jpnn.com, JAKARTA - Pemerintah bersama DPR tengah membahas Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Perubahan Kelima atas Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP).
Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati meyakinkan meski dibahas dalam suasana pandemi, pemerintah tetap akan membangun sebuah tata perpajakan yang adil, sehat, efektif, dan akuntabel.
BACA JUGA: Sri Mulyani Bakal Atur Ulang Objek Pajak PPN, Ada Sembako hingga Jasa Kesehatan
Eks Direktur Bank Dunia itu menyatakan akan melakukan reformasi perpajakan yang merupakan semangat pembentukan RUU KUP.
Hal itu merupakan bentuk respons untuk menghadapi tantangan dalam mendorong pemulihan ekonomi, kesinambungan fiskal, dan mewujudkan kemandirian bangsa.
BACA JUGA: Anis Byarwati: Tax Amnesty Jilid I Bagaimana Kabarnya?
“Basis perpajakan kita harus makin diperluas dan kepatuhan wajib pajak harus juga ditingkatkan," ujar Sri Mulyani seperti dikutip dari laman resmi Kemenkeu.go.id, Rabu (30/6).
Sri Mulyani menilai saat ini dibutuhkan reformasi kebijakan dan administrasi perpajakan dari sisi KUP, Pajak Penghasilan (PPh), Pajak Pertambahan Nilai (PPN), cukai, dan pajak karbon.
BACA JUGA: Komisi X Protes PPN Sekolah, Jawaban Mas Nadiem Mengambang
"Untuk merefleksikan prinsip-prinsip keadilan dan menciptakan kepastian hukum," katanya.
Sri Mulyani menuturkan materi KUP meliputi asistensi penagihan pajak global, seperti kesetaraan dalam pengenaan sanksi dalam upaya hukum.
Lalu, lanjut perempuan kelahiran Bandarlampung itu, tindak lanjut putusan mutual agreement procedure. Penunjukan pihak lain untuk memungut PPh, PPN, dan PTE.
"Program peningkatan kepatuhan wajib pajak serta penegakan hukum pidana pajak dengan mengedepankan ultimum remedium," jelas Sri Mulyani.
Kemudian, materi PPh meliputi pengaturan kembali fringe benefit yakni perubahan tarif dan bracket PPh Orang Pribadi yaitu 35 persen untuk yang berpendapatan di atas Rp 5 miliar per tahun.
Lalu, kata dia, instrumen pencegahan penghindaran pajak berupa penyesuaian insentif wajib pajak UKM dengan omzet dibawah Rp 50 miliar
"Penerapan alternative minimum tax bagi wajib pajak badan yang menyatakan rugi namun terus beroperasi," kata Sri Mulyani.
Selanjutnya, materi PPN meliputi, pengurangan pengecualian dan fasilitas PPN akan mulai dirasionalkan yakni pengenaan PPN multi tarif dan Kemudahan dan kesederhanaan PPN.
Pada materi cukai meliputi, adanya penambahan barang kena cukai yang menyebabkan eksternalitas.
"Sementara untuk materi pajak karbon, menjadi salah satu instrumen mengendalikan emisi gas rumah kaca," kata Sri Mulyani.
Dia menambahkan upaya membangun pondasi dalam jangka menengah panjang merupakan suatu keharusan yang tetap harus dilakukan bersama-sama.
"Atas seluruh dukungan dari Komisi XI DPR kami berterima kasih untuk bisa memiliki kesempatan membahas hal-hal yang merupakan pondasi penting bagi negara kita,” kata Sri Mulyani. (mcr10/jpnn)
Kamu Sudah Menonton Video Terbaru Berikut ini?
Redaktur & Reporter : Elvi Robia