan dan produktivitas petani.

“Anggaran dan kegiatan Kementan harus fokus pada penanganan Covid-19 di sektor pangan dan berpihak pada kepentingan petani,” kata Ansy Lema.

BACA JUGA: Kementan Dorong Sinergi Lintas Sektor untuk Daerah Rentan Rawan Pangan di Maluku Utara

Selain Kementerian Kesehatan dan Tenaga Medis, Kementan dan para petani adalah garda terdepan dan ujung tombak negara dalam menangani pandemi Covid-19.

“Dengan menyisir anggaran Kementan, saya ingin memastikan rakyat sehat dan bebas dari virus corona sama pentingnya dengan menyediakan pangan bagi perut rakyat,” katanya.

BACA JUGA: Startup Bertambah, Bukti Kementan Serius Percepat Regenerasi Petani

Menurutnya, Covid-19 memukul ekonomi rakyat, sehingga berdampak pada daya beli masyarakat. Negara wajib hadir memberikan pangan untuk rakyat.

Ansy mengaku sedih ketika mengetahui anggaran Kementan dipotong. Ini sangat berbeda dengan anggaran Kementerian Kesehatan yang tidak dipotong, bahkan ditambah.

Seharusnya, kata dia, anggaran Kementan ditambah untuk memastikan ketersediaan pangan dan distribusi pangan tetap terjamin selama Covid-19.

Apalagi, kata dia, pada Mei mendatang akan memasuki momen Puasa lalu Lebaran, yang diperkirakan akan meningkatkan permintaan konsumsi masyarakat.

Konsumsi masyarakat akan meningkat, karena itu produksi dan distribusi pangan harus dipastikan aman.

”Anggaran Kementan harus ditambah. Peran Kementan super-penting, yakni menyediakan pangan sehat dan murah untuk rakyat. Apalagi sebentar lagi Puasa dan Lebaran. Permintaan konsumsi pasti meningkat,” tegas wakil rakyat asal NTT tersebut.

Ketika menyisir realokasi anggaran dan refocusing kegiatan di Kementan, Ansy pertama-tama mempertanyakan program sejenis yang ada di direktorat berbeda.

Ia menemukan tumpang tindih (over-lapping) program atau double program dan double anggaran.

Dia mencontihkan Dirjen Peternakan dan Kesehatan Hewan mengalokasikan Rp 32,8 miliar untuk mengadakan 1.000.000 ayam lokal guna dibagi ke masyarakat dan Padat Karya Pembuatan Kandang Ayam Lokal sebanyak 40.000 Unit dengan anggaran Rp 10 miliar.

Program hampir sama juga ditemukan di Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian (Balitbangtan) yang mengalokasi Rp 39,6 miliar untuk diseminasi 1.000.000 ternak unggas, dan anggaran untuk Padat Karya Pembuatan Kandang Unggas 40.000 Unit sebesar Rp 3,2 miliar.

“Apa perbedaan antara dua program ini? Apa pentingnya program diseminasi inovasi teknologi di saat krisis sekarang? Yang membingungkan adalah mengapa untuk satu item yang sama (pengadaan ayam lokal dan padat karya pembuatan kandang) dikerjakan dua eselon I Kementan dengan porsi anggaran yang besar dan berbeda? Bukankah ini pemborosan?,” gugat Ansy.

Ansy juga meminta kejelasan tentang pembelian jutaan ayam yang akan dibagikan Kementan.

Dia ingin mengetahui apakah bibit ayam dibeli dari peternak rakyat atau dari pihak lain. Karena para peternak kecil telah menunjuk kelebihan bibit ayam sebagai salah satu penyebab utama merosotnya harga ayam dan telur di pasar.

“Ini penting ditanyakan karena saat ini jumlah ayam di pasaran berlebihan (over-supply), sehingga harganya merosot tajam. Di Sukabumi dan Solo, harga per ekor ayam potong dari peternak antara Rp 6.000 - Rp 8.000,” lanjut Ansy.

Menurut Ansy, jaring pengaman sosial seharusnya membantu masyarakat yang mengalami krisis saat ini.

Karena itu, dia mempertanyakan rencana kegiatan Diseminasi Sejuta Ekor Ayam Lokal Unggul Balitbangtan yang baru dimulai pada bulan Mei sampai dengan Juli 2020.

Hal itu berarti masyarakat baru memanen hasilnya beberapa bulan kemudian. Bantuan satu juta ekor ayam lokal bukan respons darurat.

“Apakah kebijakan pembagian bibit ayam lokal termasuk respons “sangat darurat” untuk membantu para petani atau masyarakat yang mengalami "darurat ekonomi"? Karena hasilnya tidak langsung bisa dinikmati, lebih mendesak (darurat) jika anggaran dipakai untuk membeli dan mendistribusikan 11 bahan makanan pokok bagi rakyat,” paparnya.

Begitu pula di Badan Penyuluhan dan Pengembangan Sumber Daya Manusia Pertanian (BPPSDM), Ansy menyoal urgensi program tugas belajar S2 dan S3 di saat krisis yang menelan anggaran Rp 20 miliar.

Program ini belum urgen untuk dilakukan saat ini. Seharusnya program ini dapat dialokasikan untuk penanganan Covid-19.

“Demikan pula rencana program Sekolah Lapang Tani di BPPSDM untuk mendukung penguatan daya tahan tubuh sebesar Rp 32,8 miliar. Apa tujuan program ini, dan di mana aspek mendesaknya?” Tanya Ansy.

“Saya justru menilai, program Pelatihan bagi Penyuluh, Petugas dan Petani sebesar Rp 71,8 miliar lebih penting dan masuk akal, ketimbang program Sekolah Lapang.”

Mantan Dosen itu menegaskan bahwa jaring pengaman sosial (social safety net) adalah program operasional untuk membantu rakyat miskin yang mengalami dampak krisis.

Oleh karena itu, bantuan yang diberikan harus bisa langsung dimanfaatkan. Karena itu, program Padat Karya dalam jaring pengaman sosial Kementan harus menghasilkan uang dan produk secaracepat dan langsung oleh rakyat (Quick Yielding Sallary and Commodity).

“Skema Padat Karya Kementan harus cepat menghasilkan, terutama membantu para petani atau masyarakat terdampak Covid-19. Artinya, diberikan sekarang, langsung bisa dimanfaatkan. Selain itu, Padat Karya harus sebanyak mungkin menyerap tenaga kerja, termasuk kemungkinan sektor informal yang terdampak pandemi,” tambah Ansy.

Akhirnya, Ansy meminta Kementan secara khusus memberikan perhatian serius terhadap kasus Flu Babi Afrika dan kasus Gagal Tanam yang terjadi di sejumlah wilayah di NTT.

Sebelum pandemi Covid-19, NTT sudah lebih dahulu dihadapkan dengan dua kasus ini. Rakyat NTT kini berhadapan dengan tiga persoalan serius, yakni gagal tanam, flu babi Afrika dan pandemi Covid-19.

“Jika tidak ditangani secara serius, maka akan muncul bencana kelaparan dan menambah rumah tangga miskin baru di NTT. Maka saya minta Kementan turun tangan secepatnya membantu masyarakat NTT yang paling terdampak tiga persoalan serius ini,” tutupnya.(fri/jpnn)


Redaktur & Reporter : Friederich

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Tag

Terpopuler