jpnn.com, JAKARTA - Penyuluh Pajak di KPP Pratama Bekasi Barat Kiswati mengatakan bahwa saham merupakan salah satu instrumen investasi yang layak digunakan untuk mengembangkan aset pribadi.
Menurut Kiswati, saham adalah bukti kepemilikan suatu perusahaan yang memberikan hak kepada pemegangnya atas dividen dan lainnya.
BACA JUGA: Induk Usaha Vale Indonesia Jual Saham kepada Pihak Asing, Begini Pesan Pengamat
Di samping itu, kepemilikan saham mencerminkan jumlah aset yang dimiliki.
"Saham juga berfungsi sebagai surat berharga yang membuktikan bahwa seseorang telah membeli kepemilikan suatu perusahaan," ungkap Kiswati pada Selasa (1/8).
BACA JUGA: Grup MIND ID PTBA Telar Dividen Tunai, 100 Persen dari Laba Bersih
Kiswati menyebutkan bahwa pemegang saham dapat menghasilkan keuntungan atau kerugian sesuai dengan harga indeks saham perusahaan yang dimiliki.
Berikut jenis saham yang dikategorikan berdasarkan jenisnya :
BACA JUGA: Pemutihan Pajak Kendaraan 2023 Bukan Hanya di Jakarta, Catat Jadwalnya
1. Saham Biasa (Common Stock)
Surat berharga ini menjadi bukti kepemilikan perusahaan. Pemegang saham biasa berhak mendapatkan dividen dari perusahaan, namun juga berisiko mengalami kerugian yang dihadapi perusahaan.
2. Saham Preferen (Preferred Stock)
Pemegang saham preferen mendapatkan dividen lebih dahulu dibandingkan pemegang saham biasa.
Mereka akan didahulukan dalam pembayaran kembali modal jika perusahaan dilikuidasi, tetapi posisinya tidak lebih tinggi dari pemegang saham biasa.
Ketika berbicara tentang transaksi saham dari sudut pandang pajak, Kiswati menyatakan bahwa setiap investor akan dikenakan pajak atas penjualan saham sebesar 0,1 persen dari nilai bruto transaksi penjualan saham.
Kewajiban perpajakan muncul ketika pemegang saham menerima dividen. Tarif pajak transaksi saham dapat berbeda tergantung pada status pemegang saham dan jenis perusahaan.
Misalnya, pemegang saham perusahaan publik yang berstatus individu akan dikenakan pajak sebesar 10 persen dari penghasilan bruto, sedangkan pemegang saham perusahaan perseroan (PT) akan dikenakan pajak sebesar 15 persen dari penghasilan bruto.
Kiswati mengatakan dalam konteks dividen undang-undang perpajakan memperlakukan dividen sebagai objek pajak.
Namun, tidak semua dividen dikenai pajak.
Terdapat dividen yang tidak menjadi objek pajak, seperti dividen yang berasal dari cadangan laba atau dividen yang diperoleh oleh badan usaha tertentu," katanya.
Selain itu, tarif pajak atas dividen juga diatur berdasarkan hukum yang berbeda. PPh Pasal 4 Ayat 2 UU No. 36 Tahun 2008 mengenakan potongan pajak 10 persen bagi wajib pajak orang pribadi dalam negeri atas jumlah bruto penghasilan dividen.
Kemudian, PPh Pasal 23 memberlakukan potongan 15 persen dari jumlah dividen bagi wajib pajak dalam bentuk usaha tetap (BUT).
PPh Pasal 26 menetapkan potongan 20 persen dari jumlah bruto penghasilan dividen bagi wajib pajak orang pribadi di luar negeri dan perusahaan luar negeri yang beroperasi melalui BUT di Indonesia.
Namun, ada insentif yang diberikan pemerintah untuk membebaskan pemotongan PPh atas dividen bagi wajib pajak dalam negeri, baik pribadi maupun badan, berdasarkan Undang-Undang No. 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja. Beberapa ketentuan berlaku, seperti pemotongan PPh final sebesar 10 persen jika dividen tidak diinvestasikan di dalam negeri dalam jangka waktu tiga tahun sejak diperoleh.
"Dividen dari luar negeri juga tidak dikenai PPh selama diinvestasikan dengan syarat tertentu," katanya.
Kiswati menjelaskan pembayaran pajak atas dividen harus disampaikan dalam surat pemberitahuan (SPT) tahunan sebelum batas waktu yang ditentukan.
Dia berharap dengan pengetahuan terkait saham masyarakat dapat memahami aspek-aspek penting dalam berinvestasi dalam saham dan mematuhi kewajiban perpajakan yang berlaku.(mcr10/jpnn)
Redaktur & Reporter : Elvi Robiatul