Armenia Curiga Erdogan Ingin Meniru Genosida Era Kesultanan Turki Usmani

Jumat, 02 Oktober 2020 – 13:42 WIB
Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan. Foto: AFP

jpnn.com, YEREVAN - Perdana Menteri Armenia Nikol Pashinyan curiga Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan hendak mengulangi genosida yang pernah terjadi pada era Kesultanan Usmani (Ottoman).

Hal itu disampaikannya menanggapi laporan keterlibatan langsung militer Turki dalam serangan pasukan Azerbaijan di sekitar Nagorno-Karabakh.

BACA JUGA: Turki Disebut Kirim Tentara ke Azerbaijan, Ini Respons Anak Buah Erdogan

"Situasinya jauh lebih serius (daripada bentrokan sebelumnya pada 2016). Akan lebih tepat untuk membandingkannya dengan apa yang terjadi pada 1915, ketika lebih dari 1,5 juta orang Armenia dibantai selama genosida pertama pada abad ke-20," kata Pashinyan kepada Le Figaro dalam sebuah wawancara yang diterbitkan pada Kamis (1/10) malam.

"Negara Turki, yang terus menyangkal masa lalu, sekali lagi menempuh jalur genosida,"

BACA JUGA: Menantu Erdogan Selesaikan Uji Coba Pertama Mobil Terbang Cezeri

Pemerintah Turki selama ini hanya mengakui bahwa banyak etnis Armenia tewas di tangan pasukan Ottoman selama Perang Dunia I. Namun, Ankara menyangkal adanya upaya pembersihan etnis alias genosida terhadap kelompok minoritas tersebut. 

Pashinyan, mengatakan Turki telah mengirim ribuan tentara bayaran Suriah ke wilayah tersebut dan perwira militer Turki terlibat langsung dalam memimpin serangan Azeri.

BACA JUGA: Gegara Mengkritik Erdogan, Politikus Kurdi Dijebeloskan ke Penjara

"Dunia harus menyadari apa yang terjadi di sini," katanya.

"Keinginan Turki adalah untuk memperkuat peran dan pengaruhnya di Kaukasus Selatan. Ini mengejar impian untuk membangun sebuah kerajaan meniru Kesultanan dan sedang memulai jalan yang dapat membakar kawasan itu."

Rusia dan Prancis meningkatkan seruan untuk gencatan senjata segera antara Azerbaijan dan pasukan etnis Armenia pada Kamis, ketika jumlah korban tewas meningkat dalam bentrokan terberat di sekitar wilayah Nagorno-Karabakh sejak 1990-an.

Kremlin mengatakan Presiden Vladimir Putin dan Presiden Prancis Emmanuel Macron telah membahas langkah-langkah yang dapat diambil oleh kelompok Minsk dari Organisasi untuk Keamanan dan Kerja Sama (OSCE), yang menengahi konflik tersebut, untuk mengakhiri pertempuran.

Rusia juga telah menawarkan untuk menjadi tuan rumah para menteri luar negeri Armenia dan Azerbaijan untuk pembicaraan tentang mengakhiri pertempuran yang berkobar sejak Minggu (27/9), menghidupkan kembali konflik yang telah berlangsung selama puluhan tahun di daerah kantong pegunungan di wilayah Kaukasus Selatan.

Meletusnya kembali "konflik beku" sejak runtuhnya Uni Soviet telah menimbulkan kekhawatiran tentang stabilitas di Kaukasus Selatan, koridor pipa yang membawa minyak dan gas ke pasar dunia, dan meningkatkan kekhawatiran bahwa kekuatan regional Rusia dan Turki bisa ditarik masuk.

"Presiden Macron dan Putin sepakat tentang perlunya upaya bersama untuk mencapai gencatan senjata dalam kerangka Minsk," kata kantor Macron dalam sebuah pernyataan setelah kedua pemimpin itu berbicara melalui telepon Rabu malam (30/9). (ant/dil/jpnn)


Redaktur & Reporter : Adil

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler