APLCNGI Sebut Bahan Bakar Gas Bisa Jadi Solusi Ketergantungan pada BBM

Kamis, 11 Agustus 2022 – 20:46 WIB
Asosiasi Perusahaan Liquid & Compress Natural Gas Indonesia (APLCNGI) menyebut bahan bakar gas (BBG) bisa menjadi solusi ketergantungan BBM. Foto: dok Bea Cukai

jpnn.com, JAKARTA - Asosiasi Perusahaan Liquid & Compress Natural Gas Indonesia (APLCNGI) menyebut bahan bakar gas (BBG) bisa menjadi solusi ketergantungan pada bahan bakar minyak (BBM).

Sebab, Ketua Umum APLCNGI Dian Kuncoro mengatakan lonjakan harga BBM yang terjadi selama enam bulan terakhir terus menjadi ancaman dan membuat beban biaya logistik kian meninggi.

BACA JUGA: Demi BBM Bersubsidi, 10 Ribu Kendaraan di Sumsel Daftar MyPertamina

Menurutnya, di industri logistik, biaya BBM rata-rata diprediksi berkontribusi sekitar 20-25 persen terhadap ongkos produksi first mile-last mile.

Maka, kata dia, ketika harga BBM mengalami gejolak, maka kekhawatiran lonjakan harga-harga pada barang konsumsi dan barang produksi langsung terjadi.

BACA JUGA: Pengumuman! Harga BBM Pertamina Naik Lagi, di Wilayah Jakarta Jadi Sebegini

Imbasnya adalah kemungkinan terjadinya kenaikan inflasi yang membuat tekanan terhadap perekonomian semakin tinggi.

“Kami sudah berulangkali mengusulkan agar angkutan darat ini dapat bermigrasi ke BBG, sehingga ketergantungan terhadap BBM berkurang," ungkap Dian di Jakarta, Kamis (11/8).

BACA JUGA: Penimbun BBM Solar Bersubsidi Ini Ditangkap, Pelaku Ternyata

Dian menilai saat ini infrastruktur pengisian BBG sudah bertambah. Oleh karena itu, seharusnya pelaku usaha transportasi seperti truk dan angkutan barang lainnya mulai menggunakan BBG.

"Ini energi yang lebih bersih, secara harga sangat bersaing dan pasokannya selalu tersedia serta tidak perlu import,” jelas Dian.

Di sisi lain, populasi masyarakat yang masih tersentralisasi di pulau Jawa, penggunaan transportasi darat dalam bisnis jasa logistik masih akan dominan di masa depan.

Dian pun mengusulkan agar pemerintah juga ikut mendorong penggunaan BBG bagi efisiensi di sektor logistik ini.

Beberapa inisiatif bisa dilakukan di antaranya mempercepat aktifasi dan pembangunan SPBG secara masif di jalur kendaraan pengangkut logistik. Selain itu, insentif bagi sektor angkutan barang yang menggunakan BBG sebagai pengganti BBM.

Menurut Dian juga, bagi kendaraan besar seperti truk pengangkut kontainer, bisa memulainya dengan menggunakan dual fuel yaitu solar dan CNG. Namun, juga bisa memanfaatkan penggunaan LNG yang berkapasitas lebih besar.

Merujuk dari data penggunaan dual fuel BBM-BBG pada kendaraan truk dan kendaran penumpang seperti yang sudah ada terbukti bisa menghemat biaya sampai 30 persen.

"Jika penghematan ini bisa dinikmati oleh angkutan logistik dan kendaraan penumpang lainnya, tentu akan sangat menguntungkan perekonomian. Dengan harga BBM yang tinggi dan beban pemerintah saat ini, kita butuh action segera,” tegasnya.

Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat, moda transportasi jalan berkontribusi terhadap PDB subsektor transportasi sebesar 69,38 persen, moda transportasi laut 8,71 persen dan moda transportasi rel 1,38 persen.

“Ada jutaan truk pengangkut barang yang beroperasi di Indonesia, khususnya di pulau Jawa. Jika truk-truk ini bisa beralih ke BBG, tentu penghematan biaya energinya akan sangat besar. Apalagi ketersediaan gas bumi di dalam negeri masih sangat besar dibandingkan BBM yang harus diimpor,” imbuh Dian.

Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menyampaikan bahwa saat ini infrastruktur gas untuk transportasi jalan telah terbangun sebanyak 57 SPBG/MRU yang tersebar di beberapa provinsi di wilayah Indonesia.

Pada Juli lalu Kementerian ESDM kembali meresmikan pengoperasian tiga SPBG, yaitu SPBG Kaligawe berkapasitas 1 MMSCFD atau 30.000 lsp per hari dengan harga jual Rp 4.500 per lsp.

Harga BBG tersebut lebih rendah dibandingkan solar subsidi sebesar Rp 5.550 per liter. SPBG Kaligawe sudah dapat berfungsi sebagai Mother Station.

Kemudian, dua lainnya adalah SPBG Penggaron dan SPBG Mangkang masing-masing memiliki kapasitas 0,5 MMSCFD atau 20.000 lsp.

SPBG Mangkang telah selesai dimodifikasi dari OnlineStation menjadi Daugther Station, sedangkan SPBG Penggaron dibangun sebagai Daughter Station.

Direktur Jenderal Minyak dan Gas Bumi Tutuka Ariadji menyatakan penggunaan BBG sangat tepat bagi kendaraan-kendaraan besar seperti truk dan bus. Oleh karena itu, pemerintah akan mendorong pembangunan infrastruktur BBG di jalan-jalan yang menjadi lalu lintas moda transportasi tersebut.

“Mengingat truk-truk dan bus biasanya melalui jalur atau rute yang rutin, untuk menjamin ketersediaan pasokan BBG, Pemerintah berencana akan membangun SPBG di jalur-jalur yang dilalui oleh kendaraan-kendaraan tersebut,” kata Tetuka. (mcr10/jpnn)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Puan: Aturan Distribusi Pertalite Harus Jamin Subsidi BBM Tepat Sasaran


Redaktur & Reporter : Elvi Robiatul

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Tag
Transportasi   BBM   BBG   bahan bakar gas   logistik   ESDM  

Terpopuler