Antara Peran Swasta, Tata Kelola Gas, dan Semangat Jokowi

Rabu, 25 November 2015 – 10:18 WIB
Ketua Komisi VII, Kardaya Warnika. Foto: Ricardo/JPNN.com

jpnn.com - JAKARTA - Perdebatan soal terbitnya Peraturan Menteri ESDM No 37 tahun 2015, tentang Ketentuan dan Tata Cara Penetapan Alokasi dan Pemanfaatan serta Harga Gas Bumi, menjadi perhatian Komisi VII DPR.

Selasa (25/11) malam, komisi yang membidangi energi, riset dan teknologi serta lingkungan itu sengaja menggelar rapat dengar umum, mendengarkan keresahan sejumlah stakeholder hilir gas dan asosiasi mikrohidro

BACA JUGA: Cinta Produk Dalam Negeri, Pak SBY dan Ibu Ani Borong Kerupuk Kesukaan Keluarga

Ketua Indonesia Natural Gas Trader Association (INGTA), Sabrun Jamil Amperawan, menilai Permen ESDM itu bakal mematikan trader gas swasta yang sudah sepuluh tahun lebih berbisnis gas, membangun ratusan kilometer pipa jaringan gas, beberapa stasiun pengisian gas, pembangkit listrik gas dan mempekerjakan ribuan pekerja.

Sabrun mengatakan, aturan tersebut ditetapkan tanpa melalui diskusi dengan stakeholder gas dan berpotensi menimbulkan monopoli gas. "Ini tentu melanggar Undang-undang No. 22 Tahun 2001 yang mengamanatkan peran swasta melalui mekanisme yang wajar, sehat dan transparan. Permen tersebut sangat kontradiktif dengan semangat Presiden Jokowi yang mendorong peran semua komponen bangsa untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi yang sedang terpuruk," tutur Sabrun.

BACA JUGA: Soal Kedaulatan Energi, Ini Saran Effendi Simbolon

Keresahan pihak INGTA itu coba ditengahi Hendi Prio Santoso, Direktur Utama PT PGN yang hadir mewakili Indonesia Gas Association (IGA). Menurut Hendi, pada dasarnya hadirnya aturan tata kelola gas melalui peraturan menteri ini sudah baik. "Hanya apabila dirasa merugikan trader gas lain, kami yakin bisa dibicarakan lebih lanjut untuk dicari titik temu,” katanya.

Senada dengan Hendi, Dirjen Migas yang diwakili oleh Sekretarisnya, Susyanto menyatakan peraturan menteri ini ditetapkan untuk memperbaiki tata kelola hilir gas yang selama ini menciptakan pasar yang tidak efisien, harga gas yang tinggi dan banyak trader gas tidak berfasilitas yang hanya bermodalkan kertas.

BACA JUGA: Kejati Ikut Gubernur Pergi ke Prancis, Ngapain ya?

"Namun kalau dalam pelaksanaannya malah mematikan trader gas berfasilitas dan industri pemakai, maka perlu direvisi untuk penyempurnaan," tandasnya.

Pihak kementerian ESDM sendiri sebenarnya sudah memberi lampu hijau untuk melakukan revisi terhadap isi Permen tersebut. Ketua Komisi VII DPR, Kardaya Warnika mengingatkan, Menteri ESDM dan jajaran di bawahnya harus taat pada undang-undang. 

“Tidak bisa sebuah aturan dibuat hanya bermodalkan niat baik, tetapi menabrak undang-undang yang ada, dalam hal ini UU No. 22 tahun 2001 yang secara tegas menjamin peran badan usaha swasta dalam kegiatan usaha hilir migas," tegasnya.

Kardaya menambahkan Permen ESDM No. 37/2015 ini juga bisa dianggap berbahaya karena membatasi kontraktor migas untuk menjual gas hak kontraktor ke konsumen yang memberikan harga paling baik.

"Dalam kontrak PSC, kontraktor berhak menjual gas bagian kontraktor ke konsumen yang paling menguntungkan, tidak bisa dibatasi hanya ke BUMN atau BUMD tertentu. Ini bisa menyebabkan lemahnya posisi pemerintah apabila ada pihak yang melakukan uji materi atau menuntut ke Mahkamah Agung," ujarnya. (adk/jpnn)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Penyaluran KUR Jangan Sekadar Mengejar Target


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler