Apresiasi PP Kebiri Kimia, Hidayat Dorong Hukuman Mati untuk Predator Anak

Selasa, 05 Januari 2021 – 16:29 WIB
Wakil Ketua MPR RI Hidayat Nur Wahid. Foto : Ricardo

jpnn.com, JAKARTA - Wakil Ketua MPR Dr. HM Hidayat Nur Wahid, MA mengapresiasi terbitnya Peraturan Pemerintah Nomor 70 Tahun 2020 tentang Tata Cara Pelaksanaan Tindakan Kebiri Kimia, Pemasangan Alat Pendeteksi Elektronik, Rehabilitasi, dan Pengumuman Identitas Pelaku Kekerasan Seksual terhadap Anak.

Menurut Hidayat, peraturan itu mengatur tata cara pelaksanaan tindakan kebiri kimia bagi pelaku kekerasan seksual terhadap anak, sekaligus bukti keseriusan untuk melindungi anak-anak dari kejahatan seksual. 

BACA JUGA: Lisda Hendrajoni: PP Kebiri Kimia Harus jadi Momok Menyeramkan Bagi Pelaku

Hidayat juga mendorong pemerintah agar  membuka data eks narapidana predator seksual anak supaya bisa diakses publik. Dengan demikian, kata dia, publik bisa melakukan tindakan-tindakan preventif untuk melindungi dan menyelamatkan anak-anak mereka dari kejahatan para predator-predator.

Hidayat mengatakan PP ini akan menjadi petunjuk keseriusan pemerintah dalam menangani kasus kejahatan seksual terhadap anak, bila betul-betul dilaksanakan dengan baik dan benar.

BACA JUGA: Jokowi Teken PP 70/2020, Predator Seksual Anak Siap-siap Dikebiri

Termasuk bagaimana ketentuan-ketentuan dalam PP ini terlaksana seperti adanya aturan terwujudnya alat pendeteksi elektronik berupa gelang elektronik untuk eks napi pelaku kejahatan seksual terhadap anak.

"Alat ini harus benar-benar dipastikan dapat memantau gerak-gerik para eks napi predator anak, agar kejahatan terhadap anak tidak berulang dan berlanjut," kata Hidayat melalui siaran pers di Jakarta, Selasa (5/1). 

BACA JUGA: Hidayat Nur Wahid: Jangan Beri Stigma Negatif Kepada Tenaga Kesehatan

Anggota Komisi VIII DPR yang salah satunya membidangi urusan perlindungan anak ini mendorong pemerintah dalam hal ini Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KemenPPPA),  menciptakan website yang berisi informasi terkait para eks napi predator kejahatan seksual terhadap anak beserta tempat tinggalnya.

Menurut Hidayat, hal ini perlu dilakukan supaya membuat masyarakat makin waspada, dan anak-anak kian dilindungi sehingga  potensi terulangnya kejahatan dapat dikurangi. 

Ia mengatakan dalam Pasal 21 Ayat 1 PP tersebut, ada ketentuan tentang pengumuman identitas pelaku kejahatan seksual di  antaranya melalui website Kejaksaan selama satu bulan kalender.

"Namun, seharusnya pengumuman itu juga dilakukan oleh KemenPPPA dengan mencantumkan di mana eks napi tersebut tinggal, terutama mereka yang diharuskan menggunakan gelang elektronik,” ujarnya. 

HNW sapaan akrab Hidayat, menjelaskan bahwa website khusus terkait informasi identitas dan tempat tinggal para eks napi kejahatan seksual anak itu dibutuhkan guna membangun kewaspadaan orang tua untuk melindungi anak-anak mereka.

“Praktik pembuatan website seperti ini dapat mencontoh website Dru Sjodin National Sex Offender Public Website, https://www.nsopw.gov/, di Amerika Serikat. Jadi, setiap orang dapat mengetik alamat rumahnya, agar memperoleh informasi berapa dan siapa saja eks napi kejahatan seksual yang tinggal dalam radius 1 mile di sekitar rumahnya,” paparnya. 

Menurut HNW, program semacam ini sangat perlu dikembangkan oleh KemenPPPA terhadap eks napi pelaku kejahatan seksual anak, sehingga upaya melindungi anak sebagai salah satu tugas utamanya dapat berlajan maksimal.

"Apabila Kemen PPPA akan  mengumumkannya dalam website, itu harus dilakukan secara serius dan profesional. Juga disosialisasikan dengan maksimal agar tidak kontraproduktif,” ujarnya. 

HNW mengingatkan, pada 2020 kejahatan seksual terhadap anak mengalami peningkatan.

Berdasarkan data pada Agustus 2020 yang dirilis oleh KemenPPPA, setidaknya ada 4.833 kasus kejahatan terhadap anak, dan 2556 anak yang menjadi korban kejahatan seksual.

“Dan data menunjuk kejahatan tersebut meningkat di era pandemi Covid 19,” ujarnya.

Oleh karena itu, HNW juga tidak henti-hentinya menyuarakan perlunya maksimalisasi perlindungan anak melalui pemberatan hukuman bagi kejahatan luar biasa kepada anak.

Yakni, melalui revisi UU Perlindungan Anak dengan mencantumkan pidana maksimal hukuman mati bagi predator seksual anak.

Menurutnya, ketentuan ini sangat diperlukan untuk kasus-kasus kejahatan yang sangat biadab kepada anak-anak.

Misalnya, ungkap dia, kasus pencabulan 305 anak oleh WNA Perancis beberapa waktu lalu, walau akhirnya tersangka ditemukan bunuh diri. 

“Untuk kasus-kasus semacam itu pidana maksimal hukuman mati sangat diperlukan agar menghadirkan negara yang betul-betul melindungi anak, dan menghasilkan efek jera dan preventif terhadap orang lain yang ingin melakukan kejahatan sejenis,” pungkasnya. (*/jpnn)

Kamu Sudah Menonton Video Terbaru Berikut ini?


Redaktur & Reporter : Boy

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler