jpnn.com, JAKARTA - Teknologi telah mengubah kehidupan, mengubah wajah industri dan peradaban. Tak terkecuali perbankan.
Sebagai mantan bankir, yang juga pernah memimpin PT Telkom tepat saat Indonesia memasuki era 3G, Arwin Rasyid melihat potensi ponsel yang luar biasa, tak hanya menjadi alat telekomunikasi namun juga alat transaksi keuangan.
BACA JUGA: Pengamat: Perbankan Indonesia Lebih Matang Menghadapi Krisis Akibat Pandemi
Visi tersebut dia wujudkan setelah bertugas di Telkom dan menjadi CEO Bank CIMB Niaga. Ia bertekad membawa Bank CIMB Niaga menjadi salah satu bank digital terkemuka di Indonesia.
Salah satu produk digital legacy dan pionir CIMB Niaga di era Arwin Rasyid adalah: Rekening Ponsel, sebuah dompet digital (e-wallet) perbankan pertama di Indonesia bahkan Asia yang menggunakan Nomor Ponsel sebagai Nomor Rekening.
BACA JUGA: Pengamat: Perbankan Sehat, Ekonomi Indonesia Pasti Bertahan di Tengah Pandemi COVID-19
Namun, menjadi yang pertama ternyata tidak serta merta menjadi yang terbesar. Dompet digital yang kini menguasai pasar digital payment ternyata tak ada satu pun yang dimiliki perbankan, justru perusahaan Fintech.
Sebut saja: Gopay, DANA, dan OVO. Mereka tidak hanya berhasil memberikan layanan keuangan digital melalui ponsel dan tablet yang nyaman, mudah dan cepat bagi para penggunanya, tetapi mereka juga berhasil menghimpun dana termurah dengan bunga 0% dari masyarakat, yang merupakan dambaan industri perbankan.
BACA JUGA: Nasabah Tabungan Emas Pegadaian Melonjak, Didominasi Generasi Milenial
Lalu bagaimana perbankan harus menyikapi perkembangan bisnis fintech ke depan?
Itulah pertanyaan besar yang ingin dijawab Arwin Rasyid dalam bukunya yang berjudul: “Digital Banking Revolution-Belajar dari Digital CIMB Niaga & Tips Bertahan di Era Fintech”.
Buku tersebut merupakan catatan pengalaman Arwin Rasyid saat melakukan transformasi digital di CIMB Niaga dan pengamatannya terhadap tantangan terkini industri perbankan nasional, terkait perubahan lansekap bisnis keuangan di tanah air bahkan dunia.
Buku yang terbit dalam dua bahasa: Inggris dan Indonesia ini diluncurkan secara virtual melalui zoom yang diikuti sekitar 800 peserta dari berbagai negara dan disiarkan untuk publik melalui YouTube, pada Jumat 14 Agustus 2020.
Peluncuran Buku tersebut juga mendapat Sambutan dari: Wimboh Santoso, Ketua OJK (Otoritas Jasa Keuangan), Dato Sri Nazir Razak, Founder Ikhlas Capital dan Mantan Presiden Komisaris CIMB Niaga, Prof. Rhenald Kasali, Founder Rumah Perubahan dan Presiden Komisars PT Telkom.
“Tantangan utama yang dihadapi industri perbankan sebetulnya bukan hanya berasal dari Fintech tetapi juga dari Neobank atau The Challenger Bank. Neobank ini adalah bank yang beroperasi secara digital penuh, tanpa kehadiran kantor cabang. Neobank lahir dari aplikasi teknologi chatting atau aplikasi sosial media lainnya. Seperti KakaoBank di Korea yang lahir dari KakaoTalk, KlarnaBank di Swedia yang lahir dari Shopping Apps—ShopNowPayLater, WeBank di China yang lahir dari WeChat. Bayangkan, betapa dahysatnya jika WhatsApps yang memiliki 2 milyar active users mendirikan Neobank," ujarnya.
Tantangan dari Neobank memang tidak main-main. Di Eropa misalnya, saat Neobank berhasil menggaet 15 juta nasabah pada saat yang sama bank konvensional justru kehilangan 2 juta nasabah.
Kehadiran Fintech dan Neobank tak lepas dari kelanjutan perkembangan teknologi digital era 3G dan 4G. Kini, sebentar lagi kita akan memasuki era 5G. Era 5G ditandai berbagai kemajuan teknologi yang menakjubkan dan revolusioner.
Bagaimana perbankan menyikapinya? Dapatkah perbankan memanfaatkan teknologi-teknologi tersebut yang di era 5G akan berkembang sangat pesat dan kembali akan mengubah kembali lansekap dunia bisnis dan keuangan dunia?
“Bank hendaknya menyadari bahwa nasabah dalam situasi kehidupan yang semakin complexed and complicated ini akan selalu mencari alternatif yang nyaman, praktis, cepat dan aman dalam aktivitas perbankan mereka. Terlebih dalam situasi pandemi Covid-19 saat ini, di mana digital services semakin menarik dibanding conventional services. Saatnya bank menyusun langkah strategis baru sebagai agenda besar bank ke depan,” lanjut Arwin.
“Buku ini berusaha mengurai tuntas tantangan industri perbankan ke depan di era digital. Buku ini diharapkan bisa menjadi semacam 'wake up call' atau pengingat kita terhadap satu momentum dan fenomena penting dalam sejarah perbankan, yakni momentum revolusi digital yang mungkin terjadi hanya sekali ini, once in a lifetime of our banking history!," pungkasnya.(chi/jpnn)
Redaktur & Reporter : Yessy