Apakah Masyarakat Harus Berdamai dengan Corona di Saat Vaksin Belum Ada?

Sabtu, 09 Mei 2020 – 03:02 WIB
Suasana Stasiun Bogor beberapa waktu lalu. Foto: Ricardo/JPNN

jpnn.com, JAKARTA - Hermawan Kartajaya menilai bahwa leadership atau kepemimpinan menjadi salah satu faktor penting dalam penanganan COVID-19.

Pakar manajemen sekaligus Founder & Chairman MarkPlus, itu mengatakan bahwa pandemi virus corona menjadi ujian bagi kepemimpinan.

BACA JUGA: Roy Kiyoshi Stres Gara-gara Corona, Kirim Pesan via WA Hanya 1 Kata

"Bukan hanya government, tapi governance harus diutamakan. Lalu leadership, bukan management. Dan entrepreneurship, bukan profesionalism. Karena COVID-19 menjadi ujian bagi kepemimpinan," ujar Hermawan dalam diskusi daring bertajuk "MarkPlus Industry Roundtable Government Sector Perspective," di Jakarta, Jumat (8/5).

Dikatakan, kepemimpinan untuk mengatasi dampak wabah ini penting mengingat vaksin COVID-19 belum menunjukkan adanya tanda-tanda ditemukan.

BACA JUGA: 283 Perusahaan di Sumut Megap-megap, yang Kena PHK Banyak Banget, Sedih

"Artinya, ketika ekonomi terbuka kembali, masyarakat harus memasuki era next normal di mana COVID-19 harus dihadapi tanpa vaksin," ujarnya.

Dalam kesempatan sama, Dirjen Otonomi Daerah Kementerian Dalam Negeri Akmal Malik menyampaikan tiga hal yang menjadi fokus pemerintah pusat terkait COVID-19.

BACA JUGA: Gelombang Guru PNS Pensiun Bakal jadi Ancaman Serius, Jangan Anggap Sepele

Yakni pencegahan, memperkuat daya tahan tubuh masyarakat, dan membangun sistem kesehatan yang kuat.

Kemudian, lanjut dia, terdapat juga beberapa skenario yang disiapkan pemerintah, jika COVID-19 berlanjut, yaitu memperkuat fokus penanganan, pencegahan, sistem kekebalan dan kesehatan, sampai kebutuhan pangan yang mencukupi.

"Kalau COVID-19 selesai maka fokus pemulihan ekonomi tertuju ke sektor-sektor vital kesejahteraan masyarakat. Terutama sektor pendorong seperti investasi dan pariwisata," kata Akmal.

Sementara itu, Dewan Pertimbangan Presiden, Soekarwo mengatakan bahwa manajemen komunikasi masih menjadi tantangan dalam penanganan COVID-19.

"Pemerintah daerah jangan ambil keputusan sendiri-sendiri. Karena demokrasi dan ketaatan terhadap hukum harus berbanding lurus," ujar mantan Gubernur Jawa Timur itu.

Komunikasi penanganan COVID-19, lanjut dia, juga harus dilakukan satu pintu. Pemerintah sendiri diwakili oleh Badan Nasional Penanggulangan Nasional yang dipimpin Doni Monardo.

Ia menambahkan pemerintah juga selalu memperbarui data jumlah kasus COVID-19 di Indonesia setiap harinya oleh juru bicara pemerintah Achmad Yurianto agar menjadi perhatian masyarakat.

Dalam survei yang dilakukan oleh MarkPlus selama satu pekan terakhir lewat 215 responden, kesadaran masyarakat terhadap komunikasi pemerintah terkait update COVID-19 memang cukup tinggi.

Dalam survei itu disebutkan, masyarakat paling sering menerima informasi terkait jumlah sebaran ODR, ODP, dan PDP. Setelah itu, baru cara pencegahan wabah COVID-19 dan imbauan Work From Home.

Media televisi menjadi saluran yang paling sering digunakan dengan 79,5 persen responden. Posisi kedua dengan 53,5 persen responden menjawab website atau portal berita.

Tercatat, mayoritas masyarakat usia di bawah 25 tahun menerima informasi lewat media sosial, instagram, sebesar 54,2 persen.

Yang dilihat dalam survei ini juga tingkat kepercayaan publik. Dari skor 1 sampai 6, nilai kepercayaan publik rata-rata ada di angka 4. (antara/jpnn)


Redaktur & Reporter : Soetomo

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler