Anwar Usman Bantah Putusan MK Berpihak ke Gibran, ICW: Argumentasi Konyol

Kamis, 26 Oktober 2023 – 19:09 WIB
Peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW) Kurnia Ramadhana (Kemeja biru), di kantor MK, Jakarta Pusat, Kamis (26/10). Foto; Ryana Aryadita/JPNN

jpnn.com, JAKARTA - Peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW) Kurnia Ramadhana menyebutkan bantahan Ketua Mahkamah Konstitusi Anwar Usman soal konflik kepentingan dalam putusan syarat usia capres-cawapres adalah hal yang konyol.

Diketahui, Anwar mengatakan bahwa MK merupakan pengadilan yang mengadili norma abstrak berupa pengujian undang-undang, bukan mengadili individu, sehingga dia mempertanyakan tudingan konflik kepentingan terhadap dirinya.

BACA JUGA: Banyak Laporan Masuk ke MK, Ada yang Minta Anwar Usman Mundur

“Argumentasi yang disampaikan Saudara Anwar Usman beberapa hari lalu yang mengatakan bahwa pengujian UU itu adalah pengujian yang abstrak, tidak terkait dengan individu tertentu, bagi kami argumentasi yang konyol,” ucap Kurnia di MK, Jakarta Pusat, Kamis (26/10).

Menurut dia, bila dibaca secara jelas permohonan tersebut secara spesifik menyebutkan nama Wali Kota Solo Gibran Rakabuming Raka.

BACA JUGA: Sulit Memisahkan Putusan MK, antara Hubungan Anwar Usman dengan Gibran bin Jokowi

“Yang mana itu merupakan keponakan dari Saudara Anwar Usman,” kata dia.

Kurnia pun menegaskan bahwa seperti Anwar Usman tidak lagi layak lagi menjadi hakim konstitusi apalagi Ketua MK.

BACA JUGA: Jokowi Saksikan Pengambilan Sumpah Ketua MK, Lihat Caranya Menyalami Anwar Usman

Hal ini lantaran salah satu syarat hakim konstitusi adalah negarawan yang harus memahami seluruh peraturan dan juga nilai-nilai etik.

“Berkaitan dengan pengelolaan konflik kepentingan dan itu yang saat ini punya permasalahan serius di MK,” tuturnya.

Sebelumnya, MK mengabulkan permohonan pemohon mencabut gugatan uji materi Pasal 169 Huruf q Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum, berkaitan dengan usia minimal capres dan cawapres.

Perkara Nomor 100/PUU-XXI/2023 tersebut diajukan oleh warga negara Indonesia (WNI) bernama Hite Badenggan Lumbantoruan dan Marson Lumban Batu.

"Menetapkan mengabulkan penarikan kembali permohonan para pemohon," kata Ketua MK Anwar Usman dalam sidang pengucapan putusan atau ketetapan di Gedung MK RI, Jakarta, Senin (2/10).

Anwar menyebutkan MK telah menyelenggarakan persidangan pada 13 September 2023 dengan agenda pemeriksaan pendahuluan dan Mahkamah telah memberikan nasihat sesuai dengan Pasal 39 Undang-Undang MK.

Namun, dalam sidang pemeriksaan pendahuluan kedua pada tanggal 26 September 2023, para pemohon menyampaikan surat permohonan pencabutan perkara dengan alasan pemohon merasa argumentasi permohonan masih lemah.

"Alasan yang pertama, kami juga menerima nasihat Yang Mulia soal sidang pertama, Yang Mulia. Ya, begitu, Yang Mulia. Masih lemahnya argumentasi kami, Yang Mulia," kata Hite dikutip dalam risalah persidangan yang diunduh dari laman resmi MK RI di Jakarta, Senin.

Atas permohonan pencabutan perkara tersebut, MK melakukan rapat permusyawaratan hakim dan berkesimpulan bahwa pencabutan atau penarikan kembali Perkara Nomor 100/PUU-XXI/2023 itu beralasan menurut hukum.

Anwar menyebutkan sebagaimana diatur dalam Pasal 35 ayat (2) Undang-Undang MK, penarikan kembali mengakibatkan permohonan a quo tidak dapat diajukan kembali.

"Menyatakan para pemohon tidak dapat mengajukan kembali permohonan a quo," ujar Anwar. (mcr4/jpnn)


Redaktur : Budianto Hutahaean
Reporter : Ryana Aryadita Umasugi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Tag

Terpopuler