jpnn.com, SURABAYA - Melihat potensi pertaniannya, APJI meyakini Indonesia akan mencapai swasembada jagung dalam waktu yang singkat. Hanya saja modernisasi petani, juga harus didukung.
Caranya, pemerintah secara terbuka dan bijak melakukan adopsi berbagai teknologi termutakhir di bidang pemuliaan tanaman modern, khususnya benih. Tepatnya teknologi rekayasa genetika atau bioteknologi.
BACA JUGA: APJI Dorong Pemerintah Stabilkan Harga Jagung
Ketua APJI, Sholahudin mengatakan, pemerintah jangan lagi menunda untuk mengadopsi teknologi positif tersebut.
Sebab, jika dibandingkan dengan negara tetangga, seperti Filipina, Vietnam, dan Malaysia, Indonesia sudah tertinggal dengan teknologi bioteknologi untuk meningkatkan kualiatas benih jagung.
BACA JUGA: Kementan: 2045, Indonesia Bisa Jadi Lumbung Pangan Dunia
Negara-negara tersebut sudah mengadopsi penanaman secara luas jagung bioteknologi sejak 2014.
”Sedangkan kita, di Indonesia, masih bertahan dengan bibit hibrida saja, sehingga harus ada usaha keras untuk mewujudkan swasembada jagung ini,” jelasnya.
BACA JUGA: Pak Jokowi Dimarahi Petani, Indonesia Tak Mengimpor Jagung Lagi
Sholahudin berharap pemerintah sedikit longgar dalam memberikan izin masuknya teknologi ini. Kalau tidak bisa mendatangkan alat tersebut secara massal, paling tidak ada sebuah daerah yang dijadikan pilot project untuk menguji teknologi tersebut.
Lalu, pemerintah bisa mengambil sample keberhasilan dan kualitas hasil panen yang menggunakan teknologi modern dibandingkan dengan cara lama.
“Jika hasilnya lebih bagus, petani dan pemerintahlah yang tentunya diuntungkan. Namun, saya melihat izin bioteknologi di Indonesia ini masih susah dan cenderung dipersulit,” urai Sholahudin.
Meski demikian, kata dia, APJI tidak berpangku tangan saja. Meski usul modernasi pertanian itu belum juga membawa angin segar, namun pihaknya tidak menyerah.
APJI selalu melakukan sosialisasi kepada petani dan juga mengedukasi mereka, bagaimana menanam jagung dengan cara yang modern dengan menghasilkan kualitas panen yang bagus dan layak jual.
“Hal ini kami tunjukkan dengan membuat lahan di beberepa daerah menjadi pilot project. Hasilnya cukup bagus. Untuk satu lahan tersebut, kami bisa memproduksi 10,6 hingga 11 ton untuk satu kali panen. Nah, hal inilah yang akan terus kami kembangkan ke daerah lainnya,” pungkas pria asal Lamongan ini. (yua/opi)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Catat, Bulog Harus Beli Jagung Produk Petani dengan Harga Minimal
Redaktur : Tim Redaksi