Arah Kebijakan BBM Tidak Jelas

Kamis, 11 Oktober 2018 – 11:26 WIB
Ilustrasi SPBU. Foto: Pertamina

jpnn.com, JAKARTA - Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Bhima Yudistira menilai kebijakan pemerintah perihal bahan bakar minyak (BBM) tidak jelas.

Menurut dia, ketidakjelasan pemerintah dalam mengomunikasikan kebijakan harga BBM bisa berpengaruh buruk ke pasar.

BACA JUGA: Harga BBM: Pertamax Naik, Premium Tunggu dulu

Pelaku pasar dapat melihat pemerintah tidak memiliki koordinasi dan arah kebijakan yang jelas.

Padahal, di tengah ketidakpastian ekonomi global, pasar perlu melihat bahwa pemerintah punya mekanisme yang konsisten.

BACA JUGA: Fahri: Pemerintah Samakan Kenaikan BBM dengan Pecel Lele

”Apalagi ini terjadi di tengah perhelatan pertemuan tahunan IMF-World Bank Group. Banyak ekonom, pelaku pasar, investor, dan media-media dari luar negeri. Ini sangat tidak pas,” kata Bhima, Rabu (10/10).

Menurut dia, pemerintah saat ini menghadapi tiga tekanan. Yaitu, harga minyak dunia yang terus naik hingga mencapai USD 80 per barel, rupiah yang melemah akibat defisit neraca migas, dan keuangan PT Pertamina yang merugi.

BACA JUGA: Pengguna BBM Unggulan Ogah Balik ke Produk Oktan Rendah

Jika pemerintah tidak menaikkan harga BBM, konsekuensinya adalah neraca migas akan mengalami defisit yang melebar.

Pada Januari–Agustus 2018, defisit neraca migas mencapai USD 8,3 miliar.

Hal itu akan mendorong rupiah melemah dan berpotensi menyentuh level Rp 15.600 hingga akhir tahun. Sebab, devisa akan tersedot lebih besar ke sektor migas.

Sementara itu, Pertamina mempunyai potential loss yang lebih besar, yakni Rp 20 triliun. Sebab, setiap harga minyak dunia naik USD 1, Pertamina rugi Rp 2,8 triliun.

Jika harga BBM tak disesuaikan, keuangan Pertamina akan terbebani. Jika keuangan Pertamina tidak menguntungkan, Pertamina akan maju-mundur dalam melakukan lifting minyak dari dalam negeri. Akibatnya, kebutuhan BBM akan dipenuhi impor yang semakin besar.

Bhima menyarankan pemerintah menaikkan harga BBM secara terukur dan gradual. Kenaikan itu sebaiknya tidak lebih dari Rp 200 per liter dan dilakukan secara bertahap.

Sebab, BBM nonsubsidi lebih dahulu naik sehingga pemerintah harus berhati-hati menyesuaikan harga.

”Selain itu, perlu dibuat antisipasi daya beli. Mungkin menaikkan bansos atau yang lainnya,” kata Bhima. (rin/ken/c6/oki)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Terminal BBM Donggala Mulai Salurkan BBM


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Tag

Terpopuler