Apakah Negara Sudah Mengindonesiakan Tanah dan Orang Papua?

Oleh: Laurens Ikinia - Dosen asal Tanah Papua - Wakil Direktur Institute of Pacific Studies Universitas Kristen Indonesia Jakarta

Selasa, 20 Agustus 2024 – 15:51 WIB
Dosen asal Tanah Papua - Wakil Direktur Institute of Pacific Studies Universitas Kristen Indonesia Jakarta Laurens Ikinia. Foto: Dokumentasi pribadi

jpnn.com - Tahun ini Indonesia merayakan Hari Ulang Tahun (HUT) ke-79 kemerdekaannya.

Kali ini, penyelenggaraan perayaan HUT kemerdekaan RI berlangsung di dua lokasi, yakni Istana Merdeka Jakarta dan Ibu Kota Negara (IKN) Nusantara di Kalimantan Timur.

BACA JUGA: HUT ke-79 RI, PNM Dukung Pemerataan Ekonomi di IKN

Di IKN telah menjadi penyelenggaraan HUT RI yang pertama sejak Ibu Kota Negara dipindahkan dari luar Jakarta.

Perayaan HUT RI kali ini merupakan perayaan tahun terakhir untuk Presiden Joko Widodo.

BACA JUGA: Meriahkan HUT RI di Tambelang, Emud Prabowo dan Gemura Bagikan Umroh Gratis

Jokowi bertindak menjadi inspektur upacara yang terakhir kali dalam kapasitasnya sebagai Kepala Negara sekaligus Kepala Pemerintahan.

Tentu momen ini juga menjadi sebuah momen reflektif untuk seorang presiden yang berkuasa salama dua periode.

BACA JUGA: Begini Cara DPC Peradi Jakbar Memeriahkan HUT Kemerdekaan RI

Presiden Jokowi akan mengakhiri masa jabatannya dengan berbagai legasi yang kemudian akan dikenang oleh generasi berikut.

Legasi yang akan ditinggalkan pun beragam kesannya. Berkaitan dengan hal tersebut, Papua menjadi salah satu masalah bangsa yang masih belum ada tanda-tanda penyelesaian berbagai realita buruk yang menghantui keberlangsungan hidup Orang Asli Papua di negerinya sendiri.

Dalam kebijakan pemerintahan Presiden Jokowi selama dua periode, telah menunjukkan keberhasilan dalam upaya “Mengindonesiakan Tanah Papua”.

Sebaliknya, upaya “Mengindonesiakan Orang Asli Papua” masih menjadi pekerjaan rumah yang harus diwariskan kepada pemerintahan berikutnya.

Bukti upaya pemerintah dalam mengindonesiakan Tanah Papua dapat dilihat dari berbagai kebijakan Pembangunan yang telah dicanangkan oleh negara.

Kebijakan yang dicanangkan pun menuai beragam respons. Ada yang menyambut dengan baik, ada pula yang menolak.

Bukti upaya mengindonesiakan OAP masih diselimuti oleh luka dan duka.

Hal tersebut di atas menjadi PR untuk Presiden dan Wakil Presiden terpilih Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka.

Apakah Presiden dan Wakil Presiden terpilih akan meneruskan kebijakan seperti yang dilakukan oleh Presiden Jokowi atau akan membawa kabar baik bagi OAP.

Pertanyaan ini tentu menjadi pertanyaan reflektif dalam benak setiap orang yang mencintai Tanah dan Orang Papua.

Melihat kondisi Tanah dan Orang Papua pada saat ini, pemerintahan Prabowo-Gibran ditantang untuk mengambil kebijakan pembangunan yang lebih mengedepankan Hati Nurani.

Publik menilai Prabowo merupakan orang yang tegas dan terbuka. Hal ini diharapkan akan terwujud dalam kebijakan pembangunan yang akan berlangsung di atas Tanah Papua.

Fadli Zon dalam bukunya The Politics of The May 1998 Riots (2004:28) mencatat, “His (Prabowo) career gain momentum after leading the successful 1996 hostage liberation from a group of Free Papua Organization separatists in Mapenduma, Papua”.

Walapun beliau memiliki track record yang cukup traumatis dalam ingatan kolektif sebagian Orang Papua, Prabowo tentu memiliki hati nurani untuk menyembuhkan luka batin saudara-saudaranya di negeri Cenderawasih.

Dalam berbagai pidato, Prabowo menyatakan berkomitmen dalam memajukan bangsa. Sebagai putra bangsa yang lahir dari rahim wanita Minahasa, karakter ketimuran yang khas dengan kejujuran, keterbukaan dan apa adanya dapat dilihat dalam diri Menteri Pertahanan itu.

Semoga Prabowo menghadirkan suasana kesejukan yang telah lama dirindukan oleh saudara-saudaranya di Tanah Papua. Orang Papua rindu untuk hidup berbangsa, bernegara dan bermasyarakat dengan damai.

Merujuk pada Badan Pusat Statistik Nasional, Indeks Pembangunan Manusia tahun 2023 menunjukkan provinsi-provinsi di Tanah Papua masih mendominasi peringkat paling bawah. Tidak hanya IPM, laju Produk Domestik Regional Bruto tahun 2021-2023 juga menunjukkan peringkat yang sama dengan IPM.

Data Angkat Harapan Hidup dari Badan Pusat Statistik nasional tahun 2023 menunjukkan provinsi-provinsi di Tanah Papua masih yang paling terendah.

Sementara itu, keenam provinsi di Tanah Papua juga berada pada prevalensi stunting tertinggi secara nasional.

Kenyataan yang teruraika di atas tentu menjadi keprihatinan berbagai pihak. Belum lagi dilihat dari aspek politik, hukum dan keamanan. Jika diuraikan satu per satu, catatan PR yang diwariskan oleh pemerintahan sebelumnya cukup banyak.

Apakah dalam administrasi pemerintahan Prabowo-Gibran bisa diselesaikan atau tidak? Hanya waktu yang akan menjawab.

Administrasi pemerintahan Presiden Joko Widodo telah banyak memberikan perhatian pada aspek ekonomi dengan tujuan untuk mensejahterakan OAP.

Namun, pendekatan itu masih membutuhkan waktu yang cukup lama agar benar-benar terwujud.

Pertumbuhan ekonomi dapat terjadi bila para pelaku ekonomi diberikan akses pendidikan memadai dan modal yang cukup.

Antie Solaiman dalam bukunya Kekuasan dan Politik Dalam Kebudayaan (2005:223) menulisakan, “Di dalam negara, keadilan selalu berkait dengan perlingdungan hak-hak dan pelaksanaan hukum yang adil”.

Perlindungan ini sepenuhnya belum dirasakan oleh AOP karena masih mengalami praktik diskriminasi.

OAP masih tetap menjadi minoritas di berbagai sektor. Salah satu masalahnya adalah karena SDM tidak diperhatikan secara serius. Oleh karena itu, di setiap kabupaten/kota di seluruh Tanah Papua, hak ekonomi, politik, dan lainnya didominasi oleh sesama warga negara yang non-Papua.

Selain masalah domestik yang berdimensi lokal yang harus diselesaikan, konflik dan isu berkepanjangan yang berdimensi internasional seperti isu pergerakkan kemerdakaan Papua juga harus menjadi perhatian khusus.

Perlu diingat bahwa status ULMWP (United Liberation Movement for West Papua) organisasi payung dari berbagai organ-organ perjuangan Papua Merdeka statusnya sudah menjadi Observer pada forum sub-regional, Melanesian Spearhead Group (MSG).

Status ULMWP sebagai Observer di MSG tidak bisa dipandang dengan ekor mata. Isu Papua perlu dilihat secara holistik.

Sampai hari ini berbagai peristiwa yang mendatangkan luka dan duka terus menghantui OAP. Oleh karena itu, pada momen peringatan Hari Ulang Tahun Republik Indonesia yang ke-79, pemerintah perlu mengevaluasi kebijakan yang telah dilakukan selama ini.

Semoga pemerintahan yang baru mengedepankan kasih dalam upaya mengindonesiakan OAP.

Salah satu alternatif yang kiranya dapat dipertimbangkan pemerintah adalah memanfaatkan hubungan diplomatik yang sudah berjalan dengan Selandia Baru.

Negara berjuluk negeri Kiwi itu bisa menjadi contoh dalam menyelesaikan masalah politik dan menjunjung tinggi hak Masyarakat Pribumi.

Orang Asli Papua sebagai Masyarakat Pribumi di Pulau Emas akan selalu merindukan luka dan dukanya disembuhkan dengan kebijakan pembangunan yang mengedepankan Hati Nurani.

Kalau tidak, masalah Tanah dan Orang Papua akan selalu menjadi luka bernanah dalam kehidupan berbangsa, bernegara dan bermasyarakat. Selamat Hari Ulang Tahun (HUT) ke-79 Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).(***)


Redaktur & Reporter : Friederich Batari

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Tag

Terpopuler