Kantor Presiden Baru, Sediakan Hotspot Gratis

Senin, 31 Agustus 2009 – 08:20 WIB
Puncak acara peringatan 10 tahun referendum Timor Leste digelar kemarinNegara bekas provinsi ke-27 Indonesia itu pun bersolek

BACA JUGA: Teras Masjid dengan Selera Restoran Berbintang

Seperti apa kondisi wilayah tersebut saat ini?

 
  JUSTIN M
HERMAN, Dili

 
 
MENGUNJUNGI  Timor Leste kembali saat negara itu merayakan 10 tahun referendum terasa ada nuansa berbeda

BACA JUGA: Kurma Kedua Belum Habis, Lampu Sudah Padam

Awal 2008, ketika negara itu digemparkan kasus penembakan terhadap Presiden Republik Demokratik Timor Leste (RDTL) Jose Ramos Horta, suasana begitu tegang dan mencekam.
 
Saat itu, begitu menginjakan kaki di negara berpenduduk sekitar 1 juta jiwa tersebut, tatapan mata setiap orang seperti penuh curiga
Seakan-akan mereka hendak menyelidik orang-orang asing yang baru datang

BACA JUGA: Parto Diprotes Anak, Luna Dipesani Jaga Kesehatan

Tapi, kali ini suasana jauh berbedaTiap orang terlihat begitu ramah dan selalu mengumbar senyumSorot matanya juga tampak bersahabat, tanpa kecurigaan.
 
Bukan hanya ituInfrastruktur negara juga terlihat mulai tertataSejumlah bangunan kantor pemerintahan bediri megah di beberapa titik kotaMulai Kementerian Perencanaan Pembangunan di Villa Verde, Istana Kepresidenan di Aitarak Laran, Kementerian Luar Negeri di Pantai Kelapa, hingga pusat perbelanjaan modern Timor Plaza di Fathada.
 
Warga Timor Leste juga sangat antusias menyambut perayaan 10 Tahun Referendum yang puncaknya terjadi kemarinBerbagai macam pernik-pernik "kemerdekaan" mereka pajang di halaman rumah sehingga suasana terlihat meriahMirip di Indonesia ketika memperingati hari kemerdekaan tiap 17 AgustusDi jalan-jalan protokol terpasang umbul-umbul dan bendera negara itu (hitam-kuning-merah dengan bintang di pinggir).
 
Seperti hendak memberikan kado istimewa buat rakyatnya, Presiden Horta saat kali pertama memasuki kantor baru berseru bahwa kantor tersebut terbuka untuk umumSiapa pun bisa mengunjungi gedung istimewa tersebut.Kantor baru presiden itu dibangun di lahan bekas lapangan udara milik TNI-AU di kota DiliPembangunannya mendapat bantuan dari pemerintah TiongkokDi kiri bangunan dua lantai menghadap utara itu tersedia arena bermain bagi anak-anakSebelah kanan disiapkan fasilitas hotspot bagi pengguna internet gratis.  Ada empat gazebo yang disiapkan untuk keperluan itu"Rakyat Timor Leste yang  memiliki laptop bisa berinternet gratisGunakan gazebo yang ada sebagai tempat berinternetBangunan ini (kantor presiden, Red) adalah ruang publikSilakan menggunakan fasilitas ini," kata Horta saat berpidato di hadapan ribuan orang yang memenuhi kantor itu Jumat sore (28/8).
 
Perdana Menteri Xanana Gusmao mengatakan, sudah ada kemajuan yang cukup signifikan pembangunan di Timor Leste selama 10 tahun iniMulai sektor pemerintahan, keamanan, ekonomi, kesehatan, hingga pertambangan"Pertumbuhan ekonomi negara ini naik 12,8 persen bila dibandingkan dengan tahun sebelumnya," kata Xanana saat menggelar konferensi pers di Kementerian Luar Negeri Timor Leste Jumat sore (28/8).
 
