APBN Hampir Sama dengan APBD Jatim

Selasa, 01 September 2009 – 10:20 WIB
Foto: undp doc
SEJAK merdeka sepuluh tahun lalu hingga sekarang, Timor Leste tetap  memprioritaskan pembangunan infrastrukturUntuk keperluan ini, dibutuhkan dana hampir separo APBN-nya

BACA JUGA: Berkunjung di Pesantren Jibril di Lotim



Justin M
Herman, Dili


HARUS diakui bahwa sebagai negara baru, Timor Leste masih memperlihatkan banyak ketertinggalan.  Meski begitu, dalam sepuluh tahun lepas dari Indonesia, negara itu terus berbenah.
 
Tahun ini ada tujuh prioritas pembangunan yang dicanangkan untuk penduduknya yang hanya satu juta jiwa itu

BACA JUGA: Kantor Presiden Baru, Sediakan Hotspot Gratis

Pertama, pembangunan sektor pertanian demi ketersediaan pangan warganya, yang diikuti infrastruktur, kesehatan, dan pendidikan
Perbaikan dan pembangunan irigasi masuk prioritas pula.
 
Duet Presiden Ramos Horta dan PM Xanana Gusmao yang memimpin sejak 2007 memberikan terobosan baru pembangunan di Timor Leste.
 
Biaya pembangunan infrastruktur yang hancur-lebur sesudah jajak pendapat 1999 diperoleh dari produksi minyak di Celah Timor dan bantuan negara sahabat.
 
Pemerintahan Aliansi Mayoritas Partai (AMP) telah mengeluarkan sejumlah kebijakan perekonomian dan menggalang partisipasi warga

BACA JUGA: Teras Masjid dengan Selera Restoran Berbintang

Hasilnya, setelah setahun AMP  memerintah, pertumbuhan ekonomi negara itu mencapai 12,8 persenTahun ini hingga 2020 nanti ditargetkan pertumbuhan 8 persen.
 
Menteri Keuangan Timor Leste Emilia Pires yakin, target yang ditetapkan pemerintahnya bisa  tercapai.  Harapannya, kesejahteraan bagi warganya juga tumbuh.  "Kami bekerja keras demi pembangunan rakyat Timor LesteKeberhasilan itu pasti kami peroleh," katanya, optimistis.
 
Tahun ini saja anggaran pembangunan dan belanja negara (APBN) untuk wilayah seluas 14.000 km2 itu USD 600 juta (sekitar Rp 6 triliun dengan kurs Rp 10 ribu per USD 1)Ini kurang lebih sama dengan APBD Jawa TimurDi antara anggaran tersebut, sejak kemerdekaan, setengahnya (sekitar USD 300 juta) dihabiskan untuk pembangunan fisik (infrastruktur)Lainnya digunakan untuk food security,  subsidi pembelian beras dari Vietnam dan ThailandHarga normal beras di pasaran USD 20 setiap 50 kilogram (sekitar Rp 4.000 per kg).  Setelah disubsidi, beras menjadi USD 12 per 50 kg
 
Sebenarnya, untuk urusan membangun, negara ini sepertinya tidak bakal kekurangan danaPer Juni tahun ini saja, menurut jurnal ekonomi pemerintah, cadangan devisanya sekitar  USD 4,4 miliarJumlah ini naik dari cadangan dana dua tahun lalu yang hanya USD 1,2 miliarDana itu akan terus bertambah seiring dengan pendapatan minyak yang sebulan  berada di atas angka USD 100 jutaAngka itu pun dihitung berdasar harga minyak dunia saat iniBila harga minyak naik, pendapatan negara itu terkerek hampir USD 200 juta.  Ini baru pendapatan dari produksi minyak di lapangan minyak Banyu Undan,  Kakatua, dan Elang yang masuk Zona A Celah Timor dalam lingkup Joint Petroleum Development Area (JPDA).  Selama ini Conoco Philip menjadi operator utama produksi ladang minyak itu
 
Di Zona B Celah Timor masih ada  Greater Sunrise yang memiliki ladang gas (light oil) dengan kandungan 7,76 triliun kaki kubik (TCF)Eksplorasi  Greater Sunrise sudah dilakukan oleh Woodside Petroleum sebagai operator utama yang menggandeng Conoco Philip, Shell, dan Osaka GasKonsorsium itu tinggal menunggu waktu memproduksi gas Celah Timor.
 
Pemerintah Australia dan Timor Leste belum bersepakat soal  pipeline  hasil produksiAustralia semula ngotot dan telah membangun kawasan kilang gas di Darwin, North TerritoryNamun,  Timor Leste menuntut agar alur pipa hasil produksi diarahkan ke daerah Beaco di Distrik Viqueque
 
Pemerintah Xanana menuntut itu karena mereka merasa dicurangi saat terjadi kerusuhan pada 1999 di wilayah tersebutConoco Philips tanpa persetujuan pemerintah Timor Leste terus memproduksi minyak ke Australia hingga 2002Sudah tentu hasilnya dimakan sendiri.
 
Eksplorasi minyak di Celah Timor  tersebut dilaksanakan setelah ada perjanjian antara Australia dan IndonesiaNah, setelah jajak pendapat hingga kemerdekaan Timor Leste, Indonesia menarik diri dari perjanjian ituPada 2002, Australia dan Timor Leste duduk bersama untuk membahas ulang pembagian hasil minyak Celah Timor.
 
Belajar dari pengalaman itu, Pemerintah Timor Leste menunjuk Petronas Malaysia agar melakukan studi kelayakan pemipaan gasRekomendasi yang dikeluarkan perusahaan minyak Malaysia itu menyebutkan, di Timor Leste layak dibangun kilangSelain karena persoalan jarak yang lebih dekat, pengontrolan produksi gas bisa dilakukan lebih mudah oleh Timor Leste
 
Apalagi kesepakatan terbaru Timor Leste dan Australia bahwa hasil Greater Sunrise dibagi duaTiap pemerintah mendapat hasil 50 persen. 
 
Bila Greater Sunrise berproduksi,  menurut perkiraan  Lao Hamutuk  (sebuah LSM pemerhati minyak), Timor Leste bisa menerima  pendapatan USD 10 miliar USD 16 miliar selama 20 tahun ke depan.
 
Dengan dana yang terus bertambah dari produksi minyak, bila dikelola secara baik dan menekan kebocoran dan pemborosan anggaran, warga bisa lebi cepat menikmati kemerdekaannya"Apalagi pemerintah telah membentuk Komite Anti Korupsi (KAK) untuk menekan angka kebocoran biaya pembangunan negara itu.  (bersambung/kum)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Kurma Kedua Belum Habis, Lampu Sudah Padam


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler