jpnn.com - JAKARTA - Nasib pengembangan mobil listrik di tanah air masih terkatung-katung. Namun dukungan kuat untuk pengembangan inovasi itu kini justru muncul dari organisasi Kerja Sama Ekonomi Asia Pasifik (APEC).
Dalam laporan resminya, APEC menyatakan dukungan penuh pada pengembangan mobil listrik untuk merespons tuntutan adanya kendaraan yang efisien bahan bakar dan rendah emisi karbon.
BACA JUGA: Dahlan Iskan Sebut CT Mumpuni Gantikan Posisi Hatta
"APEC akan mengadopsi standar internasional untuk produksi dan penggunaan mobil listrik," ujar John Larkin, ketua Komite Perdagangan dan Investasi APEC dalam laporannya kemarin (14/5).
APEC yang anggotanya terdiri atas 22 kawasan ekonomi itu merupakan produsen dan konsumen mobil terbesar di dunia. Di dalamnya terdapat raksasa ekonomi seperti Amerika Serikat (AS), Tiongkok, Jepang, Rusia, Kanada, Australia, Korea Selatan, hingga Indonesia.
BACA JUGA: Semua Bank Berpotensi Terkena Aksi Skimming
Larkin mengakui, pengenalan mobil listrik ke regional APEC maupun secara global memang menghadapi tantangan cukup besar.
Sebab, mobil listrik merupakan teknologi baru yang membutuhkan standar keselamatan, desain, dan performa yang berbeda dengan mobil dengan BBM. "Karena itu, regulasi terkait mobil listrik di regional Asia Pasifik harus diharmonisasikan," katanya.
BACA JUGA: Formasi: Gara-gara Pemerintah, Industri Rokok SKT Sekarat
Di Indonesia, salah satu kendala besar pengembangan mobil listrik adalah belum adanya regulasi khusus yang mengatur perizinannya.
Menteri BUMN Dahlan Iskan yang menjadi inisiator pengembangan mobil listrik di Indonesia mengakui betapa sulitnya mendapat izin pengembangan mobil listrik.
"Saya kalau ditanya mobil listrik, anda harus menyiapkan tisu untuk saya. Saya menangis karena sulit sekali peraturannya," ujarnya baru-baru ini.
Dahlan yang mengumpulkan para Putra Petir, sebutan untuk para ahli pembuat mobil listrik, kini harus berjuang untuk terus menyemangati mereka.
Namun, salah satu dari mereka, yakni Ricky Elson yang membidani lahirnya Selo dan Gendhis itu memilih kembali ke Jepang karena merasa kemampuannya kurang diapresiasi di dalam negeri.
Salah satu sebabnya karena izin dari Kementerian Perhubungan dan Kementerian Riset dan Teknologi (Kemenristek) tak kunjung turun. Akibatnya, pengembangan mobil listrik pun mandek.
"Mobil listrik itu masa depan 15 tahun lagi. Kalau kita tidak menyiapkan diri dari sekarang, kita akan diserbu mobil listrik asing dan kita jadi konsumen lagi," katanya.
Kekhawatiran Dahlan itu beralasan. Sebab, banyak raksasa otomotif dunia yang terus mengembangkan varian mobil listrik, baik yang berjenis hybrid seperti Chevy Volt dan Toyota Prius, maupun yang murni mobil listrik seperti Nissan Leaf.
APEC pun akan makin banyak terlibat. Menurut Larkin, saat ini APEC tengah menyusun roadmap untuk memfasilitasi implementasi standar mobil listrik, termasuk rekomendasi untuk mendirikan Pusat Interoperabilitas Mobil Listrik antar anggota APEC.
"Ini untuk memastikan mobil listrik yang diproduksi bisa sesuai dengan infrastruktur charging (pengisian daya) di seluruh wilayah APEC," ujarnya. (owi/sof)
BACA ARTIKEL LAINNYA... LPS Naikkan Suku Bunga Penjaminan
Redaktur : Tim Redaksi