jpnn.com, JAKARTA - Pengamat INDEF Bhima Yudhistira mengatakan harga beras diprediksi meningkat pada akhir tahun, disebabkan peningkatan musiman jelang Natal dan tahun baru. Akhir tahun merupakan masa tanam bukan masa panen, sementara permintaan justru meningkat.
Saat ini harga beras terpantau mengalami kenaikan 0,42 persen dari Oktober sampai minggu ketiga November. Kontribusi kenaikan harga beras ke inflasi total diperkirakan 0.03-0.1 persen.
BACA JUGA: Jelang Nataru, Ditjen Hubud Terapkan Sejumlah Strategi
Kondisi ini masih terpantau lebih baik dibanding bulan Januari 2018 lalu yang mengalami kenaikan harga beras 3 persen sehingga kontribusi beras ke inflasi tembus 0.24 persen. “Pantauan harga memang masih belum final,” ungkapnya.
Gejolak volatile food akan terasa bulan Desember mendatang. Inflasi volatile food ditahun kalender hingga Oktober sudah mencapai 1.58 persen lebih tinggi dari total volatile food 2017 yang sebesar 0.71 persen. Faktornya disisi supply mencapai target produksi beras November sampai Desember 2018 cukup berat.
BACA JUGA: Stok Daging dan Telur Ayam Jelang Natal dan Tahun Baru Aman
Alasan yang mendasarinya adalah akhir tahun adalah musim tanam raya, bukan panen raya. “Ancaman banjir akibat musim hujan menjadi salah satu faktor penyumbang gagal panen,” jelasnya.
Surplus beras bukan jaminan harga beras stabil. Ada dua hal yang perlu diperhatikan meski terjadi surplus, pertama aksesibilitas. Pasokan ada, namun tidak tersedia di pasaran. Tren harga tinggi di akhir tahun menjadi, menjadi peluang oknum yang tidak bertanggungjawab melakukan penimbunan.
BACA JUGA: Mantapkan Koordinasi, Dirjen Hubla Gelar Rakor Nataru
“Ketegasan satgas pangan diperlukan untuk antisipasi moral hazard yang bisa muncul,” paparnya.
Kedua, pasokan ada, tapi Bulog terkendala melakukan penyerapan gabah/beras di masyarakat. Bulog memiliki ketentuan dalam menyerap beras seperti kadar air dan harga. Tidak semua beras yang ada di masyarakat bisa diserap Bulog.
Langkah strategis yang bisa dilakukan pemerintah yakni memastikan produksi beras November 2018 sampai Desember 2018 sesuai target. Pemerintah perlu memperhatikan daerah-daerah yang akan panen pada bulan tersebut guna memastikan panen berhasil dengan cara pengendalian hama dan mitigasi banjir. “Memastikan stok beras gudang Bulog 1,5 juta ton per bulan,”tegasnya.
Berdasarkan data BPS produksi beras bulan November 1,2 juta ton, Desember 1,22 juta ton. Sementara konsumsi November 2,43 juta ton, Desember 2,51 juta ton. Bulan November dan Desember terdapat defisit 1,23 juta ton dan 1,29 juta ton. “Akhir tahun memang krusial, karena tidak bertepatan dengan masa panen,” tegasnya.
Dari pihak Food Station yang merupakan perusahaan BUMD DKI menyampaikan harga kulakan beras sudah tinggi. Direktur Utama Food Station Arief Prasetyo Adi mengatakan dalam seminggu Pasar Induk Beras Cipinang (PIBC) membutuhkan pasokan beras 6 ribu ton. Stok dikatakan aman minimal 30 ribu ton, stok saat ini 51 ribu ton. “Namun harga perolehannya sudah tinggi,” paparnya.
Lebih lanjut dirinya menerangkan, berdasarkan Inpres 5 tahun 2015 mengatur, gabah yang dibeli Bulog dengan harga Rp 3.700 sudah harus direview kembali. Saat ini harga gabah sudah di atas Rp. 5.000. Sangat sulit bagi pelaku usaha menjual Beras Medium dengan Harga Eceran Tertinggi (HET) Rp 9.450. “Kita perlukan teman kita Bulog untuk intervensi,” terangnya.
Mengantisipasi lonjakan beras di akhir tahun dilakukan operasi Pasar Beras Medium Food Station dengan Bulog di PIBC dengan harga Rp 8.500 dan Pasar Turunan Rp 9.000 di bawah HET Beras Medium Rp 9. 450. “Operasi pasar sangat diperlukan, sampai dengan Februari atau Maret 2019,” terangnya.
Menurutnya, peningkatan kebutuhan beras akhir tahun tidak akan signifikan. Yang diperlukan adalah menjaga availibility stock dan range harga sehingga harga yang terbentuk masih dapat diterima di masyarakat. Kondisi cuaca saat ini bagus untuk tanam, sekitar 110 hari akan panen.
Kebutuhan setelah panen adalah pengering sehingga gabah yang dipanen dapat dikeringkan dan dapat disimpan sampai dengan panen berikutnya. “Mengingat jika panen dalam keadaan basah biasanya harga akan jatuh,” imbuhnya.
Ketua Umum Persatuan Penggilingan Padi dan Pengusaha Beras Indonesia (Perpadi) Sutarto Alimoeso menyampaikan, untuk menjaga kestabilan harga beras, pemerintah harus melepas stok berasnya untuk menekan harga. “Supaya beras medium di bawah HET,” terangnya.
Harus ada pembicaraan jika harga beras yang dijual sudah di atas HET. Konsumsi beras sampai akhir tahun menurutnya tidak terlalu banyak peningkatannya. Stok beras di bawah 2 juta ton cukup aman. “Supplynya mulai turun,” paparnya.
Sementara untuk meningkatkan produktivitas, bisa dilakukan dengan tekhnologi. Mulai dari perbaikan kesuburan tanah, pembangunan pengairan, pengendalian hama dan lainnya. Lalu pembukaan lahan di luar pulau Jawa. “Sawah di Jawa jangan dikonversi, dan produksi ditingkatkan,” jelasnya seperti diberitakan Jawa Pos.
Pengamat Pertanian Khudori mengatakan kenaikan harga di akhir tahun merupakan siklus tahunan. Terkait irama panen yang ajek, periode Oktober – Januari masuk musim paceklik. Hal ini karena supply lebih kecil dari permintaan, sehingga harga tinggi.
Stok beras pemerintah menurutnya masih cukup hingga Februari 2019. Jika masih kurang, sisa izin impor dari total 2 juta ton yang belum direalisasikan bisa diperpanjang izinnya. Operasi pasar menjadi salah satu jalan keluar. “Namun dari target 15 ribu per hari, baru terealisasi 1 – 3 ribu ton per hari,” jelasnya.
Stok Bulog awal tahun bergerak antara 1,5 juta – 2 juta ton, terbilang aman. Bantuan pangan non tunai jangan sampai terlambat, karena jika masyarakat berburu di pasar potensial menggerakkan harga lebih tinggi. “Jika itu terjadi, inflasi naik, daya beli terganggu dan kemiskknan akan melonjak,” tegasnya. (nis)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Kiat Pemerintah Jaga Harga Beras Jelang Natal dan Tahun Baru
Redaktur & Reporter : Soetomo