jpnn.com - Artidjo Alkostar yang resmi pensiun sebagai hakim agung di MA, cerita sudah kerap menerima ancaman, termasuk lewat ilmu hitam alias santet.
SAHRUL YUNIZAR, Jakarta
IMAM S. ARIZAL, Sumenep
BACA JUGA: Artidjo Alkostar Pernah Diancam Didor Penembak Misterius
Menurut pria yang pernah menempuh pendidikan di Amerika Serikat (AS) tersebut, latar belakang sebagai anak dari ayah dan ibu asal Madura membuatya tidak pernah takut. ”Darah Madura saya tidak memungkinkan untuk menjadi takut sama orang,” kata dia santai.
Karena itu, dengan tegas Artidjo menyampaikan bahwa setiap ancaman yang diarahkan kepada dirinya adalah perbuatan salah alamat. Termasuk ancaman lewat guna-guna ilmu hitam. Santet. ”Jadi, kalau orang akan menyantet saya, itu salah alamat juga,” tegasnya.
BACA JUGA: Artidjo Pensiun setelah 18 Tahun di MA, Begini Kesannya
Sebab, hal semacam itu tidak akan memengaruhi cara kerja dirinya. Baik ketika masih aktif sebagai advokat maupun saat bertugas menjadi hakim agung. Bahkan, sejumlah godaan yang datang kepada dia juga tidak mempan. Jangankan berbentuk materi seperti cek kosong, penghargaan pun ditolak Artidjo.
Dia mengakui, almamaternya, Universitas Islam Indonesia, pernah ditolaknya saat berniat memberikan penghargaan. Begitu pula salah satu universitas di Jakarta. ”Saya tolak juga,” tandasnya.
BACA JUGA: Jelang Pensiun, Tujuh Pati TNI AL Bertemu Kasal
Menurut Artidjo, hakim harus bebas dari harapan yang berpotensi memengaruhi independensi. ”Jadi, kalau hakim itu bermimpi saja mendapat hadiah ndak boleh,” ucapnya.
Dia sangat berharap sikap seperti itu dimiliki setiap hakim. Khususnya hakim-hakim muda yang nanti menjadi generasi penerus dia. Dengan begitu, harapan MA semakin baik ke depan terwujud. MA menjadi rumah keadilan bagi seluruh masyarakat.
Harapan itu dia utarakan setelah 18 tahun mengabdikan diri di MA. Setelah menangani 19.708 perkara. Dia yakin betul harapan tersebut terwujud. Sebab, MA terus berubah. Melalui berbagai langkah, sambung dia, lembaga peradilan tertinggi di tanah air itu sudah berbuat sebaik-baiknya untuk memperbaiki diri. ”MA itu berhak menatap masa depan yang lebih baik,” ucap Artidjo.
Lantas, apa yang akan dilakukan Artidjo setelah menyelesaikan tugas yang belasan tahun dijalaninya? Dengan ringan dia menjawab akan kembali menjadi orang desa. ”Saya akan pulang kampung. Mengangon kambing. Nggak muluk-muluk saya,” ujarnya.
Keinginan itu memang bukan kali pertama dilontarkan oleh sulung lima bersaudara tersebut. Dalam beberapa kesempatan, dia sudah sempat menyampaikan hal serupa.
Artidjo mengungkapkan bahwa dirinya sudah tidak mungkin kembali ke habitat sebagai advokat. Tapi, dia memastikan masih terus mengajar di Universitas Islam Indonesia.
Karena itu, setelah menuntaskan semua urusan di Jakarta akhir bulan ini atau awal bulan depan, ada tiga tempat tinggal yang akan menjadi saksi bisu perjalanannya ke depan. Yakni, Situbondo, Jogjakarta, dan Sumenep.
Situbondo adalah tempat Artidjo lahir. Kemudian, di Jogjakarta dia mengajar. Sedangkan di Sumenap, dia punya keluarga besar dari ayah dan ibunya. ”Saya sudah punya kafe. Madurama Cafe di Sumenep,” imbuhnya.
Bisnis kuliner itu bukan baru-baru ini dia rintis. Melainkan sudah berjalan cukup lama. Buktinya, Madurama Cafe sudah buka cabang di beberapa kota.
Kemarin sore Jawa Pos Radar Madura menyambangi Madurama Cafe di Sumenep. Sayang tutup. Pengelolanya, Adi Sultan, keponakan Artidjo, tengah pergi ke Situbondo dan tak bisa dihubungi.
Ahmad Rafli, anak Adi dan terhitung cucu Artidjo, mengaku jarang bertemu sang kakek. Karena itu, dia tidak berani ketika diminta menggambarkan sosok sang kakek.
”Kalau gambaran ringkasnya, Pak Artidjo itu orangnya tegas, privasinya tinggi untuk orang yang belum kenal dekat. Tapi, beliau juga sangat sederhana,” katanya.
Artidjo pun berharap, selepas dirinya dari MA, ada pengganti yang lebih baik. ”Saya yakin itu bisa terwujud.”
Tapi, dalam buku Titisan Keikhlasan, Berkhidmat untuk Keadilan, Wakil Ketua KPK Laode M. Syarif pun menyampaikan tidak akan mudah mencari sosok seperti Artidjo.
Ketika ditemui langsung di kantornya kemarin, pejabat yang akrab dipanggil Laode itu mengakui bahwa dirinya sudah kenal Artidjo sebelum terpilih sebagai pimpinan KPK. ”Saya pikir Pak Artidjo itu adalah salah satu hakim agung yang berusaha mengembalikan marwah Mahkamah Agung,” ujarnya.
BACA JUGA: Artidjo Alkostar Pernah Diancam Didor Penembak Misterius
Menurut dia, Artidjo juga punya banyak sumbangsih untuk urusan pemberantasan korupsi. Dia mengenal Artidjo sebagai hakim yang tegas melawan koruptor.
Lewat buku Titisan Keikhlasan, Berkhidmat untuk Keadilan, Kapolri Jenderal Tito Karnavian pun turut menyanjung Artidjo. ”Kalau di Kepolisian Republik Indonesia, beliau seperti sosok Pak Hoegeng Imam Santoso. Pak Artidjo dan Pak Hoegeng sama-sama memiliki idealisme yang tinggi,” ungkapnya. (*/c10/ttg)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Hari Ini Jenderal Budi Gunawan Resmi Pensiun
Redaktur & Reporter : Soetomo