jpnn.com - LELAKI itu tampan, jenaka dan pemberani. Kesohor sebagai jawara. Pemerintah kolonial berkali-kali mengirimnya ke penjara. Satu di antara kasusnya merampok gudang logistik Belanda. Para pejuang kemerdekaan menjulukinya; Mat Depok.
Wenri Wanhar – Jawa Pos National Network
BACA JUGA: Ke Danau Toba, Delegasi Pemerintah Pusat Disambut Kepala Bandit
Nama aslinya Daeran bin Sa’ari. Lahir pada awal Abad 20 dari rahim seorang ibu yang bernama Dama.
Ibunya menjalankan bisnis rias penganten dan membuka warung makan di tepi Kali Besar, Depok. Kini lokasinya persis di Perempatan Tugu Gong Sibolong. Nama Daeran yang menempel pada ibunya, membuat orang menyebutnya Warung Wak Deran.
BACA JUGA: Padang Pernah Dijajah Aceh Selama…
Lidah melayu ora masyarakat setempat menggeser pelafalan Daeran menjadi Deran. Di kemudian hari, lagi-lagi perkara lidah, Daeran lebih dikenal dengan panggilan Paderan. Asalnya Pak Daeran.
Perempatan Paderan
BACA JUGA: Mau ke Surabaya, Tan Malaka Ditangkap Pasukan Bung Tomo
Bagi Anda yang tinggal atau pernah ke daerah Beji, Depok, Jawa Barat, seyogyanya mengetahui Perempatan Gong Sibolong. Disebut begitu karena persis di tengah perempatan itu berdiri kokoh tugu Gong Sibolong—perlambang kelompok seni budaya tertua di kota itu.
Sebelum tugu itu berdiri, orang-orang menyebutnya Perempatan Paderan. Orang Tanah Baru, Beji dan sekitarnya tentu tahu hal ini.
Perempatan ini saksi penting revolusi sosial di tepi Jakarta, menyongsong proklamasi kemerdekaan Indonesia 17 Agustus 1945.
Di perempatan ini, pada Oktober 1945 massa rakyat berkumpul, mengadakan semacam rapat akbar sebelum menyerbu kaum Belanda Depok, perkampungan ahli waris Cornelis Chastelein (kini disebut Depok Lama).
“Sebelum menggedor Depok, orang-orang berkumpul di depan rumah saya. Sejak pagi orang-orang dari mana saja terus berdatangan. Ramai sekali. Sampai-sampai perempatan itu penuh,” kenang Misar (lahir 1930), anak kandung Paderan, tempo hari.
Perempatan tersebut begitu saja dijadikan titik kumpul karena di sana rumahnya Paderan, jawara setempat yang kemudian hari menjadi tokoh laskar rakyat dalam perang mempertahankan kemerdekaan Indonesia (1945-1949).
Kira-kira jam 10 pagi, sebagaimana diungkap Misar, orang-orang yang ramai itu bergerak menyerbu kampung Belanda Depok.
“Ada yang dari Banteng Merah, dari Barisan Pelopor. Ada BKR. Ada juga petani biasa. Semuanya bergabung,” ungkap Misar yang pada saat itu berusia 15 tahun. “Selisih umur saya dengan bapak, 20 tahunan,” sambungnya.
Tato Mat Depok
Setelah Peristiwa Gedoran Depok, Paderan hijrah ke Karawang, bergerilya bersama pejuang lainnya. Misar ikut menyertai jejak langkah Paderan.
“Saya ikut sama ayah berjuang. Kami pernah lama di Karawang Bekasi,” katanya.
Karawang dijadikan markas besar kaum republiken ketika Belanda menggencarkan Agresi Militer. Pada masa inilah penyair Chairil Anwar menoreh puisi legendaris Karawang Bekasi.
Sekitar 1947 akhir, tentara Sekutu berhasil menangkap beberapa pejuang di Karawang, termasuk Paderan.
Mereka dibuang ke penjara Nusa Kambangan. Di penjara inilah dada Paderan ditato: MAT DEPOK. Ukurannya cukup besar. Siapa pun yang pernah bermuka-muka dengan beliau niscaya pernah melihat tato tersebut.
Mat Depok tak hanya kesohor sebagai jawara revolusioner. Dalam soal bermain cinta, dia pernah menggaet Nyai Belanda. Jurus apa yang dipakainya?—bersambung (wow/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Ini Lho Pidato Lengkap Bung Karno Saat Proklamasi
Redaktur : Tim Redaksi