Aplikasi dan Kamera Tubuh Harus Jadi Alat Kontrol Polisi di Lapangan

Kamis, 21 Oktober 2021 – 19:33 WIB
Pengamat Kebijakan Publik Dr Trubus Rahardiansyah. ANTARA/HO

jpnn.com, JAKARTA - Peristiwa kekerasan dan penyimpangan yang dilakukan anggota polisi dan viral di media belakangan ini menunjukkan poin kritis Polri dalam perubahan aspek-aspek kelembagaan, yakni memerlukan suatu pendekatan yang lebih komprehensif.

Ahli sosiologi hukum Trubus Rahardiansyah mengungkapkan fenomena tersebut terjadi pada wilayah social relations dan service delivery sehingga dapat dilihat langsung oleh masyarakat.

BACA JUGA: Kompak Berbaju Putih, Rachel Vennya dan Salim Nauderer Masih Diperiksa Polisi

“Dengan keterbukaan informasi melalui berbagai platform media sosial, penilaian masyarakat akan langsung mengarah pada institusi. Inilah mengapa perubahan aspek kelembagaan perlu pendekatan yang lebih komprehensif,” kata Trubus di Jakarta, Kamis (21/10/2021).

Menurut dia, aspek kelembagaan tersebut pangkalnya pada peningkatan fungsi pengawasan. Fungsi pengawasan berada pada wilayah masalah service delivery yang tengah disorot mengandung kekerasan. 

BACA JUGA: Respons Trubus Soal Penerapan Aturan di Daerah Keamanan Terbatas Bandara Soetta

“Contohnya kemarin tindakan bantingan yang dianggap berlebihan, kemudian laporan yang tidak diproses atau dihentikan secara tidak relevan,” ujarnya.

Di luar itu, pada wilayah permasalahan inti yang sedang disorot, yakni social relations, maka hal ini harus ditempuh dengan reformasi kultural.

BACA JUGA: PSI Gagas Interpelasi Menyasar Anies Baswedan, Trubus Ungkap Cara Melengserkan Kada

“Cakupan ini seharusnya menjadi tindak lanjut Kapolri, setelah melakukan lomba mural akhir Oktober ini. Kegiatan itu kan menampung kritik masyarakat, tindak lanjutnya masukan tersebut harus dikelola ke dalam, semacam, kaidah etik bagi SDM Polri,” kata akademisi Trisakti ini.

Dalam perbaikan kultural, dia mendorong perlu melibatkan berbagai stakeholder terkait misalnya Komisi III DPR dan Kompolnas.

Dari situ, kata dia, baru dilakukan perbaikan tata kelola operasional. Menurut Trubus, poin kritis operasional meliputi perlunya optimalisasi sinkronisasi data secara digital.

“Diperlukan semacam aplikasi digital, yang dapat menangkap rekam jejak anggota mulai dari kehadiran, saat melaksanakan tugas, hingga selesai bertugas. Bahkan, ketika sedang tidak bertugas pun dapat tetap memberikan kontribusi laporan, karena aplikasi tersebut harusnya sangat canggih dapat terkoneksi dengan petugas yang sedang aktif bertugas dan posisinya diketahui,” kata dia.

Referensi aplikasi semacam itu sudah ada seperti transportasi online. Bahkan melengkapi aplikasi tersebut, lebih canggih jika dalam pelaksanaan operasional disematkan kamera (body camera).

Dengan bantuan teknologi model pengawasan seperti ini dapat menjadi alat bukti rekam jejak jika terjadi pelanggaran di lapangan.

Senada dengan itu, Komisioner Kompolnas Poengky Indarti pun mengusulkan agar setiap polisi perlu dipasangi kamera di tubuhnya. Dengan begitu, tindakan polisi di lapangan dapat terawasi.

“Saya juga melihat perlunya dipertimbangkan penggunaan body camera dan dashboard camera. Di satu sisi dapat mengawasi tindakan anggota di lapangan, di sisi lain dapat dijadikan sebagai akuntabilitas bagi masyarakat. Di negara-negara maju, misalnya di AS dan Inggris, penggunaan teknologi body camera dan dashboard camera dianggap mampu menurunkan kekerasan berlebihan yang dilakukan aparat kepolisian,” ucapnya.

Poengky meminta anggota yang melanggar diproses dan disanksi. Dia menilai perlunya pimpinan memberi contoh yang baik bagi seluruh anggota.

“Selain itu, jika ada anggota yang melakukan pelanggaran, harus segera diproses dan ada punishment sebagai efek jera. Pimpinan juga harus memberikan contoh tindakan yang baik bagi seluruh anggota,” tuturnya. 

Sebelumnya, Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo menerbitkan surat telegram (STR) setelah kasus oknum polisi membanting mahasiswa di Tangerang, Banten, hingga polisi lalu lintas (polantas) menganiaya pengendara sepeda motor di Sumatera Utara.

Sigit meminta para kapolda menindak tegas para anggota yang melakukan pelanggaran dengan menggunakan kekerasan secara berlebihan.

Telegram itu bernomor ST/2162/X/HUK2.9/2021. Surat telegram tersebut diterbitkan dan ditandatangani oleh Kadiv Propam Polri Irjen Ferdy Sambo atas nama Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo.(jpnn)


Redaktur & Reporter : Friederich

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler