jpnn.com, JAKARTA - Berbagai alasan keagaaman diutarakan sejumlah kalangan untuk menolak pemberian vaksin MR. Lalu apakah langkah penolakan itu tepat?
Menurut Asrorun Ni'am Sholeh, sekretaris Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia, melanggar langkah prefentif atau pencegahan adalah sebuah dosa. Menurutnya imunisasi merupakan salah satu langkah preventif.
BACA JUGA: 20 Persen Ortu di Jakarta Lebih Percaya Imunisasi Swasta
Ni’am tidak menampik jika pihaknya mengetahui kalau ada pihak-pihak yang masih menolak pemberian vaksin.
”Alasan yang digunakan antara lain karena konsep imunisasi itu buatan Yahudi, tidak menghargai takdir Allah, dan tidak halal karena ada kandungn babi,” ucapnya.
BACA JUGA: Dianggap Antivaksin, Oki Setiana Dewi Alihkan Pertanyaan
Pria kelahiran Nganjuk itu punya jawaban sendiri untuk berbagai penolakan vaksin. Na’im membeberkan jika takdir tidak bisa semata-mata pasrah terhadap keadaan.
Seharusnya manusia harus berusaha agar memiliki takdir yang baik. Dia mengilustrasikan ketika Nabi Muhammad perang pasti menggunakan senjata dan baju besi.
BACA JUGA: Simak Nih, Reaksi BPOM soal Mi Samyang Mengandung Babi
”Nabi tidak hanya pasrah kalau meninggal kan takdir Allah. Beliau berusaha,” ucapnya.
Mengenai kehalalan, Na’im mengakui bahwa banyak vaksin yang belum bersertifikat halal. Dia menyarankan agar pemerintah mendorong produsen obat untuk mendaftarkan produknya. Namun menurutnya umat seharusnya tetap melakukan imunisasi.
”Dalam Islam itu disarankan jika semua tindakan ada risikonya, maka pilih risiko yang paling kecil dan tidak berdampak besar,” ungkapnya.
Na’im lagi-lagi mengilustrasikan penggunaan vaksin tersebut dengan orang di tengah padang pasir yang sedang kelaparan dan hanya ada babi.
”Tetap haram, babinya boleh dimakan. Setelah energi orang itu pulih, maka harus usaha untuk cari makanan yang halal dan tidak lagi makan babi,” tuturnya.
Selanjutnya, Ni’am mengatakan bahwa lembaganya sudah melakukan sosialisasi dengan cendekiawan muslim dan forum ulama mengenai vaksin.
Dia berharap dari para ulama mendapatkan pengetahuan yang benar tentang vaksin dan akhirnya ikut menyosialisasikan vaksin.
”Kami sudah membuat fatwa tentang vaksin. Fatwa nomor 4 tahun 2016 seharusnya bisa mendukung program pemerintah,” katanya yang ditemui di Kantor Kementerian Kesehatan kemarin (19/7).
Dalam aturan perundang-undangan pun diatur agar tidak menghalangi pemberian imunisasi. Sebab ditakutkan akan menjadikan wabah.
Undang-undang yang dimaksud adalah undang-undang nomor 4 tahun 1984 tentang Wabah Penyakit Menular pasal 14. Hukumannya bisa kurungan penjara atau denda.
Lalu apakah betul vaksin MR dari babi? Direktur Surveilans, Imunisasi, Karantina, dan Kesehatan Matra Kementerian Kesehatan Elizabeth Jane Soepardi menampik jika vaksin MR terdapat unsur babi.
Sebab bibit virus rubella dikembangkan di tubuh anak ayam. ”Sedangkan campak dikembangkan dari sel punca atau stemsel manusia. Saya jamin tidak ada unsur babinya,” terangnya. (lyn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Mi Samyang Harus Ditarik, Pengedarnya Mesti Dipidana
Redaktur & Reporter : Soetomo