jpnn.com - POSISI orang nomor dua di Polri bergeser dari Komjen (Pol) Oegroseno ke Komjen (Pol) Badrodin Haiti. Oegroseno lengser dari jabatan Wakil Kepala Kepolisian Republik Indonesia (Wakapolri) lantaran masuk masa pensiun.
Sedangkan Badrodin sebelum menjadi Wakapolri adalah Kepala Badan Pemeliharaan Keamanan (KaBaharkam) Polri. Sejak awal berkarir di kepolisian, Badrodin tak pernah berpikir bahwa akhirnya bisa menjadi Wakapolri.
BACA JUGA: Saya Ingin Jadi Presiden Satpam
Namun, Badrodin selama karier di kepolisian memang menempati berbagai pos strategis. Saat sudah menyandang bintang di pundak, lulusan Akademi Kepolisian tahun 1982 dan peraih Adhi Makayasa itu pernah memimpin Polda Banten, jadi Kapolda Sulawesi Tengah, Kapolda Sumatera Utara, Kapolda Jawa Timur, Kadivkum Polri, Staf Ahli Kapolri, hingga Asisten Operasi Kapolri.
Sementa saat masih menjadi perwira menengah Polri, pria kelahiran Paleran, Umbulsari, Jember, Jawa Timur, 24 Juli 1958, itu pernah menjadi Kapoltabes Medan, Direktur Reskrim Polda Jatim, hingga Kapolwiltabes Semarang.
BACA JUGA: Intip Hakim Selingkuh dengan Kamera Video
Kini, ia resmi menjabat Wakapolri dan mengemban tugas berat untuk menyukseskan pemilihan umum di tahun politik ini. Lantas apa yang akan dilakukan Badrodin dengan posisinya yang strategis itu?
Ternyata, kerawanan akibat ketatnya persaingan di tahun politik ini menjadi perhatian Badrodin. Menurutnya, electoral threshold bisa memicu partai berbondong-bondong melakukan tindakan curang demi memenuhi ambang batas pemilihan di kontestasi lima tahunan itu.
BACA JUGA: Kurir Narkoba tak Gampang Ngoceh
Berikut petikan wawancara wartawan JPNN, M Kusdharmadi dengan Badrodin Haiti di Mabes Polri, Selasa (4/3).
Pernah terlintas atau terpikir di benak Anda untuk menjadi Wakapolri?
Awalnya berkarir biasa saja. Berpikir jadi polisi, itu saja.
Ketika pertama kali tahu ditunjuk sebagai Wakapolri, bagaimana ketika itu?
Awalnya kita tidak tahu. Waktu itu saya lagi di Palu, Sulawesi Tengah. Kita bersyukur diberi anugerah sekaligus tantangan supaya bisa lebih baik.
Apakah ini awal langkah untuk melangkah lebih tinggi lagi, menjadi Kapolri misalnya?
Kita konsentrasi kepada pekerjaan kita saja. Apa yang jadi beban, kita konsentrasi di situ supaya berhasil. Sudah, selesai.
Wakapolri itu lebih kepada menjalankan tugas internal, apa gagasan Anda?
Wakapolri itu kan koordinasi pekerjaan staf. Staf itu kan macam-macam. Supaya ada sinkronisasi satu dengan lain, itu tentu tugasnya Wakapolri yang mengkoordinasikan pekerjaan.
Lalu apa ide Anda?
Itu sudah berjalan. Mulai inpres-inpres (Instruksi Presiden, red) yang sedang berjalan, termasuk program Kapolri dalam 12 program prirotitas, tinggal kita koordinasikan seperti apa. Tinggal menjalankan saja.
Nah, sekarang pemilu semakin dekat. Apa langkah pertama Anda sebagai Wakapolri untuk mengawal kesuksesan Pemilu 2014 ini?
Pertama, soal rencana strategis Polri, karena itu (renstra) merupakan jalannya Polri ke depan. Kalau sampai ini tidak komprehensif dalam pembahasannya, tentu ini terseok-seok nanti jalannya.
Kedua, untuk jangka pendek Pak Kapolri menyampaikan bagaimana soal pengamanan Pemilu 2014. Karena memang tahun ini tahun politik, prediksinya kerawanan itu begitu tinggi.
Sekarang, kalau dari electoral threshold 2,5 persen menjadi 3,5 persen, itu kan berat. Berbagai macam cara diupayakan untuk melewati itu (electoral threshold).
Berarti potensi ancaman atau kerawanan untuk mencapai angka itu lebih besar?
Bisa ada kecurangan, bentrokan dan lain-lain. Oleh karena itu kita antisipasi, termasuk yang kedua perebutan kursi presiden yang semakin seru nanti.
Selain upaya preventif, langkah tegas apa yang akan diambil Polri jika nanti benar-benar ada partai politik yang menghalalkan segala cara untuk mencapai electoral threshold 3,5 persen itu?
Ya kan sudah ada pengawas. Polisi kan juga bukan hanya pengamanan, tapi pengawas. Kita juga sudah melakukan Memorandum of Understanding dengan Badan Pengawas Pemilihan Umum untuk pengawasan. Bahkan, untuk penegakan tindak pidana pemilu kita ada MoU dengan kejaksaan. Mudah-mudahan bisa ditangani. Daerah rawan kita berikan penebalan (penguatan pengamanan).
Daerah rawan itu seperti apa saja kriterianya dan di mana?
Loh, daerah rawan itu kan cukup banyak kriterianya. Mulai kita evaluasi dari Pemilu 2009 lalu, kemudian evaluasi pelaksanaan pilkada yang lalu itu yang ada terjadi konflik. Kalau terjadi konflik antarpartai itu sudah diselesaikan belum, kemudian juga potensi konflik di daerah, itu jadi pertimbangan. Termasuk daerah rawan seperti Poso.
Selain itu juga ketersediaan banyaknya peredaran senjata api ilegal, itu juga menjadi satu faktor utama. Daerah konflik itu kan peredaran senjata apinya banyak. Kalau kemungkinan itu digunakan bisa. Contohnya di Aceh kemarin, ada penembakan berarti masih banyak senjata illegal yang beredar. Itu harus diantisipasi. (boy/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Saya Bisa Lacak Semua Rekening Mereka
Redaktur : Tim Redaksi