Dia mengakui, pembangunan memang belum menyentuh semua rakyat secara merataTapi, pemerintah terus berupaya agar warga negara Timor Leste bisa hidup dalam suasana damai dan stabilMeski menggelar perayaan 10 tahun referendum secara meriah, para pemimpin negeri itu menekankan bahwa hal tersebut bukan dimaksudkan untuk hura-huraDengan perayaan itu, pemerintah mengingikan rakyat Timor Leste memaknai momentum tersebut untuk memberikan semangat mengisi kemerdekaan
 
Yang tidak kalah penting, rakyat Timor Leste diharapkan terus memperkuat dan mempererat hubungan persahabatan dengan masyarakat Indonesia"Saya bangga karena selama sepuluh tahun masyarakat Timor Leste menunjukkan semangat toleransi dan solidaritas dengan rakyat IndonesiaItu pertanda bahwa meski  berpisah, kita tetap bersaudara," kata Presiden Horta. 
 
Dia meminta masyarakat Timor Leste untuk memperingati hari referendum dengan rasa bangga dan gembiraSebab, kemerdekaan yang diperoleh sepuluh tahun silam ditempuh dengan proses referendum yang merupakan wujud dari sebuah mimpi"Saya tahu bahwa nilai referendum sangat mahal karena diperoleh dengan darah, air mata, dan harta bendaAda yang kehilangan anak, istri, atau suami hanya karena ingin mewujudkan mimpi merdeka sendiri," tegas Horta.
 
Di tengah gempita pesta memperingati referendum, sebagian warga yang moderat juga masih mempersoalkan terpisahnya warga Timor Leste yang hingga kini hidup di wilayah pengungsian di IndonesiaBerdasar data terakhir, sekitar 60 ribu warga Timor Leste hidup di kamp pengungsian di wilayah IndonesiaHidup mereka tak menentu
 
"Adanya referendumlah yang mengakibatkan orang Timor berpisahPemerintahan Xanana Gusmao juga harus memperhatikan nasib mereka yang masih susah itu," pinta Antonio Morreira, 31, seorang warga.  Menurut dia, rekonsialiasi warga Timor adalah hal urgen yang harus segera dilaksanakan pemerintahDia mengajak semua pihak melupakan masa lalu yang saling bermusuhan dan bersatu membangun Timor Leste
 
 Menanggapi permintaan itu, Xanana mengatakan, wajar jika dalam sepuluh tahun kemerdekaan ada banyak kesalahan"Dari kesalahan  baru kita memperbaiki menjadi baikOrang Timor suka saling kritikSaya kira, sebagai negara demokrasi, kritik itu untuk membangunSaya kira wajar-wajar saja kalau kita melakukan kesalahanDari kesalahan itu kita akan melakukan sesuatu yang benar dan baik," kata Xanana
 
Ketua Parlemen Nasional Timor Leste Fernando Lasama de Araujo menambahkan, pembangunan yang dilakukan sepuluh tahun terakhir belum menjawab semua kebutuhan masyarakatKarena itu, kata Lasama, melalui peringatan referendum ini, semua pihak perlu merefleksikan diri apa yang sudah dilakukan dan apa yang belum dilakukan. 
 
"Selama sepuluh tahun pemerintah sudah melakukan banyak hal, meski belum menjawab semua kebutuhan masyarakatNamun, pemerintah terus berupaya agar secara bertahap pembangunan akan menjawab semua kebutuhan masyarakat Timor Leste," ujarnyaMantan Perdana Menteri dan Sekretaris Jenderal Partai Fretilin Mari Alkatiri mengatakan, Referendum 30 Agustus 1999 tidak akan terjadi kalau tidak ada peristiwa 28 November 1975 bahwa Fretilin memproklamasikan kemerdekaan Timor Leste"Satu hal penting yang saya ingin sampaikan kepada masyarakat Timor Leste adalah krisis politik dan militer pada 2006, ketika saya menjadi perdana menteri, jangan terulang lagiJika perjalanan bangsa ini terus diiringi dengan konflik, kita tidak punya kesempatan untuk membangun negeri iniKesalahan yang lalu biarlah berlalu, jangan diulangi lagi," tandasnya(nw)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Sukses Kampanye Kelaparan


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler