Arsul Sentil Kejagung soal Disparitas Tuntutan Habib Rizieq dengan Petinggi Sunda Empire

Senin, 14 Juni 2021 – 17:25 WIB
Anggota Komisi III DPR Arsul Sani soroti tuntutan hukuman untuk Habib Rizieq. Ilustrasi/Foto: Ricardo/JPNN.com

jpnn.com, JAKARTA - Anggota Komisi III DPR RI Arsul Sani menyoroti disparitas tuntutan pihak kejaksaan ketika menangani perkara tindak pidana umum pascakeluarnya Pedoman Jaksa Agung Nomor 3 tahun 2019.

Menurut legislator fraksi Partai Persatuan Pembangunan (PPP) itu, ketika orang yang berperkara memiliki sikap politik berseberangan dengan pemerintah, maka dia akan dituntut hukuman secara maksimal.

BACA JUGA: Sebut Ahok hingga Diaz Hendropriyono di Pleidoi, Habib Rizieq Kena Sindiran Telak Jaksa

Arsul pun menyebut beberapa contoh kasus, yakni dalam perkara yang menyeret Habib Rizieq Shihab, Syahganda Nainggolan, dan Ratna Sarumpaet.

Sentilan disampaikan Arsul saat rapat kerja Komisi III DPR RI dengan Kejaksaan Agung (Kejagung) di kompleks parlemen, Jakarta, Senin (14/6).

BACA JUGA: Puluhan Preman Disikat Jajaran Polda Jatim, Uang dan Mobil Ikut Disita

"Disparitas ini, misalnya saya lihat yang sekarang prosesnya sedang berjalan tentu karena ini yang paling ramai di ruang publik. Misalnya, dalam kasus Rizieq Shihab, dalam kasus Syahganda Nainggolan, dan juga dalam kasus, kalau dulu Ratna Sarumpaet," ucap Arsul Sani.

Politikus yang juga wakil ketua MPR RI itu mengatakan, perkara orang yang berseberangan dengan pemerintah kebanyakan dituntut maksimal enam tahun penjara.

BACA JUGA: Di Depan Anies Baswedan, Jokowi Pasang Target untuk Minggu Depan, Apa Itu?

Namun, kata dia, tuntutan jaksa tidak maksimal ketika orang yang tidak berseberangan dengan pemerintah duduk di kursi terdakwa.

Dia lantas berbicara perkara yang menyeret petinggi Sunda Empire Ki Rangga Susana yang tuntutannya tak dilayangkan secara maksimal oleh jaksa.

Menurut Anggota DPR RI asal jawa Tengah itu, kondisi tersebut berpotensi meruntuhkan kepercayaan publik terhadap penegakan hukum di Indonesia.

"Ini kemudian menimbulkan kesan bahwa Kejaksaa Agung juga dalam tanda kutip tidak lagi murni menjadi alat negara yang melakukan penegakan hukum, tetapi juga menjadi alat kekuasaan dalam melakukan penegakan hukum," ujar Arsul. (ast/jpnn)

Simak! Video Pilihan Redaksi:


Redaktur & Reporter : Aristo Setiawan

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler