Arief Poyuono: Recovery Krisis Dampak Covid-19 yang Masuk Tahap Kronis Sudah On The Track

Jumat, 07 Agustus 2020 – 10:23 WIB
Arief Poyuono. Foto: Dokumen JPNN.com

jpnn.com, JAKARTA - Wakil Ketua Umum Partai Gerindra Arief Poyuono mengatakan penanggulangan Covid-19 dan pemulihan ekonomi nasional (PEN) oleh pemerintah saat ini sudah masuk dalam tahap kronis.

Hal ini bila berpatokan pada tahapan krisis dalam manajemen krisis yakni prodromal, akut, kronis, dan penyembuhan.

BACA JUGA: Arief Poyuono Sarankan Jokowi Lakukan Tiga Upaya Selamatkan Ekonomi

Menurut Arief, tahap prodromal sudah dilewati. Pada tahap ini sinyal krisis akibat Tiongkok terpapar Covid-19 di awal 2020 sudah mulai terlihat.

Arief menjelaskan saat itu virus corona sudah menyebar di berbagai negara, tetapi belum berdampak di Indonesia.

BACA JUGA: Erick Thohir Tunjuk Ari Soerono Jadi Dirut PT PPA

Namun, kata dia, pemerintah telah gagal menangkap sinyal ini dengan tidak menerapkan manajemen krisis.

"Maka dampak besar pada tahapan berikutnya," kata Arief, Jumat (7/8).

BACA JUGA: Sudah Cukup Alasan Bagi Jokowi Melakukan Reshuffle Kabinet

Arief menambahkan, pada tahap akut, krisis belum begitu kentara. Namun, sudah mulai dirasakan pelan oleh pelaku usaha dan perekonomian nasional.

Pada tahap inilah lahir istilah the point of no return. Artinya, pemerintah tidak memiliki kesempatan untuk kembali memperbaiki keadaan apabila sinyal prodromal tak diindahkan dengan tak melakukan manajemen krisis yang baik.

Menurutnya, pada tahap akut dan sudah ada yang terpapar corona, pemerintah tetap menjalankan aktivitas seperti biasa. Namun, menerapkan alternatif tata pekerjaan dengan work from home (WFH).

Hanya saja, Arief menegaskan, Presiden Joko Widodo sangat kesal karena saat pemberlakuan WFH bagi institusi pemerintah, malah banyak menteri dan pejabatnya menganggap seperti cuti panjang dan tidak ada sense of crisis.

Karena itu, lanjut dia, saat memasuki relaksasi pembatasan sosial berskala besar (PSBB), keadaan malah menjadi masuk ke tahapan kronis dari krisis.

Nah, pada tahap kronis ini muncul intervensi Presiden Jokowi untuk mengomando, mengarahkan, memengaruhi cara kerja kabinet untuk seluruh proses penanggulangan Covid-19 dan PEN.

"Karena akibat Covid-19 sudah berdampak terhadap krisis," tegasnya.

Nah, Arief berujar, pada tahap inilah penerapan kebijakan strategis harus diikuti oleh kemampuan anggota kabinet secara cepat dan efektif.

"Supaya masyarakat bisa selamat dan perekonomian tetap bisa berjalan agar tidak terdampak resesi ekonomi," katanya.

Saat ini, Arief melanjutkan, sudah pada tahap penyembuhan dari dampak Covid-19 baik terhadap penyebarannya, perekonomian, serta kehidupan sosial. "Ini merupakan tahap terakhir dari krisis," ungkapnya.

Ia menjelaskan pemerintahan Jokowi berbenah dengan membentuk Komite Penanganan Covid-19 dan PEN berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 82 Tahun 2020.

Terdiri dari Komite Kebijakan yang menetapkan program dan kebijakan. Ketua Pelaksana yang mengintegrasikan pelaksanaan kebijakan.

Satuan Tugas yang melaksanakan dan mengendalikan implementasi terhadap program-program penangulangan krisis yang sudah masuk tahap kronis.

"Dengan komite ini pemerintah Jokowi akan mulai berbenah dan mengatur kembali cara kerja dan tatanan sumber daya manusia," kata dia.

Namun, Arief mengatakan, pada masa ini jajaran menteri Kabinet Indonesia Maju juga harus mulai beradaptasi atau sudah memiliki sense of crisis dengan semua kondisi apabila terjadi krisis yang cukup panjang akibat dampak Covid-19.

Arief menambahkan Komite Penanganan Covid-19 dan PEN harus didukung dengan cara kerja dalam aura krisis oleh semua jajaran pemerintahan Jokowi dan daerah.

Terutama dalam melakukan percepatan penyerapan dana untuk penanganan pandemi Covid-19 Rp 695,20 triliun yang dialokasikan untuk penangganan kesehatan Rp 87,55 triliun, PEN Rp 607,65 triliun.

Menurut Arief, bila dalam dua bulan mendatang budaya kerja para pembantu presiden tidak memiliki aura krisis seperti yang dikatakan Jokowi, maka bukan tidak mungkin justru akan makin sulit menghindar dari resesi ekonomi yang paling dalam terhadap perekonomian nasional.

Dia menuturkan, pendelegasian tugas dalam Perpres 82 Tahun 2020 kepada para menteri merupakan tugas yang sangat berat.

Sebab, masih banyak kementerian dan lembaga yang pemimpinnya serta jajarannya masih kebingungan.

"Serta tidak memiliki program-program untuk masuk dalam tahap recovery akibat dampak Covid-19 terhadap kehidupan masyarakat dan perekonomian nasional," kata Arief. (boy/jpnn)


Redaktur & Reporter : Boy

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler