Arief Poyuono Sebut Pungutan Ekspor CPO Berdampak Langsung ke Petani Sawit

Kamis, 04 Mei 2023 – 18:10 WIB
Ilustrasi kebun kelapa sawit. Foto: dok. JPNN

jpnn.com, JAKARTA - Ketua Dewan Pembina Asosiasi Petani Plasma Kelapa Sawit Indonesia (APPKSI) Arief Poyuono menyoroti tingginya pungutan ekspor crude palm oil (CPO).

Menurut Arief, hal tersebut berdampak langsung kepada para petani sawit yang ada di tingkat bawah.

BACA JUGA: APPKSI: Pungutan Ekspor CPO Bikin Harga TBS Sawit Petani Anjlok

Dia menuturkan seharusnya pungutan ekspor (PE) CPO tidak perlu dilakukan lagi karena sudah ada bea keluar yang juga cukup tinggi.

Di sisi lain, PE CPO ini juga dibebankan ke para petani sawit oleh para pemilik pabrik kelapa sawit dan eksportir CPO.

BACA JUGA: Lebaran, Harga TBS Sawit Makin Moncer, Mantap!

Arief menuturkan dampak PE CPO terhadap harga TBS petani di pabrik kelapa sawit (PKS) minggu pertama April 2023 lalu masih di harga rata-rata sekitar Rp 2.400-2.700/kg.

Kemudian harga TBS petani sawit bermitra anjlok menjadi rata-rata Rp 2.100-2.200, dari sebelumnya rata-rata Rp 2.600-2.950/kg.

BACA JUGA: Nintendo Switch Edisi Pokemon Scarlet Meluncur, Harga Rp 5 Jutaan

"Untuk harga TBS petani swadaya (mandiri), di beberapa provinsi seperti Sulawesi Selatan, Riau, Kaltara, Kalbar, Sulbar, Sultra, Papua, dan beberapa provinsi lainnya sudah anjlok di harga Rp 1.650-Rp1.800/kg," kata Arief dalam siaran persnya, Kamis (4/5).

Dia menyebut penurunannnya sangat jauh bila dibandingkan awal April lalu yang masih bertengger di harga Rp 2.200-2.350/kg.

Arief menyebutkan ini sangat merugikan petani sawit yang mandiri maupun petani plasma dan bisa berdampak buruk bagi macetnya pembayaran kredit ke perbankan oleh para petani sawit.

Begitu juga angsuran kredit oleh perusahaan perkebunan sawit yang mana mayoritas dana investasinya diperoleh dari perbankan

Apalagi Industri perkebunan sawit telah sangat terpengaruh oleh beberapa tahun La Nina sehingga produksi berkurang secara besar-besaran.

"Sementara di sisi biaya produksi rata-rata telah meningkat bersamaan dengan peningkatan lainnya dalam biaya pupuk, perawatan tanaman, tenaga kerja, kekurangan pupuk dari curah hujan yang tinggi, kerugian akibat banjir, perbaikan batu dan jalan, penanaman kembali," ucap Arief.

Ketua APPKSI ini menegaskan jutaan petani sawit saat ini merugi akibat jatuhnya harga TBS petani yang disebabkan oleh bea keluar dan PE CPO yang begitu tinggi.

Sementara pengamat ekonomi dan Direktur Riset CORE Indonesia Piter Abdullah mengatakan pungutan ekspor CPO tidak perlu lagi karena bea keluar yang sudah cukup tinggi.

Seharusnya yang jadi pertanyaan adalah kenapa pengusana membebankan pungutan ekspor tersebut ke petani.

"Sewajarnya kalau ada tambahan bea keluar dan pungutan ekspor yang disetorkan ke negara. Itu menjadi tambahan penerimaan negara yang nantinya dikembalikan ke masyarakat melalui APBN," kata Piter.

Piter menyebutkan yang menjadi masalah kenapa dibebankan ke petani. Kenaikan CPO seharusnya dinikmati juga oleh petani. Pengusaha dan eksportir CPO jangan hanya mau enaknya. Margin mereka terlalu besar.

"Saya kira mekanisme ini yang seharusnya diperbaiki. Jangan sampai beban bea keluar dan pungutan ekspor tersebut seluruhnya dibebankan ke petani. Pengusaha dan eksportir CPO harus ikut menanggungnya dengan mengurangi sedikit keuntungan mereka," kata dia. (cuy/jpnn)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Dewan Minyak Sawit Indonesia Berpartisipasi Dalam Hannover Messe 2023


Redaktur & Reporter : Elfany Kurniawan

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler