Ariza ke Tebet, Anies ke Petamburan, TNI Copot Baliho Habib Rizieq, Indikasi Ada Masalah

Rabu, 25 November 2020 – 07:24 WIB
Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan (kiri) bersama Imam Besar FPI Rizieq Shihab dan Wakil Sekjen MUI Tengku Zulkarnain pada pertemuan di kawasan Petamburan, Jakarta Pusat, (10/11/2020) malam. Foto: Instagram/tengkuzulkarnain.id

jpnn.com, JAKARTA - Koordinasi di jajaran forum komunikasi pimpinan daerah (Forkopimda) Provinsi DKI Jakarta masih lemah dalam penanganan COVID-19.

Karena itu, Ombudsman RI Perwakilan Jakarta Raya meminta Forkopimda Provinsi DKI Jakarta segera memperbaiki komunikasi dan koordinasinya.

BACA JUGA: Putri dan Menantu Habib Rizieq Tak Hadir, Brigjen Awi: Kalau Sudah Penyidikan, Sudah KUHAP, Berarti Apa?

Indikasi ada masalah komunikasi dan koordinasi, antara lain kehadiran Wagub DKI Ahmad Riza Patria ke acara perayaan Maulid Nabi Muhammad SAW di Tebet.

Juga kedatangan Gubernur Anies Baswedan ke rumah Habib Rizieq di Petamburan, sesaat Imam Besar FPI itu pulang dari Arab Saudi.

BACA JUGA: 5 Berita Terpopuler: Tokoh FPI Nekat tak Penuhi Panggilan Polisi, Anies Tebar Ancaman, Jokowi dan Puan Dihina di TikTok

"Kerumunan Tebet, Petamburahan, hadirnya Wagub di acara Maulid di Tebet, kunjungan Gubernur ke kediaman Rizieq Shihab, pemanggilan gubernur oleh Polda Metro hingga penurunan baliho oleh Kodam Jaya, adalah bukti nyata buruknya komunikasi dan koordinasi Forkopimda dalam penanganan Covid," kata Kepala Perwakilan Ombudsman Jakarta Raya, Teguh P Nugroho dalam keterangan tertulisnya, di Jakarta, Selasa.

Teguh menyebutkan, Forkopimda yang terdiri dari Gubernur, Ketua DPRD, Kapolda, Kejati dan Pangdam perlu menelisik seluruh regulasi terkait penerapan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) di Jakarta, guna memperbaiki koordinasinya dalam penanganan COVID-19.

BACA JUGA: Kemenkeu Ungkap Masalah di Pemda soal Gaji PPPK 2019

Ia menjelaskan, dalam Keputusan Menteri Kesehatan Nomor : HK.01.07/Menkes/239/2020 tentang PSBB di Provinsi DKI Jakarta, bahwa sudah ada pendelegasian kewenangan penanganan COVID-19 dari pemerintah pusat ke pemerintah daerah.

"Maka itu, kewenangan penanganannya menjadi tanggung jawab pimpinan daerah termasuk aparat penegak hukum," ujar Teguh.

Lebih lanjut ia mengatakan tata laksana dan sanksi PSBB merupakan kewenangan dari pemerintah daerah.

Berbeda dengan penanganan kerumunan di Bandara Soekarno-Hatta, Tangerang pada tanggal 10 November 2020, merupakan kewenangan dari pemerintah pusat.

Kewenangan ini diatur dalam Pasal 83 ayat (1) Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2018 tentang Karantina Kesehatan.

Pasal 83 ayat (1) disebutkan bahwa pemerintah pusat melakukan pengawasan terhadap semua kegiatan yang berkaitan dengan penyelenggara kekarantinaan kesehatan di pelabuhan, bandar udara dan pos lintas batas darat negara.

Sedangkan, pengaturan dan regulasi terkait tata kelola manajemen penanganan COVID-19 di wilayah yang ditunjuk sebagai wilayah PSBB dijabarkan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 20 Tahun 2020 tentang PSBB dalam rangka percepatan penanganan COVID-19, dilaksanakan oleh daerah yang disetujui oleh Kemenkes.

"Ini termasuk aturan tata laksana dan regulasi terkait sanksi terhadap para pelanggar," kata Teguh.

Tata laksana dan regulasi terkait sanksi, lanjut Teguh, diatur dalam Permenkes Nomor 9 Tahun 2020 tentang PSBB dalam rangka percepatan penanganan COVID-19.

Perihal serupa juga berlaku dengan peristiwa kerumunan di Megamendung, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, yang diatur dalam Keputusan Menteri Kesehatan Nomor HK.01.07/Menkes/289/2020 tentang Pemberlakukan Percepatan Penanganan COVID-19, sebagai daerah di Provinsi Jawa barat yang menerapkan PSBB.

Menurut Teguh, dengan pendelegasian tersebut, maka proses pencegahan, penanganan dan penindakan atas pelanggar protokol kesehatan di daerah-daerah tersebut mengacu pada peraturan daerah atau peraturan kepala daerah (dalam bentuk Pergub atau Perbup).

"Kalau kita mau menilai kesalahan dalam penanganan di Tebet, Petamburan dan Megamendung, maka itu merupakan kesalahan kolektif, karena Forkopimda tidak mampu berkoordinasi dengan baik dalam proses pencegahan," katanya.

Sebagai contoh, Kepolisian yang memiliki fungsi intelkam dalam proses deteksi dan pemberian izin keramaian dan Kodam Jaya terkait perbantuan personel dalam proses pencegahan jika diperlukan.

Teguh menambahkan, akan lebih bijak apabila Polda Metro Jaya berkoordinasi dengan gubernur dan jajarannya terkait pelanggaran yang berada di wilayah hukumnya.

Meskipun, dalam KUHAP dan Undang-Undang Karantina kesehatan, polisi merupakan penyelidik dan penyidik tindak pidana kejahatan karantina kesehatan.

Hal ini mengacu pada Pergub 101 Tahun 2020 tentang Sanksi dalam pelaksanaan PSBB, maka penyidik dalam pelanggaran tersebut adalah Satpol PP.

"Akan lebih baik jika polisi membantu Satpol PP dalam pelaksanaan sanksi tersebut dan semua itu bisa dilakukan dalam forum bersama Forkopimda DKI," kata Teguh. (antara/jpnn)

Yuk, Simak Juga Video ini!


Redaktur & Reporter : Soetomo

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler