APBN 2021 Disahkan, Anggaran Pendidikan Rp 550,01 Triliun dan Kesehatan Rp 169,72 Triliun

Selasa, 29 September 2020 – 18:29 WIB
Ketua Badan Anggaran DPR RI, Said Abdullah. Foto: Humas DPR RI

jpnn.com, JAKARTA - DPR menyetujui RUU APBN 2021 menjadi UU dalam Rapat Paripurna DPR, Selasa (29/9), di Kompleks Parlemen, Jakarta.

Pengambilan keputusan dilakukan setelah mendengarkan laporan Ketua Badan Anggaran (Banggar) DPR Said Abdullah, terkait proses dan hal yang ditetapkan dalam pembahasan RUU APBN 2021 antara DPR dan pemerintah.

BACA JUGA: Sukamta PKS Nilai RUU APBN 2021 Belum Fokus Mengatasi Covid-19

“Apakah RUU APBN Tahun Anggaran 2021 dapat disetujui dan disahkan menjadi UU?,” tanya Puan didampingi Wakil Ketua DPR Azis Syamsuddin dan Rahmat Gobel, yang dijawab setuju oleh para anggota yang hadir secara fisik maupun virtual.

Rapat juga dihadiri Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati.

BACA JUGA: Video Adegan tak Senonoh Janda Muda Tersebar sampai ke Lingkungan Sekolah Anak

Said Abdullah menjelaskan dalam RUU APBN ditetapkan asumsi makro yakni pertumbuhan ekonomi 2021 sebesar 5 persen, inflasi 3 persen, kurs rupiah terhadap dolar Amerika Serikat Rp 14.600.

Kemudian tingkat suku bunga surat berharga negara (SBN) 10 tahun adalah 7,29 persen, harga minyak mentah USD 4,5 per barel, lifting minyak bumi 705 ribu barel per hari, lifting gas bumi 1007 barel per hari.

BACA JUGA: Kemenpora Kawal Pengelolaan Anggaran Pelatnas Dari APBN

Politikus PDI Perjuangan itu menambahkan bahwa sasaran pembangunan yang ditetapkan antara lain tingkat pengangguran terbuka 7,7-9,1 persen, tingkat kemiskinan 9,2-9,7 persen, gini ratio 0.377-0.379 poin, indeks pembangunan manusia (IPM) 72,72-72,95 poin, nilai tukar petani dan nilai tukar nelayan sama yakni 102-104 poin.

“Dengan asumsi dasar ekonomi makro yang disepakati maka pendapatan negara dalam APBN 2021 adalah Rp 1743,65 triliun,” kata Said membacakan laporan.

Said memerinci pendapatan itu terdiri dari penerimaan dalam negeri Rp 1742,75 triliun, hibah Rp 0,90 triliun.

Penerimaan dalam negeri terdiri dari penerimaan perpajakan Rp 1.444,54 triliun yang bersumber dari PPh Rp 683,77 triliun, PPN Rp 518,55 triliun, PBB Rp 14,8 triliun, cukai Rp 180 triliun.

Kemudian pajak lainnya Rp 12,43 triliun serta pajak perdagangan internasional Rp 34, 96 triliun.

Ia menjelaskan untuk PNBP ditetapkan Rp 298,20 triliun yang bersumber dari penerimaan sumber daya alam migas Rp 74,99 triliun,  penerimaan SDA nonmigas Rp 29,11 triliun, PNBP lainnya Rp 109,17 triliun.

Sementara itu, pendapatan badan layanan umum (BLU) Rp 58,79 triliun. Serta pendapatan pemerintah dari kekayaan negara yang dipisahkan Rp 26,13 triliun.

Dari sisi pengeluaran negara, Said menjelaskan, belanja pada 2021 adalah Rp 2.750  triliun, terdiri dari belanja pemerintah pusat Rp 1945,5 triliun, dan transfer ke daerah dan dana desa (TKDD) Rp 795,5 triliun.

Dia memerinci belanja pusat terdiri dari belanja kementerian/lembaga Rp 1031,96 triliun.

“Terhadap belanja kementerian/lembaga, Banggar DPR meminta pemerintah menyiapkan indikator yang dapat menunjukkan dampak langsung ke masyarakat dari program prioritas di masing-masing kementerian/lembaga,” katanya.

Dia melanjutkan, untuk belanja non-K/L bersumber dari pengelolaan utang negara Rp 373,26 triliun. Ini terdiri dari bunga utang Rp 335,11 triliun, pembayaran bunga utang luar negeri Rp 18,15 triliun.

Berikutnya adalah pengelolaan subsidi Rp 175,35 triliun yang terdiri dari subsidi energi Rp 110,51 triliun, dan subsidi nonenergi Rp 64,84 triliun.

Anggaran pengelolaan program subsidi energi tersebut terdiri dari subsidi BBM dan elpiji tiga kilogram Rp 56,92 triliun, dan subsidi listrik Rp 53,59 triliun.

Said menjelaskan, terkait kebijakan subsidi gas elpiji tiga kilogram, pemerintah sudah mulai mendata masyarakat yang berhak menerima.

Ini terintegrasi dengan data masyarakat  miskin atau data terpadu kesejahteraan sosial (DTKS).

“Sehingga pada 2022, subsidi disalurkan kepada orang, tidak kepada produk, tidak kepada komoditas,” katanya.

Menurut Said, data tersebut sudah harus dikumpulkan sejak awal tahun. Sehingga ketika pembahasan awal pendahuluan APBN 2022, data sudah tersedia dan dapat digunakan dalam pembuatan kebijakan.

Terkait subsidi listrik, Said mengingatkan supaya diberikan tepat sasaran bagi seluruh pelanggan rumah tangga daya 450 VA, dan rumah tangga miskin, rentan miskin daya 900 VA dengan mengacu DTKS.

Said memaparkan, subsidi nonenergi akan dialokasikan untuk pupuk Rp 25,28 triliun, subsidi PSO (public service obligation) Rp 6,11 triliun, bunga kredit program Rp 21,70 triliun, dan subsidi pajak Rp 11, 75 triliun.  

Untuk program pengelolaan hibah negara Rp 6,78 triliun, belanja lainya Rp 223,78 triliun.

Pada 2021, anggaran pendidikan ditetapkan Rp 550,01 triliun atau setara 20 persen dari total belanja negara.

Anggaran itu terdiri atas belanja pemerintah pusat Rp 184,54 triliun, TKDD Rp 299,06 triliun, pengeluaran pembiayaan Rp 66,41 triliun meliputi dana pengembalian pengembangan dana pendidikan nasional, dana abadi penelitian, dana abadi kebudayaan, dan dana abadi perguruan tinggi.

Pada 2021 juga lanjut Said, anggaran kesehatan ditetapkan Rp 169,72 triliun atau setara 6,2 persen dari total belanja negara.

Anggaran itu dialokasikan dalam belanja pemerintah Rp 130,67 triliun dan TKDD Rp 39,05 triliun.

Sementara itu, Said melanjutkan, untuk TKDD 2021 ditetapkan Rp 795,48 triliun, terdiri dari transfer ke daerah Rp 723,48 triliun dan dana desa Rp 72 triliun.

Dana transfer daerah tersebut terdiri dari dana perimbangan Rp 688,68 triliun, dana insentif daerah Rp 13,5 triliun, dana otsus, serta dana keistimewaan DIY Rp 21,30 triliun.

Adapun dana perimbangan terdiri dari dana  transfer umum Rp 492,25 triliun. Meliputi bagi hasil Rp 101,96 triliun dan DAU Rp 390,29 triliun, dana transfer khusus 196,42 triliun, yang terdiri dari dana alokasi fisik Rp 62,25 triliun dan dana alokasi nonfisik Rp 131,18 triliun.

Said menjelaskan sikap Fraksi PDIP, Golkar, Gerindra, Nasdem, PKB, Demokrat, PAN dan PPP menyetujui dan menerima RUU APBN 2021 untuk dilanjutkan dalam pembicaraan tingkat dua pengambilan keputusan dalam rapat paripurna untuk disahkan menjadi UU.

Sedangkan Fraksi PKS menerima dengan catatan sebanyak 27 butir atas RUU APBN TA 2021 untuk dilanjutkan dalam pembicaraan tingkat dua pengambilan keputusan dalam rapat paripurna. (boy/jpnn)

Yuk, Simak Juga Video ini!


Redaktur & Reporter : Boy

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler