Apa dan Siapa di Uang Logam Rp100?

Jumat, 23 Desember 2016 – 15:20 WIB
Herman Johanes. Foto: Public Domain.

jpnn.com - HERMAN JOHANES yang wajahnya ada di uang Rp100 baru, seorang ilmuwan pejuang. Dia punya prinsip, "apa pun yang dikembangkan harus membantu ekonomi kecil."

Wenri Wanhar - Jawa Pos National Network

BACA JUGA: Seulas Romansa dalam Sejarah Barcelona

"Selama berlangsungnya revolusi fisik, Ir. Johanes adalah dosen di Sekolah Teknik Tinggi (STT) Yogya," tulis Julius Pour dalam Herman Johannes: Tokoh yang Konsisten dalam Sikap dan Perbuatan.

Revolusi fisik mempertahankan kemerdekaan Indonesia dari rongrongan Belanda berlangsung sepanjang 1945-1949. Semasa itu, tak hanya "bersinggasana di menara gading", Herman turut serta berjuang.  

BACA JUGA: Panjang Umur Hasjim Djalal...!

Berbekal kemampuannya di bidang ilmu kimia dan ilmu fisika, lelaki kelahiran Pulau Rote, 28 Mei 1912 ini merakit senjata api, membuat detonator, serta merancang bahan peledak; amunisi para pejuang di garis depan. 

Peran itu membuat lelaki yang baru berumur 30-an tahun ini mendapatkan pangkat Mayor dari Markas Tertinggi Tentara di Yogyakarta.

BACA JUGA: Sebelum Asrul Sani dan Chairil Anwar Menjadi Bintang

Tak hanya merakit senjata di laboratorium, Herman juga berjibaku di medan laga. Dialah yang meledakan jembatan kereta api Sungai Progo dan Jembatan Bogem yang membentang di atas Sungai Opak untuk menghambat laju pasukan musuh. 

Herman Johanes, "juga ikut aktif di garis depan bersama pasukan Taruna Akademi Militer dibawah komando Kolonel Djatikusumo serta memimpin Gerakan Rakyat Indonesia Sunda Kecil (GRISK)," tulis Paul J.A. Doko dalam Prof.Dr. Ir. Herman Johanes. 

Penghujung 1949, menjelang perang usai--menanti ditekennya persetujuan Konferensi Meja Bundar (KMB)--Herman meletakkan jabatan dan pangkat militernya. Dan kembali mengabdikan diri di bidang pendidikan.   

Ia mengambil peran menggambungkan beberapa sekolah tinggi di Yogyakarta bersama Prof. Sardjito, Prof. Wreksodhiningrat dan Sri Sultan Hamengkubuwono IX. 

"Hasil gabungan sekolah tinggi tersebut adalah Balai Perguruan Tinggi Gajah Mada yang diresmikan pada 1 November 1949. Sekolah tinggi ini merupakan awal berdirinya Universitas Gajah Mada (UGM) pada 1 Desember 1949," tulis Pranadipa Mahawira dalam Cinta Pahlawan Nasional Indonesia

Mula berdiri, Rektor UGM dijabat Prof. Sardjito. Herman Johannes sendiri sempat menjabat Dekan Fakultas Teknik dan Dekan Fakultas Ilmu Pasti & Alam sebelum diangkat menjadi Rektor UGM pada awal 1960-an.

Mantan Aktivis Mahasiswa

Dengan gaji yang tak seberapa sebagai seorang guru, Daniel Abia Johanes berhasrat menyekolahkan anak-anaknya setinggi mungkin. 

Maka, ia mengirim Herman Johanes (anak keempatnya) meninggalkan Pulau Rote ke Kupang untuk sekolah di Europesche Lagere School (ELS). 

Dari situ, kemudian berturut-turut sekolah ke Meer Uitgebreid Lager Onderwijs (MULO) Makassar, Algemeene Middelbare School (AMS) Batavia dan pada 1934 masuk Technische Hooge School (THS) Bandung.

Di THS Bandung ia mendapatkan beasiswa karena lulus dengan nilai tertinggi di AMS. 

Ia suka menulis, dan "tulisan-tulisannya mendapat perhatian besar dan pujian dari pimpinan fakultas dan kalangan akademisi sehingga lolos seleksi untuk dimuat dalam majalah De Ingenieur in Nederlandsch Indie dan akhirnya mendapat penghargaan dari Koningklijk Instituut van Ingenieurs di Belanda," tulis Paul J.A. Doko dalam Prof.Dr. Ir. Herman Johanes-Pejuang yang Terlupakan di Daerah Asalnya.

Dianggap brilian, dalam status mahasiswa, ia sudah dipecaya mengajar di Sekolah Menengah Tinggi Jakarta, Sekolah Tinggi Kedokteran di Jakarta, Solo, Klaten, Sekolah Tinggi Teknik Bandung. 

Pada masa itu, menyusul Sumpah Pemuda kian marak berdiri organisasi mahasiswa dan kepemudaan. Jong ini, Jong itu.  

Nah, bersama pelajar-pelajar dari Timor yang sekolah di Bandung, Herman mendirikan Timorsche Jongeren yang kemudian hari menjadi Perkumpulan Kebangsaan Timor (PKT)--organisasi yang mengantar sang aktivis mahasiswa mendirikan Partai Indonesia Raya. 

Partai Indonesia Raya-lah yang mendudukkannya menjadi Menteri Pekerjaan Umum dalam Zaken Kabinet-nya Perdana Menteri M. Natsir, pimpinan Masyumi.

Herman yang berpulang pada 17 Oktober 1992 dan dimakamkan di Pemakaman Keluarga UGM di Sawitri, Yogyakarta.

Sebelum berpulang, ilmuwan pejuang yang dianugerahi gelar Pahlawan Nasional oleh Presiden SBY pada November 2009 tersebut sempat mengembangkan bahan bakar murah dan tidak merusak lingkungan. 

Ilmu untuk Rakyat

Sesuai kata dan perbuatan, ilmuwan yang punya prinsip, "apa pun yang dikembangkan harus membantu ekonomi kecil," mengembangkan teknologi Tungku B3 sejak 1980-an.

Tungku B3 ialah biomassa, bioarang dan biogas yang menggunakan bahan bakar briket arang dari potongan kayu dan dedaunan.

Bagi dia, Tungku B3 tak hanya bisa mengurangi ketergantungan rakyat pada minyak, namun juga ramah lingkungan. Sebab, tidak diperlukan penebangan pohon untuk biomassanya. 

"Biomassa diperoleh dari potongan-potongan kayu, ranting, dedaunan, batang jagung, alang-alang, dan eceng gondok.  Api yang dihasilkan tidak kalah dengan kompor gas," sebagaimana dicuplik dari buku Kimia untuk SMA/MA kelas XII, yang mengulas secuplik kiprah Herman Johanes.

Kini, wajah Herman Johanes menghiasi koin logam Rp100 yang baru saja diluncurkan rezim Jokowi. Tapi, apa kabar teknologi Tungku B3 yang ramah lingkungan itu? (wow/jpnn)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Sepandai-pandai Chairil Anwar Mencuri, Akhirnya...


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler